Uta Tabha, Juara III Nasional untuk Pangan Lokal

KUPANG, PK--Menu lokal masyarakat Kabupaten Ngada 'Uta Tabha' meraih juara III nasional Lomba Cipta Menu Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman yang diselenggarakan Badan Bimas Ketahanan Pangan Pusat di Bandung, 3 Desember 2008. Lomba ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tanggal 5 Desember. Pembuatan menu uta tabha yang diperagakan oleh Tim Penggerak PKK Kabupaten Ngada ini meraih juara tiga setelah Kalimantan Barat dan Jawa Tengah berturut-turut juara I dan II.


Ketua Kelompok Kerja (Pokja) III, Tim Penggerak PKK Kabupaten Ngada, Maria Veronika Manda, kepada Pos Kupang yang menghubungi handphone-nya, Sabtu (13/12/2008), mengatakan, dirinya tidak menyangka menu ini bisa meraih juara III dari 33 propinsi yang ikut dalam perlombaan tersebut.
Menurutnya, uta tabha dari NTT dinilai memenuhi kriteria sebagai makanan lokal yang memiliki nilai gizi dan seimbang. 

Dijelaskan, menu yang dilombakan ini sudah dimodifikasi sehingga tidak mendapat pendobelan kadar-kadar gizinya. Kalau, uta tabha asli biasanya ditambah dengan daun pepaya atau daun ubi-ubian, namun dalam perlombaan ini dimodifikasi sehingga cita rasanya lebih nikmat dan kandungan gizinya bermanfaat. 

Menurutnya, bersama temannya Maria Teresia Kadu, keduanya memodifikasi menu yang berbahan lokal jagung dan jewawut ini menjadi makanan yang lezat dan memiliki kandungan gizi yang beragam, seimbang dan aman untuk dikonsumsi oleh siapapun.

Istri dari Dominikus Begu ini mengatakan, mengisahkan keduanya diutus oleh Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi NTT mengikuti lomba tingkat nasional, karena berhasil meraih juara pertama di tingkat propinsi. Baginya, tujuan dari lomba ini sebenarnya bukan juara, tetapi bagaimana mensosialisasikan kepada masyarakat untuk memanfaatkan pangan lokal yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini dilakukan agar meminimalisir masyarakat dari ketergantungan pada pangan beras.

Ibu empat anak ini mengatakan, selama ini banyak masyarakat tidak bisa memanfaatkan pangan lokal yang memiliki nilai gizi yang tinggi karena keterbatasan pengetahuan untuk mengelolah. Oleh karena itu, sejalan dengan program Gubernur NTT "Anggur Merah', yang salah satunya memanfaatkan makanan lokal diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat NTT. (nia)
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Pangan Lokal dan Perubahan Perilaku

Oleh Gerady Tukan

Magister Biokimia, Dosen FMIPA Unwira Kupang

"AYO kawan kita bersama, menanam jagung di kebun kita...." Penggalan lagu ciptaan Ibu Sud ini terkenal merasuk kalbu seluruh rakyat Indonesia, terutama di kalangan pelajar SD, di era tahun 1970-1980-an. Saya teringat, ketika masih sebagai siswa SD, sekolah kami memiliki satu lahan kebun. Setiap hari Sabtu, setelah upacara bendera pagi, kami beramai-ramai menuju kebun sekolah sambil menyanyikan lagu itu, dan juga lagu mars ONM dan ONH. Maklum, saat itu NTT dipimpin oleh Gubernur Ben Mboi, yang gencar dengan program Operasi Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Hijau (ONH), dan menekankan berkebun. 


Menanam jagung, menanam ubi kayu, makan jagung, makan ubi kayu merupakan hal yang kini tidak familiar di generasi kita. Sebagian besar rakyat Indonesia, termasuk rakyat NTT, bahkan menganggap bahan-bahan itu sebagai makanan orang desa, makanan rakyat kecil, makanan rakyat kelas bawah. Jagung dan ubi kayu juga kerap disejajarkan dengan kemiskinan atau kelaparan dan rawan pangan.

Stigma yang ada saat ini mengatakan, jagung dan ubi kayu adalah gambaran kemelaratan, gambaran kemiskinan. Masyarakat saat ini lidahnya sudah terbiasa dengan makan nasi dari beras padi. Ketersediaan beras padi pun dapat diperoleh relatif gampang, baik dibeli di toko-toko, atau diperoleh di kantor desa, dalam statusnya sebagai beras raskin, beras padat karya, beras bantuan sosial, beras tanggap darurat, beras 'serangan fajar', dan berbagai atribut lainnya. 

Lalu mengapa paket Fren begitu berani mau menyeret masyarakat NTT untuk kembali menggauli jagung dan ubi kayu dalam bingkai pangan lokal dalam era yang serba maju ini?
Banyak pendapat yang telah kita baca, mengemukakan bahwa paket Fren mengangkat program kembali ke pangan lokal dengan lebih mengedepankan pengembangan jagung sebagai jalan keluar penguatan ekonomi rakyat NTT. Paket Fren dinilai berani mengangkat program ini dan terkesan mau melawan arus perkembangan zaman saat ini, karena berangkat dari kultur asli rakyat dan kondisi daerah NTT. Bahwa rakyat NTT memiliki tradisi agraris dengan kehandalan pengetahuan berladang. 

Daerah NTT memiliki iklim tropis panjang, maka tanaman jagung dan penghasil pangan lokal lainnya dipandang lebih pas untuk menjadi penyanggah ketahanan pangan rakyat NTT. Dengan modal dasar kehandalan bertani ladang serta kultur agraris, maka diharapkan pula agar komoditi jagung dan ubi kayu NTT tidak hanya sebatas ketahanan pangan lokal saja, akan tetapi untuk kepentingan komoditas ekspor. 

Namun fakta di lapangan dewasa ini agak berbeda. Bertanam jagung dan ubi kayu, sama dengan berkebun. Tradisi berkebun bagi rakyat NTT saat ini hanya sedang dipertahankan oleh generasi tua untuk mempertahankan hidup yang tersisa. Generasi muda sekarang sudah tidak berminat untuk berkebun. Mereka kini telah dihadapkan oleh berbagai tawaran pilihan hidup lain yang relatif jauh lebih mudah dan menguntungkan, ketimbang banting tulang berjemur panas di ladang, direndam hujan, membuang waktu di ladang selama tiga bulan penuh hanya untuk sekali panen, yang hasilnya juga belum tentu cukup untuk makan sendiri, apalagi dijadikan uang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Dalam sejarah NTT, belum terdengar ada satu keluarga, atau satu desa, atau satu kecamatan, atau satu kabupaten yang mashur karena jagung. Yang kita tahu adalah: Rote/Sabu = gula air. Ende = ubi kayu. Alor = kenari. Sumba = kuda. Flores Timur = ikan sembe. Sikka = kopra. Manggarai = kopi. Ngada = padi. TTS = cendana, jeruk, apel, sapi. TTU = cendana, sapi. Belu = jati, sapi. Lembata = ikan paus, siput. 

Sedangkan jagung, justru menjadi berita pilu bagi NTT setiap tahun seperti; gagal panen, rawan pangan, terancam kelaparan. Sebabnya adalah karena jagung mati kekeringan lantaran hujan yang tidak cukup. Setiap memulai musim tanam, rakyat NTT mulai diliputi kecemasan dan ketidaktentraman, lantaran curah hujan yang serba teka teki, tidak dapat dipastikan. Kecemasan akan gagal panen menjadi hantu wajib setiap tahun. Mengapa kita tidak perkuat dan pertajam maskot-maskot tiap daerah tersebut hingga dapat menguasai pasar dunia?

Perlu sosialisasi yang jujur
Paket Fren mungkin telah memiliki referensi yang kuat tentang peluang besar keberhasilan bertanam jagung di NTT untuk memajukan daerah ini. Di sini, paket Fren dan kabinetnya harus secara jujur mensosialisasikan kepada masyarakat NTT, apa alasan paling mendasar untuk men-jagung-kan NTT. Apakah untuk menjadi penyanggah ketahanan pangan lokal NTT semata, ataukah ada ambisi lainnya? Atau apakah NTT mau digiring untuk meniru dan mengejar Propinsi Gorontalo yang sukses menguasai pasaran jagung ke China, Filipina, Malaysia dan beberapa negara ASEAN lainnya untuk bahan baku pakan ternak di negaranya? 

Dua tujuan di atas tentu punya daya dan kiat motivasi yang berbeda. Ada cara motivasi bersifat persuasif, ada cara yang bersifat paksaan. Kita tentu berharap cara persuasiflah yang di digunakan secara cerdas dan memikat. Dengan begitu, masyarakat secara sadar dan penuh pengertian ingin mengubah hidup ke arah yang lebih baik dengan bertumpu pada jagung. Masyarakat akan menjadi sangat antusias dan bersemangat berkebun jagung. Mereka juga akan tegar menghadapi ancaman dan kendala, lalu kreatif mengelak dari kegagalan. Bahkan generasi muda pun akan bersemangat bertanam jagung. 

Lain halnya dengan pendekatan yang bersifat pemaksaan yang hanya untuk mengejar suatu target tertentu, penghargaan atas kesuksesan dan prestise. Hal kedua inilah yang patut digelisahkan. Sebab, dapat berakibat eksploitasi terhadap berbagai hal di luar kewajaran, dan jauh di luar daya jangkau serta kesanggupan masyarakat kita. Lalu dengan itu, kita datangkan pihak luar untuk bergerak demi memenuhi target yang kita tetapkan, dan masyarakat kita terpaksa menempati posisi sebagai penonton. Bagaimana pun programnya, pelaksana lapangannya adalah masyarakat di desa-desa. Cara sosialisasi menjadi kunci utama kesuksesannya. Kita ambil contoh saja, cara sosialisasi rencana investasi pertambangan emas di Kabupaten Lembata yang lebih bernuansa pemaksaan kehendak sehingga menuai penolakan, menimbulkan perpecahan di antara rakyat, yang telah menguras pikiran dan perhatian rakyat serta Pemda Lembata selama sekitar 3 tahun ini. Masyarakat digiring untuk setuju investor masuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi emas karena merupakan salah satu program pemerintah daerah, dan terutama untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Argumen dasarnya itu. Timbul penolakan dari masyarakat, karena seolah-olah tambang emaslah yang didewakan menjadi penyelamat hidup rakyat, lalu masyarakat menilai Pemda Lembata sempit wawasan dan tidak kreatif mengkondisikan dan mengajak masyarakat untuk melihat dan mengolah sumber daya alam lain terlebih dahulu. Masyarakat pun beralasan, untuk menaikkan PAD, dapat ditempuh melalui pengolahan sumber daya alam lain, asalkan pemerintah daerah fokus dan serius memfasilitasi pengolahannya, dan berada di pihak kepentingan dan keselamatan rakyat. 

Dunia membutuhkan jagung
Jagung, meskipun zaman sekarang tidak populer bagi rakyat NTT, namun kini menjadi bahan pembicaraan dunia. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mencatat, pasokan jagung di pasar dunia saat ini semakin menipis, sementara kebutuhan akan jagung meningkat dan menjadi penting. Jagung yang semulanya hanya sebatas bahan baku pakan ternak, kini telah menjadi bahan baku pembuatan etanol untuk produksi Bahan Bakar Nabati (BBN), suatu bahan bakar alternatif yang mulai diminati. 

Harga jagung di pasaran dunia cukup menjanjikan. Di tahun 2007, menembus level US$ 230 per ton (Rp 2.886,5/kg). Pasokan jagung untuk pasaran dunia didominasi oleh Amerika Serikat dengan produksi 40% dari total produksi dunia, disusul China 20%, Eropa 7% dan Brasil 6%. Namun kondisi ini belum sanggup memenuhi kebutuhan jagung dunia. Untuk tahun 2007, total produksi jagung sebesar 690 juta ton, sementara permintaan mencapai 740 juta ton. 

Indonesia baru sanggup mengekspor jagung rata-rata 40 ribu sampai 150 ribu ton per tahun. Sebaliknya import malah mencapai 400 ribu sampai 1,8 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Secara nasional, pemerintah berencana menggenjot produksi jagung dari 3,4 ton per hektar selama ini, menjadi 3,7 ton per hektar. Tahun 2010, Indonesia mematok target mengekspor jagung 2 juta ton, dan menjadi basis produksi jagung untuk ASEAN. Meskipun masih berupa rencana dan usaha-usaha menuju ke sana, namun Propinsi Gorontalo telah tampil ke permukaan menjadi penguasa ekspor jagung asal Indonesia ke beragai negara ASEAN. 

Ubah perilaku
Setelah jatropha dan ubi kayu aldira menuai keributan, kini masyarakat NTT dihadapkan lagi dengan program tanam jagung untuk pangan lokal. Sukses tidaknya program pangan lokal NTT sangat terletak pada pundak masyarakat di desa-desa. Di sini, masyarakat harus dikondisikan untuk percaya bahwa jagung atau ubi kayu atau lainnya dapat mengubah nasib hidup mereka. Pemerintah perlu memberikan motivasi yang nyata dengan terlebih dahulu menunjukkan bagaimana mencintai pangan lokal. Wujudnya; snack harian di kantor-kantor pemerintah atau acara-acara pemerintahan, perlu dirubah dari kue tart menjadi singkong olahan, pisang olahan atau jagung olahan. Nasi tumpeng harus diganti dengan jagung bose atau putu. Dan lain-lainnya. 

Dinas pertanian propinsi maupun kabupaten/kota, harus memiliki kebun (ladang dan sawah) sendiri untuk dijadikan contoh. Kebun conton itu harus memperlihatkan bagaimana menanam jagung dan ubi kayu pada kondisi hujan yang tidak menentu tetapi memberikan hasil melimpah. Memperlihatkan bagaimana menanam jagung dan ubi kayu di lahan (ladang) secara menetap alias tidak berpindah-pindah, tetapi memberikan hasil berlipat ganda dari tahun ke tahun. Dengan begitu, tidak terjadi perambahan hutan untuk dijadikan ladang jagung dan ubi kayu dengan alasan menyukseskan program kembali ke pangan lokal. Penanaman jagung dan ubi kayu sukses, kelestarian hutan pun tetap terjaga. 

Dinas pertanian memperlihatkan dan mengajarkan bagaimana keberpihakan menggunakan pupuk bokhasi organik dan menghindari penggunaan pupuk kimia, agar kondisi tanah dapat terawat dan produksi pangan lokal bebas dari kecemasan akan cemaran kimiawi. Di sini dinas pertanian harus melepaskan diri dari cengkraman intervensi monopoli perdagangan pupuk kimia, dan harus serius membeli pupuk bokhasi organik yang diproduksi masyarakat. Dinas pertanian harus memperlihatkan bagaimana panenan jagung dikelola pemasarannya sehingga mendatangkan keuntungan yang besar. Dan berbagai hal baik lainnya yang harus diperlihatkan. Masyarakat pun harus didatangkan untuk melihat contoh-contoh pada kebun milik dinas pertanian itu. 

Kinerja dan pengembangan kerja dinas pertanian perlu dibantu dengan kegiatan penelitian dan pengembangan yang intensif dan terpadu. Untuk itu, perlu dipikirkan agar NTT memiliki Dewan Riset Daerah (DRD) yang berperan melakukan penelitian dan pengembangan untuk pengolahan dan optimalisasi potensi daerah kita, termasuk pengembangan tanaman sumber pangan lokal. Pemerintah daerah perlu memikirkan hal ini dan mempunyai minat memanfaatkan dan memberdayakan ahli-ahli lokal. Sebaliknya, ahli-ahli lokal perlu membenah diri agar laku di mata pemerintah daerah dalam urusan penelitian dan pengembangan dimaksud. 

Untuk dapat memiliki kebun jagung contoh, maka dinas pertanian dapat merekrut para sarjana pertanian dan sarjana berdisiplin ilmu terkait lainnya yang banyak menganggur di NTT, untuk dikontrakkan 'otaknya' mengelola kebun itu berikut pengolahan pasca panennya, sebagai salah satu unit bisnis milik dinas untuk kepentingan daerah. Dengan begitu, dinas pertanian harus menjadi panutan dan benteng pendapatan dan perkuatan perkonomian daerah. 

Dinas itu harus menjadi tempat para petani bersandar, para petani datang dan mendapat penguatan, serta menjalin mitra dengan petani di desa secara bermakna. Bila perlu setiap hari bersama petani di kebun, menanam jagung sambil bernyayi 'ayo kawan kita bersama, menanam jagung di kebun kita....' *
Lanjut...

Posted in Label: , , | 0 komentar

Melihat Inisiasi Menyusui Dini di Sikka (1)


Oleh Ferry Ndoen

LIDAHNYA meliuk-liuk mendekati payudara. Lalu, secara naluriah mulut kecil nan mungil itu terus bergerak menuju sasaran puting susu. Namun upaya itu belum juga berhasil. Tapi perjuangan tak kunjung lelah untuk bisa mendapatkan air susu dari payudara. Lalu, perjuangan terus dilakukan bayi itu untuk mendapatkan air susu dari payudara ibunya. 

Dengan naluri yang tinggi, bayi itu terus bergerak mendekati payudara ibunya sambil menangis, dan mulutnya terus berusaha mendekat ke sasaran daerah puting susu ibunya. Dan..... slappp... ternyata bayi itu berhasil mendapatkan puting susu ibunya.

Perjuangan bayi yang baru lahir dan ingin mendapatkan puting susu ibunya untuk menyusui air susu ibu (ASI) eksklusif dari ibunya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Setelah berhasil, mulut bayi itu secara refleks terus menyedot ASI ibunya sampai ia tertidur pulas.

Itulah pemandangan menarik saat mengamati Maria Neti (28), warga RT 03, RW 01, Lorong Sepe, Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kota Maumere, pertama kali menyusui bayi yang baru dilahirkannya di Polindes Waioti, Kota Maumere, Senin (24/11/2008) pukul 17.35 Wita. Maria melahirkan seorang bayi laki-laki yang ia beri nama Karizeth. 
Ternyata proses pemberian ASI yang dilakukan Maria kepada bayi Karizeth terlebih dulu melalui proses konseling yang dilakukan bidan yang bertugas di polindes saat ia melakukan pemeriksaan rutin kehamilannya di Polindes Waioti. 

Konseling tentang tata cara menyusui bayi secara baik diberikan bidan Elisabeth Huller yang bertugas di Polindes Waioti pasca Maria partus (melahirkan, Red) walau saat itu ia melahirkan anaknya yang ketiga. 

Ternyata, Maria pun belum begitu memahami dengan baik dan benar tata cara memberikan ASI kepada bayinya. Misalnya, posisi bayi dan posisi ibu saat memberikan ASI.

Apa yang digambarkan di atas hanyalah sebuah cuplikan kecil dari sebuah proses program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang saat ini gencar dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka terhadap ibu hamil, dan juga ibu partus, ibu menyusui yang ada di kabupaten itu. 

Tentu apa yang digambarkan di atas akan menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa hanya urusan menyusui saja harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Bahkan, harus dimasukkan dalam sebuah program oleh instansi teknis Dinas Kesehatan dan program itu dinamakan IMD? 

Tentu jawabannya sederhana. Hal ini karena masyarakat kita umumnya masih sangat sederhana/tradisional sehingga banyak hal walaupun sepele, namun belum mengerti dengan baik dan benar terutama tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi berusia 0-6 bulan. 

Bahkan, soal ASI oleh ibu menyusui masih dianggap sepele karena mereka masih menganggap ASI bisa digantikan dengan memberikan air gula kepada bayinya. Bahkan, ASI bisa digantikan dengan air kopi sehingga dada bayi menjadi lebih kuat atau tidak akan kejang/step jika bayi sakit atau panas. Juga, sebagian ibu masih menganggap ASI bisa digantikan dengan susu formula yang dibeli di toko/supermaket.

Ternyata pengertian tentang IMD dan ASI eksklusif masih banyak yang belum diketahui para ibu hamil dan ibu partus di Sikka. Mereka masih mengerti secara parsial (sepenggal) tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi, dan juga bagi ibunya. Hal-hal yang penting dari ASI belum tergambar secara baik dan benar oleh kaum ibu yang ada di wilayah Sikka ini. 
Mereka belum begitu paham apa itu ASI eksklusif, tentang keuntungan menyusui, juga soal keuntungan/manfaat ASI bagi bayi dan ibunya.

Namun dengan adanya intervensi program IMD dan pemberian ASI eksklusif yang dilakukan Pemkab Sikka dengan mendapat dukungan Unicef (lembaga PBB yang menangani masalah anak, Red), maka dalam dua tahun terakhir (sejak tahun 2007) program ini mulai gencar dicanangkan di Sikka. Dengan adanya intervensi tentang program ini, maka ternyata cukup efektif karena ibu-ibu hamil, ibu partus dan ibu menyusui yang ada di Sikka secara bertahap mulai mengerti dan memahami pentingnya ASI eksklusif bagi bayi dan dirinya.

Untuk mendorong program IMD dan pemberian ASI eksklusif, Pemkab Sikka dan Unicef menggelar pelatihan konseling bagi bidan, tenaga gizi dan dokter yang bertugas di puskesmas, pustu, polindes yang ada di wilayah itu. Hal ini dilakukan karena tenaga kesehatan inilah yang langsung berhubungan dengan para ibu hamil dan ibu partus.

Staf Unicef Kupang, Helena Seran Ndolu, diwawancarai Pos Kupang di Hotel Pelita-Maumere, Selasa (25/11/2007) pagi sebelum memantau pelaksanaan program IMD dan pemberian ASI eksklusif terhadap bayi di lima kecamatan di Sikka yang dijadikan model program ini, mengatakan Unicef mendukung program IMD dan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Pasalnya, pemberian ASI eksklusif, selain menjadi hak bayi, ASI juga sangat tinggi kandungan nilai gizi yang sangat dibutuhkan bayi. Nilai kandung gizi ASI ini tidak terdapat dalam makanan pengganti jenis apapun, atau dalam susu formula merk apa pun.

"Kabupaten Sikka kita jadikan model/contoh terkait program IMD dan pemberian ASI eksklusif bayi 0-6 bulan. Model IMD dan ASI eksklusif dilaksanakan pada lima puskesmas di sembilan kecamatan. 

Program model IMD di Propinsi NTT dilaksanakan di Kabupaten Sikka dan Belu. Di Indonesia, program model ini dilakukan di Propinsi NTT (2 kabupaten) dan di Propinsi NTB," jelasnya.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Thomas Ola, yang diwawancarai di ruang kerjanya terkait program IMD dan pemberian ASI eksklusif bayi berusia 0-6 bulan menjelaskan, di Sikka ada 114 konselor ibu menyusui, yakni 102 konselor yang terdiri dari bidan, petugas gizi dan dokter, serta 12 orang pelatih konselor ibu menyusui merangkap konselor. 

"Para konselor ibu menyusui menyebar di 17 puskesmas, 67 polindes dan 65 pustu yang ada di Sikka. Sedangkan Unicef memberikan dukungan program model IMD dan konselor ibu menyusui pada lima puskesmas, yakni di Puskesmas Magepanda, Nele, Kopeta, Beru dan Puskesmas Waipare," jelas Thomas Ola didamping Kepala Seksi Gizi, Telly Gandut, SKM. (bersambung)
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Melihat Inisiasi Menyusui Dini di Sikka (2)


Oleh Ferry Ndoen

KEBANYAKAN masyarakat kita tidak pernah menduga jika bayinya terkena gizi buruk karena ada hubungan sebab akibat dengan perilaku menyusui. 

Pasalnya, seorang bayi bisa terkena gizi buruk juga karena ibunya tidak memberikan ASI eksklusif secara baik dan benar. Atau boleh jadi bayi tersebut diberikan ASI oleh ibunya, namun tidak secara sempurna sehingga bayinya tumbuh kembang dengan tidak sempurna lalu terkena gizi buruk. Padahal, ASI merupakan intervensi dan investasi yang paling murah dan paling efektif untuk mengatasi masalah gizi buruk pada bayi.

Masalah gizi buruk yang dialami bayi (balita) sering menjadi sorotan. Namun kita tidak pernah memperhatikan bahwa potensi ASI sebenarnya bisa mencegah kekurangan gizi atau mencegah gizi buruk yang dialami bayi secara dini. ASI juga dapat melindungi bayi dari kekurangan gizi, dan dapat mencegah penyakit infeksi lewat pemberian ASI eksklusif selama 0 - 6 bulan pertama lalu dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping MP ASI tanpa harus menghentikan pemberian ASI sampai bayi berusia 2 tahun lebih.

Sebenarnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi sama atau identik dengan investasi masa depan (IMD). Pasalnya, bayi secara dini telah diberi asupan makan/minuman bergizi yang tak tertandingi nilainya dari ASI ibunya sehingga tumbuh kembang bayi akan jauh lebih baik. Selain itu, daya tahan/imun tubuh bayi akan jauh lebih baik. 

Namun program yang saat ini dilakukan pemerintah pada umumnya sering terlambat karena pemerintah melakukan investasi serta intervensi program saat bayi sudah terkena gizi buruk baru diambil tindakan/langkah penyelamatan (tindakan darurat berupa pemberian makanan tambahan/PMT bergizi oleh instansi teknis.

Jika investasi ini yang dipilih pemerintah, maka berapa pun nilai dana/uang yang dikucurkan, hasilnya tidak akan siginifikan. Karena program ini sama dengan pogram 'pemadam kebakaran' dimana bayi dan anak balita sudah terkena gizi buruk baru dilakukan intervensi melalui program yang menyedot dana hingga miliaran rupiah.

Seharusnya, saat ibu hamil hingga partus, khususnya saat bayi 0- 6 bulan pertama, pemerintah melalui petugas medis yang ada di fasilitas kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, RSU) melakukan investasi berupa IMD kepada ibu-ibu menyusui sehingga ibu-ibu menyusui lebih tekun/serius memberikan ASI secara tepat waktu, dan konsisten kepada bayinya. 

Hal ini dimaksudkan agar bayi bisa mendapatkan jatah kandungan makanan bergizi melalui ASI yang dibutuh tubuhnya karena nilai ASI tidak bisa digantikan dalam bentuk pemberian makanan/susu formula, serta tidak bisa digantikan dengan makanan bervitamin jenis apa pun. 

Mestinya, nilai tumbuh kembang bayi sejak 0-6 bulan pertama berlanjut hingga 2 tahun inilah yang mesti mendapat porsi perhatian lebih dari pemerintah, termasuk wajib memberikan ASI eksklusif kepada bayi tanpa harus memberikan makanan/minuman tambahan, termasuk air putih sekalipun. Hal ini karena nilai kandungan gizi sudah tercakup dalam ASI ibunya.

Data yang ada di Bagian Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sikka menerangkan bahwa dari 28.000 balita yang ditimbang di fasilitas kesehatan yang ada di Sikka (polindes, pustu, puskesmas) sampai dengan bulan Agustus tahun 2008 tercatat 1,3 persen diantaranya mengalami gizi buruk atau sekitar 400 balita di Sikka mengalami gizi buruk. 

Karena itu, pemberian ASI eksklusif kepada bayi menjadi sangat penting untuk disosialisasikan kepada ibu hamil, ibu partus dan ibu menyusui di pedesaan atau saat mereka datang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan yang tersedia.

Mengapa hal ini begitu penting, karena kebiasaan ibu-ibu menyusui yang tinggal/domisili di dusun/kampung/desa, lebih fokus masuk kebun/ladang untuk mengurus kebunnya ketimbang memperhatikan pemberian ASI secara baik kepada bayinya. Kondisi ini menyebabkan bayinya kurang mendapat perhatian dalam pemberian ASI secara benar dan tepat waktu. 
Bahkan di Kabupaten Sikka, ada ibu menyusui yang masih tega memberikan air gula, bahkan bubur kepada bayi yang masih berusia di bawah enam bulan dengan alasan harus bekerja (masuk) menyiangi kebun yang menjadi sandaran hidup ekonomi keluarga. Atau, dengan alasan untuk membantu suami mencari nafkah, dan sebagianya. Bahkan, masih menjadi tradisi sebagian warga di Sikka jika bayi lahir diberikan pisang yang diulik halus. Hal ini sangat tidak dibenarkan. 

Bahkan, di wilayah perkotaan, ibu-ibu menyusui memilih memberikan bayinya susu formula sebagai pengganti ASI manakala ia harus kembali bekerja setelah masa cuti (izin melahirkan) telah berakhir/selesai termasuk ketika sang ibu sakit. 

Sementara ada begitu banyak cara yang bisa dilakukan ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI kepada bayinya tanpa harus membeli susu formula. 

Cara yang bisa dilakukan, yakni dengan memeras ASI ke dalam tempat/wadah yang bersih, dan ASI itu bisa disimpan dalam wadah tertutup selama 8-10 jam pada suhu ruangan atau 72 jam dalam kulkas. Lalu, ketika bayi membutuhkan ASI, maka bisa diberikan dengan memberikan ASI perahan yang ada di gelas/cangkir dengan sendok.

Ibu Maria Rosa Misle (31), ibu menyusui warga Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda, Sikka, diwawancarai, Rabu (26/11/2008) di kediamannya mengakui ia melahirkan Charles da Cruz, anak ketiganya dengan berat 4,7 kg. Saat ini bayinya telah berusia 4 bulan dengan berat 8,7 kg. 

"Saya hamil suka cari kerang di laut untuk dimasak, dan saya suka makan kerang. Saat hamil ia juga rajin periksa ke Puskesmas Magepanda. Saat lahr, saya juga rajin membawa bayi untuk ditimbang dan periksa di posyandu. Saya melahirkan dibantu bidan Rini serta mendapat konseling tentang ibu menyusui," kata Maria.

Menurut pemantauan Pos Kupang, bayi Charles terlihat ceria dan lincah. Walau baru berusia 4 bulan, bayi ini sangat kuat cengkramannya dan tidak rewel. "Anak saya tidak pernah sakit termasuk batuk pilek sekalipun. Saya memberikannya ASI eksklusif sampai saat ini dan akan saya lanjutkan sampai bayi ini berusia 2 tahun nanti," kata Maria. (bersambung)
Lanjut...

Posted in Label: , | 1 komentar

Melihat Inisiasi Menyusui Dini di Sikka (3)


Oleh Ferry Ndoen

KOLOSTRUM, sebuah istilah yang sangat akrab di telinga perawat, bidan dan dokter. Namun istilah kolostrum ini sendiri banyak yang belum dimengerti/dipahami arti sesungguhnya oleh kaum ibu, khususnya ibu hamil, ibu partus dan ibu menyusui. 
Ibu menyusui biasanya memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya secara alamiah (kodrati) tanpa mengetahui tentang manfaat yang tinggi dari zat yang terdapat dalam ASI tersebut bagi bayinya.

ASI itu sendiri adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu seorang ibu dalam masa kehamilan dan langsung dikeluarkan sejak bayi dilahirkan. ASI Yang dikeluarkan pada hari pertama setelah bayi dilahirkan disebut air susu awal (kolostrum) yang berwarna kekuning-kuningan dan agak kental. 

Zat ini merupakan makanan bayi yang sangat baik karena mengandung zat gizi yang tinggi, zat kekebalan untuk melawan penyakit infeksi. Namun kolostrum ini belum banyak diketahui manfaatnya oleh para ibu menyusui.

Manfaat dan keuntungan ASI untuk bayi, selain memenuhi semua kebutuhan gizi, juga mudah dicerna dan tidak menyebabkan konstipasi. Juga memberikan perlindungan untuk melawan diare serta memberi antibodi terhadap penyakit.Pemberian ASI juga membantu penyembuhan penyakit yang diderita bayi serta mempercepat perbaikan saluran pencernaan setelah diare.

Karena itu, sudah saatnya istilah yang sederhana yang terkandung dalam ASI ini disosialisasikan secara baik kepada masyarakat di NTT , khususnya para ibu menyusui yang umumnya masih awam, sehingga mereka benar-benar memberikan ASI secara tepat dan benar kepada bayinya.
Program model Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dalam dua tahun terakhir (2007-2008) gencar dilaksanakan oleh Unicef bersama pemerintah di dua kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni di Kabupaten Sikka dan Belu, mestinya bisa direspons dan diadopsi oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya di NTT. 

Inovasi model program IMD seperti ini harus bisa ditangkap para stakeholder (penentu kebijakan) lingkup pemerintahan (eksekutif dan legislatif), dan bukan cuma pada dua kabupaten yang saat ini gencar melaksanakan program model IMD. Diharapkan program ini bisa ditangkap dan dilaksanakan di semua wilayah di NTT, khususnya memberikan pemahaman tentang IMD bagi ibu hamil, partus dan ibu menyusui.

Mengapa program IMD yang didorong pihak Unicef ini perlu dilaksanakan secara merata di 20 kabupaten/kota di NTT? Karena dengan melaksanakan/menerapkan program IMD secara menyeluruh di NTT, maka tanpa sadar pemerintah di propinsi kepulauan ini sedang melakukan investasi masa depan/IMD yang baik untuk menciptakan generasi yang sehat, cerdas dan berkualitas sebagai generasi penerus pewaris bangsa. 

Memang apa yang dilakukan melalui program IMD, jika dilihat sepintas, sepertinya sepele dan remeh-temeh. Kita bisa mengambil contoh sederhana program cuci tangan sebelum makan yang dicanangkan pemerintah secara nasional.
Sebenarnya pesan yang ingin disampaikan dari IMD dan pemberian ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ASI hingga bayi berusia minimal 24 bulan sangat penting, dan pesan ini perlu digalakkan.  Dan yang paling berperan untuk menyampaikan pesan ini  kepada ibu menyusui, yakni perawat, bidan serta dokter (tenaga kesehatan) karena mereka inilah yang setiap waktu berada di fasilitas kesehatan untuk melayani masyarakat.

Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Kesejahteraan Keluarga , Cornelia Mude, yang diwawancarai Pos Kupang di Kantor Dinas Kesehatan Sikka, Selasa (26/11/2008), mengatakan, di Sikka terdapat 262 orang bidan yang bertugas di 160 desa, pada 17 puskesmas, puskesmas pembantu dan pondok bersalin desa (polindes). 

Dari jumlah tenaga kesehatan yang ada ini, sebagian sudah mengikuti pelatihan sebagai konselor ibu menyusui yang dilaksanakan pemerintah, selain Unicef. Beberapa diantaranya bahkan telah dilatih sebagai pelatih konselor ibu menyusui.
"Pemkab Sikka mendukung program IMD. Dukungan ini juga tertuang dalam mata anggaran APBD. Kita berharap ke depan secara bertahap semua tenaga kesehatan, bukan hanya bidan, termasuk perawat, bisa mengikuti pelatihan konselor ibu menyusui," kata Mude.

Plt. Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sikka, Thomas Ola, yang ditemui terpisah mengakui program IMD yang dilaksanakan di Sikka merupakan salah satu program prioritas untuk mendukung indeks pembangunan manusia. 

Salah satunya melalui pemberian ASI eksklusif kepada bayi 0-6 bulan karena aspek ini terkait erat dengan Panca Program Pemkab Sikka yang dicanangkan Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang dan Wabup, dr. Wera Damianus, M. M.

Kita semua berharap, dengan diluncurkannya program model IMD di Kabupaten Sikka dan Belu ini, pemerintah kabupaten/kota lainnya juga bisa meniru dan menerapkan program ini di wilayahnya masing-masing, yang nantinya bisa tergambar dalam APBD setiap daerah.

Kepala Kantor Unicef Perwakilan NTT, Dr. Virginia Kadarsan, yang diwawancarai Pos Kupang di ruang kerjanya, mengakui Unicef melihat tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bidan sangat strategis sehingga harus disiapkan dan dioptimalkan melalui pelatihan sebagai seorang konselor ibu menyusui karena para tenaga kesehatan inilah yang selalu melayani ibu hamil, ibu partus dan ibu menyusui.

"Pemberian ASI eksklusif kepada bayi sebagai sebuah fondasi. Ini merupakan sebuah investasi dini saat bayi masih berusia 0-6 bulan dilanjutkan sampai usia 2 tahun," tambahnya. Program model IMD ini telah digulirkan di dua kabupaten di  NTT. Kita berharap kabupaten/kota lainnya bisa menerapkan program ini di daerahnya masing-masing karena apa yang di laksanakan saat ini tidak akan dituai sekarang ini, namun akan terlihat pada lima, sepuluh bahkan puluhan tahun yang akan datang, dengan melihat generasi kita yang cerdas, sehat dan berkualitas. (habis)
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Program Jagung

Oleh Petrus Kase

Kandidat doktor, ilmu administrasi dan kebijakan publik, Universitas Padjadjaran, Bandung

KETIKA membaca berita tentang program jagung di NTT (Kompas, 8 Oktober 2008, hal 22) hati saya terasa sangat lega karena impian saya telah terwujud. Impian ini muncul ketika saya mengikuti dialog sebuah telivisi nasional dengan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhamad, tentang keberhasilan program jagung di Propinsi Gorontalo, dua tahun yang lalu. Menurut gubernur, dengan sedikit nada kritikan, "sebagian pemerintah daerah di Indonesia menetapkan banyak program yang bagus, namun kurang sesuai dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat sehingga sulit diimplementasikan. Seharusnya setiap pemerintah daerah memiliki satu program unggulan yang sesuai dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat". 

Ketika itu saya berpikir, kenapa pemerintah daerah tidak memikirkan program jagung di NTT yang mayoritas masyarakatnya, dari sisi kultur pertanian maupun konsumsi pangan, jagung bukan hal baru? Pikiran lainnya bahwa dengan adanya program jagung di NTT maka produksi jagung akan meningkat dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat akan menguat sehingga masalah kurang gizi dan busur lapar di NTT dapat dieliminir. 

Program ini patut disambut dengan gembira karena pemerintah daerah peduli dengan kepentingan daerah dan masyarakat. Namun, di satu sisi masih ada keraguan karena walaupun tujuan program ini mulia, belum tentu efektif pencapaiannya. Rumusan program bisa bagus, tetapi implementasinya bisa lemah sehingga menghambat pencapaian tujuan yang diinginkan. 

Keraguan ini muncul karena alasan teoritis maupun empiris. Secara teoritis, sejumlah ahli kebijakan publik mengatakan bahwa setiap kebijakan pemerintah apa pun pasti mengandung risiko kegagalan. Bahkan Hogwood dan Gunn (1974) menjelaskan dua kategori kegagalan kebijakan atau policy failure yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful implementation (implementasi yang tidak berhasil). Non implementation berarti suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai rencana, karena tidak ada kerjasama atau pihak-pihak yang terlibat tidak bekerja secara efisien, atau tidak menguasai permasalahan. Unsuccessful implementation berarti suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai rencana, namun tidak berhasil mencapai tujuan karena kondisi eksternal yang tidak menguntungkan (misalnya, bencana alam dan sebagainya). Biasanya kebijakan gagal karena faktor-faktor seperti : pelaksanaannya jelek (bad execution), kebijakannya sendiri memang jelek (bad policy), atau kebijakan itu memang bernasib jelek (bad luck). 

Secara empiris, kenyataan membuktikan bahwa sejumlah program pemerintah gagal mewujudkan tujuan yang diharapkan. Padahal, program itu telah dirancang dengan baik di mana tujuan, sasaran, prosedur pelaksanaan, standar dan indikator-indikator pencapaian tujuan telah ditetapkan secara jelas. Salah satu contohnya, program asuransi kesehatan keluarga miskin (askeskin), yang pelaksanaannya dalam tahun 2007 menemui banyak masalah krusial seperti ketidakakuratan data peserta, keterlambatan penerbitan dan distribusi kartu peserta, penyalahgunaan hak atas fasilitas askeskin oleh banyak keluarga tidak miskin hanya untuk bebas dari kewajiban membayar rumah sakit, keterlambatan pencairan dana sehingga proses pelayanan kesehatan di rumah sakit terganggu, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Walaupun demikian, ada juga program pemerintah yang berhasil mewujudkan tujuannya. Misalnya, program jagung di Propinsi Gorontalo. 

Dalam pelaksanaan program jagung di NTT, pemerintah daerah dan seluruh jajarannya serta pihak terkait lainnya dapat belajar dari kegagalan dan keberhasilan sejumlah program pemerintah dalam merealisasikan tujuannya. Keberhasilan program jagung di Propinsi Gorontalo bisa dijadikan contoh. Studi banding bisa dilakukan untuk mempelajari trik-trik keberhasilan program jagung di Propinsi Gorontalo. Tetapi potensi daerah, kondisi lahan, kondisi managemen pemerintahan, dan kondisi sosial budaya dan politik masyarakat tentu berbeda antara Gorontalo dan NTT. Karena itu, faktor-faktor ini perlu diperhitungkan secara matang sehingga dapat diambil strategi yang paling sesuai untuk kondisi di NTT. Bukannya mengadopsi secara utuh trik-trik keberhasilan itu.

Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan suatu kebijakan atau program tentu dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Van Meter dan Van Horn (1975) mengemukakan enam faktor yang mempengaruhi efektif tidaknya pencapaian tujuan kebijakan yaitu standar dan tujuan, sumber-sumber, komunikasi antar-organisasi dan kegiatan pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik, serta sikap pelaksana. Mengacu pada keenam faktor ini dan berbekal sedikit informasi tentang formulasi isi (content) program jagung di NTT, maka penulis ingin memberi beberapa pikiran sebagai berikut. 

Sesuai informasi, Kompas (8 Oktober 2008) mengatakan : "Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan NTT, Ir. Piet Muga di Kupang, Selasa (7/10/2008) mengatakan, sesuai program jangka pendek Gubernur NTT, semua instansi pemerintah saat ini fokus pada budidaya jagung. Tanaman jagung bukan hal baru di NTT karena sudah lama dikenal masyarakat NTT. Hanya tingkat produksi, pemanfaatan dan pemasaran jagung perlu ditingkatkan dan ditata". 

Tujuan program ini sangat mulia, yaitu untuk meningkatkan produksi, pemanfaatan dan pemasaran jagung, namun hendaknya program ini jangan lebih terfokus pada aspek komersial sehingga pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat diabaikan. Apabila demikian, maka apa dampak program ini terhadap pangan masyarakat? Apakah produksi jagung dijual untuk membeli beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat? Apakah nilai konsumsi jagung sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat NTT telah bergeser karena nilai konsumsi beras atau jenis pangan lainnya? Apabila benar bahwa program ini lebih terfokus pada aspek komersial, maka hal ini sangat ironis, karena kebanyakan masyarakat NTT masih terlilit masalah kurang terpenuhinya kebutuhan pangan, kurang gizi dan busung lapar. Seharusnya tujuan utama program ini adalah pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan apabila tujuan ini telah tercapai baru diikuti komersialisasi. 

Dari informasi Kompas di atas, juga terlihat seakan sasaran dan cakupan program ini adalah semua instansi pemerintah. Apabila benar maka cakupan program ini masih terbatas dan belum menyentuh sasaran yang sebenarnya yaitu masyarakat petani karena seharusnya mereka yang paling berhak mendapat manfaat dari program ini. Masyarakat petani bisa berperan sebagai pelaksana sekaligus pemanfaat program, bukan sebagai penonton. Masyarakat petani juga butuh pemberdayaan sehingga mereka mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan dan mengatasi kemiskinannya. Instansi pemerintah mungkin hanya boleh berperan sebagai fasilitator namun apakah semua instansi pemerintah cukup kompoten untuk mengemban tugas ini?

Dari sisi sumber-sumber program maka ketersediaan lahan, jenis dan kualitas bibit, pupuk dan fasilitas lainnya merupakan sumber-sumber yang sangat penting dalam mendukung pencapaian tujuan program ini. Karena itu, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menyediakan sumber-sumber ini secara memadai. Apalagi kalau pelaksana program ini adalah masyarakat petani maka adalah kurang bertanggung jawab apabila pemerintah daerah membiarkan masyarakat petani menyediakan sendiri sumber-sumber ini. Pupuk adalah sarana yang sangat penting karena sebagian besar lahan pertanian di NTT adalah lahan kritis. Kurang tersedianya sumber-sumber ini dalam jumlah dan kualitas yang memadai dapat berakibat gagalnya pencapaian tujuan program. 

Begitu pula, kondisi sosial budaya sebagian masyarakat di NTT bisa menghambat pencapaian tujuan program. Misalnya, budaya beternak lepas. Sementara itu, banyak lahan pertanian tidak dipagari oleh pemiliknya atau dipagari tetapi mudah rusak karena ulah ternak maupun manusia. Akhirnya, sejumlah warga masyarakat gagal panen karena tanaman jagung sudah dirusak sejak dini dan tidak memberi hasil apa-apa. Padahal gagal panen juga merupakan salah satu sebab busung lapar di sejumlah daerah di NTT.

Kondisi sosial budaya seperti ini masih ditemui pada sebagian masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan mungkin juga di kabupaten lainnya. Bahkan ada tokoh masyarakat setempat yang tidak peduli jika ternaknya merusak tanaman warga lain. Budaya beternak lepas juga sering mengakibatkan konflik sehingga merusak tatanan dan ikatan sosial warga masyarakat setempat. Namun, persoalan ini pun masih kurang mendapat respon dari pemerintah daerah. Belum ada perangkat hukum pemerintah daerah yang dapat menertibkan kondisi sosial budaya ini secara efektif. 

Demikian beberapa pikiran dalam tulisan ini dan kiranya pemerintah daerah dan seluruh jajarannya, serta pihak terkait lainnya tergugah untuk lebih responsif, antisipatif, akuntabel, efisien dan efektif, dan adil dalam melaksanakan program jagung di NTT. Apabila sasaran program ini adalah warga masyarakat miskin, maka pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat akan semakin menguat sehingga masalah kurang gizi dan busung lapar di NTT dapat dieliminir. Apabila kesejahteraan warga masyarakat miskin meningkat karena program ini maka kepercayaan mereka kepada pemerintah daerah juga akan meningkat.*

Pos Kupang edisi Sabtu 6 Desember 2008 halaman 14
Lanjut...

Posted in Label: | 1 komentar

Susui Anak Lantaran Janji ke Allah

Yogyakarta (ANTARA News) - Ratih Sanggarwati menyusui ketiga anaknya secara langsung menggunakan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif semata-mata lantaran janjinya kepada Allah SWT.

"Saya pernah berjanji, jika Allah SWT memberikan kesempatan kepada saya untuk mengandung dan melahirkan anak, maka saya akan memberikan ASI eksklusif untuk anak saya," kata Ratih Sanggarwati ketika mengisi acara Talk Show "Menjadi Ibu Berprestasi dengan Menyusui" di Yogyakarta, Minggu.

Mantan top model Indonesia yang akrab dengan panggilan Ratih Sang itu memukau peserta percakapan langsung yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Persaudaraan Muslimah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ketika membawakan puisi ciptaannya yang berjudul "Merenung".

Puisi itu menceritakan bagaimana mulianya seorang wanita karena telah diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk untuk mengandung dan melahirkan.

Perempuan kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 8 Desember 1962 itu menceritakan pengalamannya dalam menjaga komitmen yang telah dia buat untuk menyusui ketiga anaknya dengan ASI ekslusif.

"Anak pertama, saya beri ASI selama 10 bulan, anak kedua selama dua tahun, dan anak ketiga selama setahun," kata dia.

Menurut pengamatan saya, kata dia, anak yang paling cerdas, sehat, dan kuat adalah anak kedua saya."Ketika kelas dua SD, anak kedua saya sudah khatam Al Quran, padahal kakaknya belum," kata dia. 

Ia menghimbau, ibu-ibu yang memiliki bayi untuk tetap memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama.

Ketika salah seorang peserta diskusi menyampaikan pertanyaan, karena merasa bingung antara memilih menyusui anaknya dan menuntut ilmu ke luar negeri, Ratih yang "None Jakarta 1984" menyarankan, untuk memilih menjalankan perintah agama, yaitu menyusui anak.

"Kita semua berdoa, semoga ibu mendapatkan kesempatan sepuluh kali lipat untuk menuntut ilmu ke luar negeri. Tapi, kesempatan untuk menyusui anak hanya datang satu kali," katanya menambahkan. (*)
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Memprihatinkan, Kesadaran Memberi ASI di Indonesia

Jakarta, 27/8/2007 (ANTARA) - Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta mengatakan bahwa meskipun usaha untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat gencar dilakukan, tapi kesadaran masyarakat untuk pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan.

"Cakupan ASI eksklusif 6 bulan hanya 39,5 persen dari keseluruhan bayi dan hal yang sangat menyedihkan adalah peningkatan pemakaian susu formula sampai tiga kali lipat antara 1997-2002," kata Meutia Hatta pada acara puncak peringatan pekan ASI sedunia 2007 di Istana Negara, Senin.

Menurut dia, berdasarkan data yang ada pada 2002-2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberikan ASI eksklusif hanya 55 persen sementara itu pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 2 bulan hanya 64 persen, 46 persen pada bayi berumur 2-3 bulan dan 14 persen pada bayi berumur 4-5 bulan.

Dikatakan bahwa permasalahan yang mengakibatkan masih rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan akan pentingnya ASI, jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program pemberian ASI, gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat termasuk institusi yang mempekerjakan perempuan untuk ibu menyusui.

Oleh karena itu, lanjut dia, keberhasilan ibu menyusui juga ditentukan oleh dukungan yang terus menerus dari suami, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat untuk terus menyusui bayinya.

"Salah satu alasan ibu tidak berhasil memberikan ASI eksklusif adalah ketidakmampuan bayi menghisap ASI dengan benar karena penolong persalinan yang memisahkan bayi dari ibunya begitu dilahirkan menghambat naluri bayi," ujarnya.

Sejalan dengan itu, lanjut dia, Tema Pekan ASI sedunia 2007 adalah mengangkat inisiasi menyusu dini, setelah dilahirkan bayi langsung diletakkan di perut ibu sehingga bayi secara alamiah akan mencari puting susu ibunya dan menghisap ASI.

"Keberhasilan inisiasi menyusu dini akan membantu keberhasilan menyusui secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai anak berusia 2 tahun," katanya.

Mengacu pada Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), kata Meneg PP, inisiasi menyusu dini yang dilanjutkan hingga 6 bulan dan 2 tahun dapat membantu mempercepat pencapaian menghapus kemiskinan dan kelaparan.

"Hilangnya kesempatan memperoleh ASI menyebabkan lebih dari lima juta anak balita, termasuk bayi kurang dari 1 tahun, menderita kurang gizi dan sekitar 1,7 juta balita mengalami gizi buruk," katanya.

Tindakan inisiasi menyusu dini juga akan sangat membantu tercapainya tujuan MDGs nomor emat yaitu mengurangi angka kematian anak karena menyusu dini dalam satu jan pertama setelah melahirkan akan mengurangi kematian bayi baru lahir, ujarnya.

"Setiap ibu harus dibantu agar mendapat kesempatan untuk dapat menyusui mulai satu jam pertama," katanya.

Tema peringatan pekan ASI Sedunia 2007 adalah "Menyusu Satu Jam Pertama Kehidupan Dilanjutkan dengan Menyusui Eksklusif 6 bulan, Menyelamatkan Lebih Dari 1 juta Bayi".(*)
Lanjut...

Posted in Label: , | 1 komentar

ASI Eksklusif Penangkal Gizi Buruk pada Bayi

Medan (ANTARA News) - Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi usia 0-6 bulan tanpa diselingi makanan lain (eksklusif) secara teratur merupakan salah satu upaya pencegahan gizi buruk pada bayi.

Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara (USU), Drs Jumirah Apt M Kes, di Medan, Sabtu, mengatakan, dewasa ini masih banyak ibu yang tidak menyadari bahwa ASI merupakan salah satu penangkal gizi buruk karena memiliki protein tinggi, steril, dan merupakan anti bodi terbaik bagi bayi.

Ia mengatakan, gizi buruk merupakan permasalahan komplek yang disebabkan banyak faktor diantaranya perilaku ibu, penyakit dan kurangnya asupan makanan yang bergizi.

Fenomena saat ini adalah banyaknya perilaku ibu yang memberikan susu formula pada bayinya. Padahal salah satu penyebab gizi buruk adalah banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya.

Ini disebabkan banyaknya ibu yang tidak faham bahwa ASI adalah makanan yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Umar Zein, mengatakan, terjadinya kasus gizi buruk pada balita disebabkan banyak faktor.

Beberapa diantaranya disebabkan menurunnya daya beli masyarakat terhadap makanan bergizi, penyakit yang diderita sehingga tubuh tidak bisa menyerap gizi dari makanan yang dikonsumsi dan minimnya pengetahuan orang tua terhadap makanan bergizi. 

"Demi menekan kasus gizi buruk di Medan, kami akan terus melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat serta makanan bergizi," katanya.(*)
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Produk Pangan Indonesia Ditolak Karena Kotor

Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 33-80 persen atau rata-rata 62 persen produk pangan Indonesia yang ditolak masuk di pasar internasional (AS) karena alasan keamanan pangan, dengan kata lain atas alasan filthy atau kotor.

Direktur Southeast Asian Food & Agricultural Science & Tecnology (Seafast) Center, IPB, Dr Purwiyatno Hariyadi mengatakan, filthy terjadi karena masih kurang atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik dalam proses produksi pangan.

Di sela Konferensi "Investing in Food Quality, Safety and Nutrition" di Jakarta, Selasa, ia menyesalkan hal tersebut bisa terjadi. Karena, menurut dia, prinsip penanganan dan pengolahan yang baik sebenarnya tidak sulit dan tidak memerlukan investasi yang terlalu besar, sementara pengaruhnya bisa meningkatkan perekonomian skala kecil secara signifikan.

Karena itu industri pangan yang didominasi oleh Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) itu, lanjut dia, perlu mendapatkan skema pemberdayaan yang tepat dalam rangka menjamin pangan yang bermutu, aman dan bergizi.

Ia menambahkan bahwa soal kondisi mutu dan keamanan pangan nasional kenyataannya tidak terlalu bagus, dan ditunjukkan oleh data keracunan pangan yang secara kualitatif, menunjukkan rendahnya kondisi sanitasi dan higiene sarana produksi pangan di Indonesia.

Ia mencontohkan, dari data kejadian luar biasa (KLB) yang tercatat sejumlah 610 KLB dari tahun 2001-2006, diketahui bahwa penyebab keracunan utama adalah karena mikroba dan umumnya terjadi pada produk pangan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga dan jasa Boga.

"Banyak UMKM yang sarana produksinya tidak memenuhi ketentuan; sehingga tidak mampu menerapkan GMP (good manufacturing practices) secara konsisten. Bahkan, untuk industri rumah tangga pangan, sebesar 75,91 persen dari total sarana tidak memenuhi ketentuan," katanya.

Karena itu kepada industri rumah tangga pangan itu, ujarnya, perlu difasilitasi agar mampu melengkapi diri dengan sarana dan prasarana dasar sanitasi dan higiene yang diperlukan dalam pelaksanaan proses produksi pangan sesuai dengan kaidah GMP. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/10/28/62-persen-produk-pangan-indonesia-ditolak-
karena-koto r/
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Bank Dunia: Cadangan Pangan Indonesia Kritis

Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memperingatkan bahwa cadangan pangan Indonesia berada dalam titik terendah sehingga bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi sejak awal.

"Cadangan pangan berada di titik terendah itu terjadi di seluruh dunia, saya sudah bilang pada Juni 2007 lalu, itu menjadi warning (peringatan) untuk kita," kata Deputi Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan, cadangan pangan dunia turun hampir separuh yang kemudian menyebabkan kenaikan harga pangan pada saat ini.

Menurut dia, kenaikan harga pangan dunia juga diperparah dengan kondisi pasar keuangan dunia (pasar uang dan pasar modal) yang tidak terlalu menggembirakan karena suku bunga global (khususnya) di AS yang sangat rendah.

Dengan kondisi seperti itu, saat ini banyak sekali investor yang beralih ke pasar komoditas, sehingga yang banyak bergerak adalah "paper market" (bursa berjangka) dari komoditas.

"Ini menurut saya adalah situasi baru yang terjadi dalam 20 tahun terakhir. Ini saya kira harus direspon oleh seluruh pengambil kebijakan di dunia termasuk Indonesia. Kita belum memutuskan apa yang akan kita lakukan untuk meredam dampak negatif dari fluktuasi yang diakibatkan oleh spekulasi dan bergeraknya paper market dari komoditas. Ini yang sedang kita cari bersama-sama," katanya.

Menurut dia, dalam waktu tidak terlalu lama jika harga minyak kelapa sawit (CPO) dan kedelai terus naik maka konsumennya tidak akan kuat membeli.

"Ini yang jadi problem bagi semua, dan saya kira ini akan direspon oleh semua," katanya.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/4/bank-dunia-peringatkan-cadangan-pangan-indonesia-kritis/
Lanjut...

Posted in Label: | 1 komentar

Pakar Pangan dan Petani Perangi Kelaparan

MAUMERE, PK--Menyongsong Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) XVIII tahun 2008 tingkat Propinsi NTT, pakar pangan, pejabat pusat, propinsi, kabupaten/kota se-Propinsi NTT, serta perwakilan petani se-NTT berkumpul di Kota Maumere, Ibu kota Kabupaten Sikka. Pertemuan ini digelar dalam upaya menyamakan persepsi, merumuskan program kerja memerangi kelaparan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan di NTT.

Kegiatan bertemakan "NTT Food Summit 2008, Momentum Membangun Ketahanan Pangan NTT Baru" ini digelar di Aula Hotel Benggoan 3, Maumere tanggal 28-29 Oktober. Puncak HPS tingkat Propinsi NTT tanggal 30 Oktober 2008 akan dilaksanakan di Kecamatan Waigete.

Kegiatan ini buka Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si, dihadiri Kepala Badan Ketahanan Pangan Deptan, Prof. Dr. Ahmad Suryana; Setwapres Karo KLH Bidang Kesra, Dr. Sonya Priyatharsini; Kapus Ketersediaan dan Kerawanan Pangan BKP Deptan, Dr. Ir. Tjuk Eko.

Hadir pula Ketua DPRD NTT, Drs. Mell Adoe, dan sejumlah anggota DPRD se-kabupaten di NTT, para bupati/wakil bupati serta pejabat instansi terkait serta Bupati Sikka, Drs. Sosismus Mitang, dan jajarannya. Juga, sejumlah pengurus NGO nasional, lokal dan internasional; organisasi internasional seperti WFP, FAO, Unicef; lembaga keamanan, pakar pangan dari universitas dan Litbang NTT, serta mantan Gubernur NTT, dr. Ben Mboi.
Menurut Wagub Esthon Foenay, selama ini berbagai kegiatan pertemuan, apresisi, workshop tentang ketahanan pangan dan gizi, baik yang dilaksanakan institusi maupun elemen masyarakat belum maksimal menghasilkan hal yang bermanfaat bagi ketahanan pangan di NTT.

"Sampai sekarang kita masih bergelut dengan masalah ketidaktahanan pangan dan gizi di NTT. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut, maka sebagus apa pun program kegiatan yang dilaksanakan dan berapa pun uang yang disalurkan kepada masyarakat, tetap saja habis tak berbekas," kata Wagub Esthon Foenay.

Diharapkan kegiatan 'Food Summit 2008' dapat dijadikan momen bersejarah untuk menghasilkan rekomendasi dan aksi tindak lanjut bagi peningkatan ketahanan pangan di NTT.
Ia mengajak semua pihak dapat mewujudkan kembali kejayaan NTT melalui diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan lokal, terutama jagung sebagai sumber pangan pokok utama.

Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam kegiatan ini, antara lain, pertama, evaluasi berbagai persoalan ketahanan pangan dan gizi di NTT guna mendapatkan pokok rumusan upaya pemecahannya. Kedua, merumuskan deklarasi 'NTT Food Summit' mencakup keseluruhan aspek ketahanan pangan dan gizi di NTT, serta merumuskan rencana aksi peningkatan ketahanan pangan dan gizi di NTT dengan pemetaan peran dan fungsi pemangku kepentingan baik jangka pendek, menengah dan panjang.

Setwapres Karo KLH Bidang Kesra, Dr. Sonya Priyatharsini, mengakui, selama ini berbagai upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan ketahanan pangan di NTT dalam bentuk dana sudah diberikan, namun belum memperoleh hasil maksimal. Diharapkan kegiatan ini bisa merekomendasikan berbagai program guna meningkatkan ketahanan pangan di NTT.

Hal senada disampaikan mantan Gubernur NTT, Ben Mboi. Ben Mboi mengharapkan agar pertemuan yang dihadiri para pejabat, penentu kebijakan itu bisa mewujudkan peningkatan ketahanan pangan di NTT. (vel)

Pos Kupang 29 Oktober 2008 halaman 16, http://www.pos-kupang.com
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Strategi NTT Atasi Kerawanan Pangan

MAUMERE, SELASA - Kerjasama antara berbagai pihak untuk mengatasi masalah kerawanan di Nusa Tenggara Timur sangat di perlukan agar NTT dapat terbebas dari masalah rawan pangan dan kemiskinan. Demikian kesepahaman para pihak dalam pembukaan acara NTT Food Summit dengan tema Momentum Membangun Ketahanan Pangan NTT Baru, di Maumere, Selasa (28/10).

"Sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut, maka sebagus apapun program yang dilaksanakan dan berapa pun uang yang disalurkan akan habis tidak berbekas," tegas Ir. Easthon Foenay, Wakil Gubernur NTT dalam pembukaan acara pagi tadi seperti dikutip dalam siaran pers ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA. Foenay juga menyampaikan bahwa kejayaan NTT dapat dicapai melalui diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan lokal, terutama jagung sebagai sumber makanan pokok.

Pentingnya kemandirian ditegaskan kembali oleh Ben Mboi, tokoh masyarakat NTT yang juga mantan Gubernur, yang menjadi pembicara utama dalam konferensi ini. "Bicara tentang pangan pangan bukan karena ada padi atau beras raskin yang dibagi-bagikan...rakyat NTT harus punya kecukupan pangan karena kekuatan dirinya sendiri, bukan karena diberi orang."

Mboi, mengingatkan bahwa dengan menyelenggarakan NTT Food Summit berarti pula ada keberanian dari semua pihak, termasuk DPRD untuk serius mengupayakan agar dalam 10 tahun tidak boleh ada lagi orang NTT yang lapar. "Kita harus berani mendeklarasikan perang terhadap kemikinan, yang dilaksanakan secara nyata."

Sebagai kawasan dengan kondisi iklim yang ekstrim dan sangat terancam dengan perubahan iklim, NTT perlu secara hati-hati memilih strategi bagi pertaniannya."Hati-hati kalau nanti mau memilih strategi untuk keluar dari kemiskinan, harus menempuh cara yang tidak konvensional," tambahnya lagi. (ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA)

Selasa, 28 Oktober 2008 23:50 WIB

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/28/23502593/strategi.ntt.atasi.kerawanan.pangan
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Tokoh Agama Berperan Bangun Ketahanan Pangan

MAUMERE, RABU - NTT Food Summit membuka ruang bagi berbagai pihak untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan di NTT. MGr. Petrus Turang, Uskup Kupang, menyambut gembira atas dibukanya ruang bagi berbagai pihak, khususnya kelompok agama dalam pengembangan ketahanan pangan di NTT.

"Siapapun harus punya andil untuk membangun ketahanan pangan, pihak gereja telah memberikan pendampingan untuk pengembangan usaha tani dan pemenuhan pangan dan gizi dengan memperhatikan prinsip keadilan dan martabat untuk hidup dengan layak", jelasnya.

Pentingnya para tokoh keagamaan dan kepercayaan sebagai modal sosial yang berperan penting untuk mengatasi masalah rawan pangan di NTT juga disepakati oleh Dr. Tjuk Eko Hari Basuki, Kepala Pusat Kerawanan dan Ketersediaan Pangan Departemen Pertanian.

"Sangat penting untuk duduk bersama dan memetakan potensi dan manfaat yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengelolaan secara bersama. Terlebih lagi tokoh agama memiliki peran penting di NTT ini." tambah Tjuk.

Tjuk mencontohkan di kawasan Gunung Kidul penanaman sayuran diatas pasir berhasil dilakukan dengan adanya kepercayaan, norma, kerjasama.

Saat ini masyarakat membutuhkan kepastian dari pemerintah untuk mendapatkan hak atas pangan. Turang menegaskan bahwa infra struktur fisik dan sosial harus dikembangkan secara efektif dan benar, agar potensi NTT dapat berkembang dengan optimal.

" Masyarakat membutuhkan dukungan untuk dapat menerapkan kearifan lokal benih lokal, bibit ternak lokal, adat-istiadat dan kepemilikan tanah lokal. Hal ini penting agar desa-desa di NTT tidak ditinggalkan oleh para pemudanya, karena kalau dibiarkan maka desa akan mati." tambahnya lagi

Saat ini di Sumba, dikembangkan keaneka ragaman tanaman dengan melibatkan masyarakat dan dan kelompok keagamaan. Tjuk menyatakan kemandirian pangan NTT perlu didasarkan pada pengembangan pangan lokal yang dimiliki NTT, karena keunggulan lokal punya ketahanan dan kearifannya sendiri-sendiri."Pertanian sudah seharusnya berbiaya rendah karena berdasarkan pada kelimpahan alam sekitarnya". (ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/29/14355248/Tokoh.Agama.Berperan.Bangun.Ketaha
nan.Pangan
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Warga di Watunggelek Minum Air Kali

LABUAN BAJO, PK --Warga Dusun Handel dan Dusun Tana Dereng, Desa Watunggelek, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang masih mengonsumsi air Kali/Sungai Wae Mese.

Pantauan Pos Kupang, Kamis (31/7/2008) sore, warga di dua wilayah itu berbondong membawa jerigen untuk menimba air di sungai. Air sungai yang diambil selain sebagai tempat mandi dan cuci, juga digunakan ternak kerbau untuk berkubangan. Karena kesulitan air bersih, mereka terpaksa mengambil langsung air sungai disepanjang daerah aliran sungai/DAS. Ada yang ambil langsung, dan ada juga yang membuat kubang/lubang kecil agar terjadi resapan air kemudian diambil untuk kebutuhan air bersih.

Beberapa warga Dusun Handel, masing-masing Gabriel Jahan, Muhamad Pikarto, Theresia Tenang dan Anselmus Pance, mengaku selama ini mereka hanya memanfaatkan air sungai Wae Mese sebagai tumpuan hidup. Namun dari segi kesehatan air itu tidak layak konsumsi.

Gabriel Jahan menjelaskan, masalah air bersih di kampung itu sudah berlangsung sejak kampung ada namun belum ada perhatian pemerintah setempat mengenai kondisi tersebut. Tapi warga juga tetap tidak mempersoalkan.

"Kami di sini tidak dapat menikmati air bersih. Dari pada mencari di tempat yang jauh terpaksa air sungai yang juga sebagai kubangan kerbau diambil untuk air minum. Habis mau cari dimana lagi," kata Jahan.


Dia mengatakan, beberapa waktu lalu ada upaya Pater Waser untuk masukan air ke dusun itu namun terdapat beberapa hambatan sehingga dibatalkan.

Warga lainnya, Muhamad Pikarto dan Theresia Tenang ditemui terpisah mengatakatan hal yang sama. Menurut Pikarto, di wilayah itu sulit ditemukan sumber air kecuali sumber air di Mbuhung tapi belum dimanfaatkan.

"Kami sudah biasa ambil dan minum air kali sehingga tidak ada dampak seperti sakit dan lainnya," ujar Pikarto dan Tenang.
Anselmus Pance, warga Dusun Tana Dereng mengeluhkan kondisi air minum di dusun itu. "Kami dan warga di Handel sampai sekarang minum air kali. Air ini juga dipakai ternak untuk berkubang namun apa boleh buat kami harus memanfaatkan," kata Pance.

Kepala Dusun Handel, Ahmad Hasan ditemui di kediamannya, mengaku sejak lahirnya kampung ini warga sudah konsumsi air sungai meski kerbau dan sapi sama-sama gunakan air itu.

Dia menyebutkan, jumlah warga dusun sebanyak 64 kepala keluarga (KK) dengan 233 jiwa. "Semua warga minum air kali namun bersyukur tidak terjadi kejadian seperti diare dan penyakit lainnya. "Kami berharap pemerintah terutama dewan setempat memperhatikan masalah ini tapi cuma janji kosong. Kalau butuh rakyat datang dan beri janji muluk," ujarnya. (yel)

Pos Kupang 2 Agustus 2008, halaman 16
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Warga Macang Tanggar Minum Air Asin

LABUAN BAJO, PK --Warga Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) hingga saat ini masih mengonsumsi air asin (payau) yang berasal dari muara Sungai Nanganae. Selain untuk kebutuhan air minum, warga juga memanfaatkan air sungai itu untuk mandi, cuci karena ketiadaan air bersih di wilayah itu.

Seperti disaksikan Pos Kupang, Sabtu (9/8/2008), warga yang berada di Dusun Nanganae asyik mencuci, mandi dan mengambil air di sungai tersebut. Mereka sudah terbiasa mengonsumsi air itu meski di sekitar lokasi pengambilan terdapat kubangan kerbau.

Untuk mendapat air yang kurang asin, mereka harus menunggu sampai air laut surut, karena jika air laut surut, maka sungai tersebut berkurang volume air lautnya menyisakan lebih banyak air sungai asli walau rasanya tetap payau.

Jika air laut pasang, maka lokasi pengambilan air di sungai tersebut turut pasang sehingga kadar garamnya tinggi. Air dengan kondisi seperti ini jarang digunakan warga untuk mengonsumsi kecuali untuk mandi atau mencuci.

Warga biasanya menunggu hingga air laut surut baru bisa mengambil air sungai untuk konsumsi. Mereka sudah sangat paham dan mengetahui pasang surut laut yang turut berpengaruh pada air sungai tersebut.

Muhamad Nur, salah seorang warga Macang Tanggar mengakui, mereka selama ini tidak merasakan air bersih kecuali jika membelinya di Desa Gorontalo, atau ke Labuan Bajo. "Kami tidak bisa mengelak dari kondisi ini. Air yang kami minum selama ini berasal dari air sungai yang rasanya asin akibat berada pada posisi muara," kata Nur.

Soal keberadaan air bersih, Nur mengaku, beberapa tahun lalu sudah ada proyek air bersih yang masuk di desa itu, namun tidak berfungsi setelah mengalir beberapa hari.

Dia menjelaskan, untuk memperoleh air yang kadar garamnya rendah, warga harus menunggu hingga air surut. Jika air sementara pasang, maka yang ada di sungai itu hanyalah air laut murni yang sering digunakan untuk mandi dan cuci.

Penjabat Kepala Desa Macang Tanggar, Armin Bahali, ditemui di kediamannya, membenarkan kondisi warganya. Menurut Bahali, di desa itu terdapat 800 jiwa yang mengonsumsi air asin akibat proyek air bersih yang masuk di desa itu tidak memuaskan.

Tentang kemungkinan warga yang minum air kali menderita penyakit diare dan sebagainya, Bahali mengatakan, soal penyakit sering terjadi, namun hanya pada pergantian musim. "Tahun lalu ada proyek air bersih yang masuk desa ini tapi hanya mengalir 10 hari kemudian macet sampai sekarang. Kami minta pemerintah kabupaten bisa melihat kondisi warga yang sulit ini. Sekarang warga lagi menderita karena minum air asin," kata Bahali. (yel)

Pos Kupang 11 Agustus 2008, halaman 16
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Diare, 6 Balita Dirawat di RSUD SoE

SoE, PK-- Enam anak usia di bawah lima tahun (balita) di rawat intensif di bangsal anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE karena diserang diare.

Keenam anak itu adalah Natasia Bende (1,6 tahun, asal Kasetnana, Kecamatan Mollo Selatan), Deli Antonia Tefa (1,1 tahun, asal Oenlasi, Kecamatan Amanatun Selatan), Junedi Talan (8 bulan, asal Pusu, Kecamatan Amanuban Barat), Kevin Sanam (2 tahun, asal Desa Biloto, Kecamatan Mollo Selatan), Yanner Tine (6 bulan, asal Desa Polo, Kecamatan Amanuban Selatan) dan Alda Lasfeto (1,2 bulan, asal Kota SoE.

Pantuan Pos Kupang di RSUD SoE, Selasa (12/8/2008), ke-6 balita itu masih dirawat di RSUD SoE. "Mencretnya sudah mulai berkurang sejak kami dirawat di rumah sakit, Senin (11/8/2008). Sebenarnya anak kami sakit sejak hari Kamis (7/8/2008). Anak kami sempat dibawa ke Puskesmas Siso dan diberikan oralit serta tetra. Namun entah kenapa dia kembali mencret sebanyak sembilan kali disertai muntah," ujar Uriance Kase, ibunda Kevin Sanam.

Uriance mengaku tidak tahu penyebab anaknya diserang diare. Warga di sekitar rumahnya, kata dia, juga tidak ada yang diare. "Mungkin ini karena kondisi anak saya kurang sehat dan pergantian musim," katanya.


Sementara Jumina Suat mengatakan, anaknya,Yanner Tine, dilarikan di RSUD SoE karena kondisi tubuh anaknya sudah lemas saat dibawa ke Puskesmas Panite. Berbekal rujukan Puskesmas Panite, ia akhirnya membawa Yanner untuk dirawat di RSUD SoE.

"Saya bersyukur, biar badannya masih lemah tapi sudah ada perubahan. Saya tidak tahu bagaimana nasib anak saya bila terlambat dibawa ke rumah sakit," ujar Jumina yang menambahkan bahwa selama anaknya dirawat tidak ada pungutan biaya dari rumah sakit karena ia menggunakan kartu askeskin.

Informasi yang dihimpun di RSUD SoE, selama dua pekan terakhir setidaknya sudah 22 anak dirawat di rumah sakit karena terserang diare. Dari 22 pasien yang masuk, 16 balita sudah sembuh dan enam lainnya masih dirawat di bangsal anak.

Rata-rata anak yang terkena diare tidak membutuhkan perawatan yang lama untuk penyembuhannya. Hanya dalam waktu tiga hingga empat hari kondisi kesehatan anak sudah membaik pasca dirawat di RSUD SoE. (aly)

Pos Kupang 14 Agustus 2008, halaman 15
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Diare Serang TTU, 118 Balita Dirawat

KEFAMENANU, PK -- Sebanyak 118 balita dirawat intensif di RSUD Kefamenanu dalam enam pekan terakhir akibat serangan penyakit diare. Di antara jumlah ini, terdapat satu balita menderita gizi buruk akut jenis kwashiorkor yaitu Rianto Uskono (3,5 tahun). Balita asal Desa Manuain B, Kecamatan Insana ini sudah mendapat donor darah sebanyak dua kantong sejak dirawat Senin (11/8/2008) malam.

Demikian Direktur RSUD Kefamenanu, dr. Hartono, kepada para wartawan di ruang kerjanya, Rabu (13/8/2008) siang. "Sejak bulan Juli hingga pekan kedua Agustus atau sudah enam pekan, tercatat 118 balita dirawat intensif di RSUD Kefamenanu karena diserang penyakit diare," jelasnya.

Ia merincikan, selama bulan Juli terdapat 78 balita dirawat. Dan hingga pekan kedua Agustus yaitu sampai Rabu (13/8/2008) tercatat 40 balita dirawat. Jadi total sudah 118 balita dirawat
sejak enam pekan terakhir. "Dan sekarang ada 20 balita yang masih menjalani perawatan intensif di bangsal anak," katanya.

Tentang penyebab serangan diare itu, dr. Hartono menyebut rota virus yang dibawa oleh angin. "Sekarang terjadi perubahan cuaca yang sangat drastis. Malam sangat dingin dan siang harinya, panas terik menyengat. Perubahan cuaca yang sangat drastis ini menyebabkan daya tahan tubuh (imunitas) balita menjadi lemah," katanya.

Penyebab lainnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh balita tidak bersih. "Sering orangtua dan keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar, terlebih makanan dan minuman bagi balita. Itu berpotensi besar bagi terjadinya serangan diare," tambahnya.

Ny. Yasinta Nofu (37), mengatakan anaknya Kristanto Meo (10 bulan) dirawat sejak Selasa (12/8/2008) malam. "Sudah sejak Senin siang anak saya menderita diare. Selain itu ia demam dan
tidak mau menyusui. Karena semakin parah, terpaksa kami membawa dia ke rumah sakit," jelas Ny. Yasinta.

Ny. Maria Getrudis Teflopo menyebutkan anaknya Radones Naifun (8 bulan) terpaksa dilarikan ke RSUD Kefamenanu karena diserang diare sejak Sabtu malam.

"Kami sewa angkot malam-malam supaya bisa bawa anak ini ke RSUD Kefa. Badannya sudah lemas dan tidak mau menyusui. Ia menangis terus. Saya sampai stres," tuturnya.

Lain lagi kisah Ny. Heny Mone, ia terpaksa menyewa ojek untuk melarikan anaknya dari rumah di Desa Susulaku A ke rumah sakit Kefamenanu. "Mau bagaimana lagi. Tidak ada angkot yang mau kami sewa karena kami hanya mampu bayar Rp 50 ribu. Tapi syukurlah, anak saya sangat kuat dan akhirnya sampai ke rumah sakit," ungkapnya.

Ny. Monika Uskono mengatakan terpaksa melarikan anaknya ke rumah sakit karena menderita gizi buruk akut. "Selain menderita busung lapar, anak saya diserang komplikasi penyakit malaria dan diare. Saya takut sekali lihat ia sudah sangat lemas. Dokter minta agar anak saya diberi donor darah. Sejak masuk rumah sakit Senin malam, sudah dua kantong darah yang diberikan oleh dokter," kata Ny. Monika didampingi suaminya Raymundus Ato Uskono.

Suaminya, Raymundus Ato Uskono mengakui anaknya menderita busung lapar karena kurang makan. "Tahun ini kami gagal panen. Saya terpaksa bekerja sebagai buruh di kota. Tapi baru gajian setiap hari Sabtu dalam pekan. Jadi selama lima hari anak kami makan seadanya," tukasnya.

Pantauan Pos Kupang, sekitar 20 balita masih dirawat intensif di bangsal anak. Tangisan khas balita diselingi suara bujukan dari wanita dewasa terdengar jelas dari setiap ruangan."Beginilah kalau lagi musim diare. Pusing dengar suara tangisan para balita," tukas seorang perawat. (ade)

Pos Kupang 14 Agustus 2008, halaman 11
Lanjut...

361 Balita di TTS Terserang Diare

SOE, PK-- Selama tiga minggu terakhir tercatat 361 bayi di bawah lima tahun (Balita) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terserang diare.Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan TTS, dr. Markus Ng Righuta , mengatakan hal itu saat dihubungi Pos Kupang di SoE, Sabtu (16/8/2008). Meski ada peningkatan kasus diare di wilayah tersebut, namun dr. Markus menyatakan bahwa kasus diare yang menyerang 361 balita di TTS belum masuk kategori kejadian luar biasa.

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten TTS menyebutkan, 361 balita yang terserang diare tersebut berobat di 24 puskesmas di wilayah TTS.
Markus mengatakan, penderita diare paling banyak berada di wilayah Siso dengan 65 pasien. Urutan kedua di wilayah Kota SoE dengan 61 pasien, urutan ketiga di Ayotupas dengan 35 balita yang berobat ke puskesmas dan di Toianas 34 pasien yang berobat akibat diare.

"Memasuki pergantian musim menuju puncak musim kemarau menjadi hal rutin bila diare menyerang balita. Biasanya penyakit diare pada peralihan musim disebabkan lantaran virus. Untuk itu saya minta masyarakat mewaspadai bila anak-anaknya menderita gejala diare," ujarnya.

Markus menjelaskan, sebelum peningkatan kasus terjadi instansinya telah bersurat ke seluruh puskesmas dan aparat desa tentang ancaman diare. Surat itu disampaikan agar warga waspada dan segera berobat bila terkena diare.

Tidak hanya itu, lanjutnya, pekan lalu ia menggelar rapat bersama seluruh jajaran puskesmas di wilayah TTS membahas masalah diare. Hasilnya sejauh ini belum ada korban jiwa lantaran terserang diare.

Dikatakannya, belajar dari pengalaman masa lalu tentang kasus diare yang biasa menelan korban jiwa, dia minta seluruh petugas puskesmas harus siaga dalam kondisi seperti ini. Kesiagaan itu dimulai dari petugas medis yang siap di kantor dengan obat-obatan yang mencukupi.

"Seluruh petugas kesehatan saat ini terus berjaga-jaga di puskesmas untuk mengobati warga yang terserang diare. Langkah ini kami ambil agar penderita diare cepat ditangani saat datang berobat," tegas Markus. (aly)

Pos Kupang 19 Agustus 2008, halaman 15
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

4 Bocah TTU Menderita Kwashiorkor dan Marasmus

KEFAMENANU, PK -- Empat bocah di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) menderita gizi buruk tingkat berat jenis marasmus (kekurangan asupan zat karbohidrat) dan kwashiorkor (kekurangan asupan zat karbohidrat dan protein). Sempat dirawat di RSUD Kefamenanu selama dua pekan, kini empat bocah itu sedang menjalani perawatan pemulihan di Panti Rawat Gizi di Bitefa, Kecamatan Miomaffo Timur.

Direktur RSUD Kefamenanu, dr. Hartono, yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Sabtu (9/8/2008) petang, membenarkan.

"Ada bocah kakak dan adik, dari satu keluarga, sama-sama menderita marasmus dan kwashiorkor. Kwashiorkor itu gizi buruk tingkat paling akut. Badan mereka sampai bengkak-bengkak dan kulit mengelupas. Orang awam bilang sakit beri-beri. Penyakit ini terjadi karena kekurangan asupan zat karbohidrat dan protein dalam jumlah banyak," katanya.

Sebelum ke panti rawat gizi, empat bocah itu dirawat di RSUD Kefamenanu untuk menyembuhkan komplikasi penyakit akibat kekurangan gizi buruk.

Kepala Panti Rawat Gizi Bitefa, dr. Lambert Tokan yang dihubungi terpisah, Sabtu (9/8/2008), membenarkan. "Empat bocah ini saya temukan saat sedang tugas jaga di RSUD Kefamenanu. Setelah dirawat selama dua pekan, mereka dibawa ke panti ini untuk menjalani pemulihan gizinya," jelas Tokan.

Empat bocah penderita gizi buruk, rinci dr. Tokan, yaitu Thomas Khabal, usia 5 tahun lebih namun berat badannya hanya 8,2 kilogram, menderita marasmus. Florentina Poli (5 tahun/70 bulan) dengan berat badan hanya 11,2 kilogram, juga menderita marasmus. Marianus Eko (19 bulan), menderita marasmus dan kwashiorkor, dan kakaknya, Aldo Eko (6 tahun) menderita kwashiorkor.

"Yang paling parah itu Aldo Eko, tubuhnya sampai mengalami edemi (pembengkakan). Bahkan seluruh kulit tubuhnya mengelupas. Saya prihatin sekali melihatnya," jelas dr. Tokan.

Tentang persediaan makanan dan obat-obatan, dr. Tokan mengatakan stok obat dan makanan masih mencukupi. "Setiap pekan kami mendapat bantuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten TTU," katanya.

Hanya Makan Ubi
Yusintus Eko (40), ayah dari kedua bocah yaitu Aldo Eko dan Marianus Eko, mengakui kedua anaknya tidak terurus dan kekurangan gizi karena panen tahun ini gagal. "Anak saya memang tidak mendapat makanan yang cukup karena tahun ini kami gagal panen. Sehari Cuma makan dua kali. Itu pun cuma makan ubi," kata Yusintus, warga asal Desa Napan, Kecamatan Miomaffo Timur, dekat perbatasan Districk Oecussie (Timor Leste).

Ny. Yosefina Lelan, ibunda dari bocah Florentina Poli, mengaku anaknya sempat dirawat di RSUD Kefamenanu. "Tahun ini kami gagal panen karena tanaman jagung diserang hama belalang. Kami kekurangan makanan. Anak-anak cuma makan seadanya saja," keluh Ny. Lelan. (ade)

Pos Kupang edisi Seni, 11 Agustus 2008 halaman 1
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

45 Mitos dan Fakta Seputar ASI

JAKARTA, SABTU - Kekhawatiran bahwa menyusui akan menyebabkan payudara kendur, hanyalah sebuah mitos yang tak terbukti kebenarannya. Presenter Sophie Navita, yang menyusui kedua anaknya mengatakan, mitos tersebut tidak benar. Payudara kendur, kata Sophie, karena kehamilan yang menyebabkan perubahan hormon.

"Payudara memble, itu karena hamil dan perubahan hormon bukan karena menyusui. Kalau nggak mau memble, ya jangan hamil," ujar Sophie dalam Obrolan Santai "Kembali ke ASI, Sebuah Pilihan Bijak", di Senayan City, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8) sore.

Dalam sebuah buku panduan yang diperbanyak oleh World Vision Indonesia, disebutkan 45 mitos dan fakta tentang ASI. Ingin tahu? Inilah mitos (M) dan fakta (F) tersebut

*M : Menyusui menyebabkan payudara kendur. F : Payudara kendur disebabkan oleh bertambahnya usia dan kehamilan.
*M : Payudara yang berukuran kecil, tidak dapat menghasilkan banyak susu. F : Payudara kecil maupun besar sama-sama dapat menghasilkan banyak susu.
*M : Payudara dengan puting terbenam tidak dapat menyusui. F : Puting terbenam tidak berarti tidak dapat menyusui, karena bayi menyusu pada payudara, bukan pada puting.
*M : ASI pertama (yang berwarna kekuningan) tidak baik bagi bayi. F : ASI pertama (kolostrum) adalah zat terbaik bagi bayi.
*M : Kolostrum / ASI pertama adalah susu basi. F : Kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh dan protein yang sangat kaya.
*M : ASI eksklusif berarti tidak boleh memberikan makanan, yang lain boleh. F : ASI ekslusif berarti hanya memberikan ASI saja, yang lain tidak boleh.
*M : ASI eksklusif berarti tidak boleh memberikan susu formula, lainnya boleh. F : ASI eksklusif berarti hanya boleh memberikan ASI saja, yang lain tidak boleh.
*M : ASI eksklusif tidak dapat dilakukan jika ibu bekerja. F : Ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif.
*M : Hingga usia 6 bulan, ASI saja tidak cukup bagi bayi. F : Semua kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan terpenuhi oleh ASI saja.
*M : Pisang dapat menyembuhkan diare pada bayi. F : Makanan padat tidak dapat diolah oleh usus bayi hingga usia 6 bulan.
*M : Pisang dapat membersihkan usus bayi. F : Pisang tidak dapat membersihkan usus bayi melainkan merusak, karena usus bayi belum sanggup mengolah makanan hingga usia 6 bulan.
*M : Susu formula sama baiknya dengan ASI. F : Tidak ada cairan lain apapun yang dapat menggantikan ASI.
*M : Susu formula membuat bayi lebih sehat. F : Hanya jika diberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan yang membuat bayi lebih sehat.
*M : Untuk perkembangan otak, susu formula lebih baik daripada ASI. F : ASI mengandung AA/DHA yang sangat penting bagi pertumbuhan otak.
*M : Kombinasi ASI dan formula adalah yang terbaik bagi bayi. F : Yang terbaik bagi bayi hingga usia 6 bulan adalah hanya menerima ASI saja.
*M : Jika ASI belum atau tidak lancar dapat digantikan dengan susu formula. F : Jika ASI belum atau tidak lancar, bayi masih memiliki daya tahan tubuh (tidak akan kelaparan) hingga 2x24 jam sejak lahir, yang dibawa sejak dalam kandungan.
*M : Jika ASI belum keluar, tidak ada gunanya menyusui bayi. F : Jika ASI belum atau tidak lancar, bayi masih memiliki daya tahan tubuh (tidak akan kelaparan) hingga 2x24 jam sejak lahir, yang dibawa sejak dalam kandungan.
*M : Sementara ASI belum keluar, bayi dapat diberikan susu formula atau madu. F : Pemberian makanan lain selain ASI meningkatkan risiko terganggunya usus bayi yang masih belum siap.
*M : Agar bayi tidak kuning dan tidak demam, dapat diberi makanan atau minuman lain sebelum ASI keluar. F : Bayi yang kuning harus banyak menerima sinar matahari pagi dan lebih sering diberi ASI.
*M : Jika bayi terus menangis berati ASI-nya kurang. F : Bayi menangis belum tentu lapar.
*M : Ibu yang banyak minum susu, akan menghasilkan banyak ASI. F : Banyaknya ASI yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman yang dikonsumsi ibu. Semakin sering bayi menyusu semakin banyak ASI yang dihasilkan.
*M : Agar menghasilkan banyak ASI, Ibu harus banyak makan sayuran. F : Semakin sering bayi menyusu, semakin banyak ASI yang dihasilkan.
*M : Jika ibu sakit, bayi akan tertular melalui ASI. F : Ketika sakita, tubuh ibu membuat zat kekebalan tubuh yang juga disalurkan kepada bayi melalui ASI sehingga bayi tidak akan sakit.
*M : Ibu yang kurang vitamin tidak dapat menyusui bayinya. F : Ibu yang kurus sekalipun tetap dapat menghasilkan banyak ASI asalkan sering menyusui.
*M : Menyusui tidak boleh dilakukan sambil berbaring. F : Menyusui dapat dilakukan sambil berdiri, duduk ataupun berbaring.
*M : Bayi yang sedang sakit tidak boleh disusui. F : Bayi yang sedang sakit harus lebih sering diberi ASI.
*M : Pemberian air kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan tidak akan merugikan. F : Pemberian air kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan hanya akan memenuhi perut bayi sehingga mengurangi ruang untuk ASI yang sangat dibutuhkan bayi.
*M : Bayi baru lahir perlu diberikan air teh agar memiliki tenaga. F : Pemberian air teh kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan hanya akan memenuhi perut bayi sehingga mengurangi ruang untuk ASI yang sangat dibutuhkan bayi.
*M : Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk dapat menyusui bayi. F : Kecuali dalam situasi darurat, ibu yang baru melahirkan mampu menyusui bayinya segera, memeluk dan menyusui bayi adalah penghilang sakit dan rasa lelah ibu.
*M : Bayi baru lahir tidak dapat menyusu sendiri. F : Bayi memiliki naluri kuat untuk mencari puting dalam satu jam pertama setelah lahir.
*M : ASI belum keluar pada hari pertama setelah melahirkan. F : Meskipun tidak terasa, kolostrum (ASI pertama), akan keluar langsung setelah kelahiran. Jumlahnya sedikit, tapi cukup untuk kebutuhan bayi.
*M : Tidak ada gunanya menyusui bayi sejak kelahirannya. F : Kolostrum adalah cairan yang kaya dengan zat kekebalan tubuh dan zat penting lain yang harus dimiliki bayi. Bayi yang menyusui langsung akan merangsang ASI cepat keluar.
*M : Bayi harus dibungkus dan dihangatkan dibawah lampu selama dua jam setelah lahir. F : Bayi bukan anak ayam. Kehangatan terbaik bagi bayi diperoleh melalui kontak kulit bayi ke kulit ibu, karena kehangatan tubuh ibu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. Kontak kulit bayi ke kulit ibu membuat ASI semakin cepat keluar.
*M : ASI pertama/kolostrum sangat sedikit, sehingga bayi lapar dan menangis. F : ASI pertama memang sedikit, tapi cukup untuk memenuhi perut bayi yang hanya dapat diisi sebanyak 4 sendok teh.
*M : Bayi menangis, pasti karena lapar. F : Bayi menangis bisa diakibatkan karena merasa tidak nyaman, merasa tidak aman, merasa sakit, dan sebagainya, belum tentu lapar.
*M : Bayi menangis karena lapar perlu diberi makanan atau minuman lain. F : Jika bayi lapar, beri ASI lagi. Sering-sering diberi ASI tidak akan membuat bayi lapar.
*M : ASI yang penting hanyalah cairan yang berwarna putih. F : Kolostrum/ASI pertama (kekuningan/tidak berwarna) adalah ASI yang paling penting untuk memberikan kekebalan kepada bayi. ASI yang berwarna putih adalah yang paling penting untuk kebutuhan bayi sampai 6 bulan pertama.
*M : Bayi kedinginan sehingga perlu dibedong. F : Bayi baru lahir memang mudah kedinginan, sehingga perlu dipeluk kontak kulit ke kulit, diberi topi, lalu ibu bersama bayi diselimuti. Bedong bayi terlalu ketat akan membuatnya lebih kedinginan.
*M : Kurang tersedia tenaga kesehatan sehingga bayi tidak dapat dibiarkan menyusu sendiri. F : Suami atau anggota keluarga ibu dapat membantu Inisiasi Menyusu Dini.
*M : Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk sehingga bayi perlu segera dipisah dari ibunya. F : Sementara sibuk, ibu bisa melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
*M : Ibu harus dijahit sehingga bayi perlu segera dipisah dari ibunya. F : Sementara dijahit, ibu tetap dapat melaksanakan IMD.
*M : Bayi perlu diberikan suntikan vitamin K dan tetes mata segera setelah lahir. F : Benar, tapi dapat ditunda selama 1 jam hingga bayi selesai menyusu awal.
*M : Bayi harus segera dibersihkan setelah lahir. F : Ditunda 1 jam tidak akan mengubah berat dan tinggi bayi.
*M : Tenaga kesehatan belum sependapat tentang pentingnya memberi kesempatan IMD pada bayi yang lahir dengan operasi caesar. F : Mungkin, tapi adalah tugas orangtua untuk membela hak sang bayi. Tenaga kesehatan dapat diberi penjelasan, dan suami atau anggota keluarga dapat membujuk agar bayi dibiarkan untuk IMD.
*M : Ibu belum bisa duduk/duduk miring untuk memberikan ASI. F : Siapa yang mengharuskan duduk? Bayi dapat menyusu pada saat tengkuran di dada ibu.(ING/Kompas.com)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/09/17515171/45.mitos.dan.fakta.seputar.asi

Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar