Mbay Kiri Dikembangkan Untuk Pangan Lokal

KUPANG, PK -- Dataran Mbay kiri di Kabupaten Nagekeo akan dikembangkan menjadi lahan persawahan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan pangan lokal.

Kepala Seksi Pelaksanaan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Subdin Sumber Daya Air dan Irigasi Dinas Kimpraswil NTT, Alexander Leda, mengatakan hal tersebut, ketika dikonfirmasi soal pengembangan dataran Mbay kiri, Selasa (3/2/2009).

Dataran tersebut memiliki hamparan seluas sekitar 3.000 hektar. Lahan itulah yang akan dikembangkan menjadi lahan persawahan untuk mendukung program ketahanan pangan yang digalakkan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, saat ini.

"Saya sedang berada di Nagekeo untuk sosialisasi pembangunan irigasi di Mbay kiri. Kami melakukan sosialisasi itu dengan maksud masyarakat bisa tahu bagaimana rencana pemerintah ke depan," ujarnya, ketika dihubungi melalui telepon genggamnya.
Menurut dia, sosialisasi itu dilakukan berkaitan dengan rencana pemerintah membangun jaringan irigasi dengan dana bantuan luar negeri. 

Jaringan irigasi yang dibangun itu untuk mengairi areal persawahan seluas sekitar 1.600 hektare. Dataran Mbay kiri, selama ini belum dikembangkan karena pemerintah belum membangun jaringan irigasi.

Informasi yang dihimpun Antara menyebutkan, sebenarnya pemerintah pernah berencana membangun sebuah waduk berskala menengah di Mbay. Namun karena protes dari para aktivis LSM yang mengusung isu lingkungan dan hak masyarakat adat, maka pemerintah Jepang sebagai donatur pembangunan waduk tersebut, membatalkan proyek dimaksud.
Padahal, dataran Mbay kiri disebut-sebut sebagai areal pertanian lahan basah yang sangat potensial dan bisa menjadi lumbung beras bagi masyarakat di Pulau Flores bagian tengah.

Jika Mbay kiri dan kanan dikembangkan bersamaan dengan dataran Mautenda di Kabupaten Ende, juga intensifikasi areal persawahan di Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, dan kantong wilayah tertentu di Sikka dan Flores Timur, maka Flores bisa berswasembada beras. (*)

Pos Kupang 6 Februari 2009 halaman 9
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Poltekes Gelar Pelayanan Gratis

OELTUA, PK -- Direktorat Poltekes Depkes Kupang menggelar kegiatan pengabdian masyarakat dengan memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat di Desa Oeltua, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Minggu (1/2/2009). Pelayanan kesehatan ini dilakukan oleh para dosen, dokter, perawat dan apoteker dari enam jurusan.

Disaksikan Pos Kupang, Minggu (1/2/2009), kegiatan ini dipusatkan di Kapela Oeltua. Warga dilayani oleh tujuh orang dokter, masing-masing dokter umum sebanyak tiga orang, dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan (THT) dan patologi dua orang, dokter gigi dua orang serta perawat dan apoteker masing- masing tiga orang. 

Hadir dalam kegiatan ini, ratusan masyarakat Desa Oeltua dan desa tetangga yang ingin mendapat pelayanan kesehatan. Jurusan keperawatan, misalnya, memeriksa masyarakat yang menderita penyakit, kebidanan memeriksa ibu hamil serta kesehatan bayi.

Jurusan kesehatan lingkungan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pembuatan tempat sampah yang higienis dan sederhana serta cara memberi kaporisasi air pada sumur yang ada.
Jurusan kesehatan gigi memeriksa dan mencabut gigi yang rusak serta memberikan penyuluhan bagi anak-anak cara membersihkan gigi atau menyikat gigi. Jurusan gizi mendekteksi anak-anak yang kurang gizi dan memberikan makanan tambahan berupa kacang hijau, serta jurusan farmasi menyediakan obat-obatan bagi pasien. Kegiatan ini juga melibatkan para pastor, suster dan pendeta yang memiliki jemaat di desa tersebut.

Direktris Poltekes Kupang, Sabina Gero, SKp, M.Sc, ketika dihubungi di sela-sela kegiatan mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu dan mendapatkan kredit poin. Targetnya, lanjut dia, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat baik melalui penyuluhan maupun pelayanan langsung dari tiap-tiap profesi. "Masing-masing jurusan punya kegiatan pelayanan," katanya.

Menurut dia, kegiatan ini dilakukan setiap tahun sejak tahun 2006 dengan dana pengabdian yang dianggarkan oleh Depkes sebesar Rp 20 juta. Ia juga mengatakan bahwa obat-obatan yang ada disiapkan oleh Dinkes Propinsi NTT dan cukup untuk kebutuhan pelayanan.

Selain kegiatan tahunan, kata Gero, masing-masing jurusan juga melakukan kegiatan yang sama sesuai dengan bidangnya dalam setiap semester. (mas)

Pos Kupang 2 Februari 2009 halaman 3
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Kampanyekan Pangan Lokal

BERBAGAI elemen masyarakat NTT hendaknya terus mengampanyekan budidaya dan pemanfaatan bahan-bahan pangan lokal, seperti jagung, ubi-ubian dan kacang-kacangan. Beras yang kita anggap sebagai bahan pangan utama selama 
ini terbukti tidak membuat kedaulatan pangan kita makin baik.
Pesan ini dilansir media ini, Jumat (6/2/2009). 

Hari Kamis (5/2/2009) siang, bertempat di ruang redaksi Pos Kupang berkumpulah para cerdik-cendekia dan para praktisi pertanian untuk membahas kedaulatan pangan di NTT. Tema ini dirasa sangat pas, selaras dengan kondisi kita di sini.

Peserta diskusi adalah empat orang petani, yakni Petrus Pebe asal Kelurahan Naimata, Marthen Taklal, Mathen Missa dan Nahor Taklal dari Desa Oeteta, Kecamatan Sulamu. Juga praktisi pertanian, Zet Malelak, insinyur pertanian dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang yang sukses mendampingi petani, lalu ada Ir. Zainal Arifin selaku Kepala Kebun Unit Uji Politani Negeri Kupang, para pakar pertanian dan pejabat dari Dinas Pertanian dan BKPP NTT.

Banyak gagasan yang mencuat dalam forum diskusi tersebut yang memberi pencerahan kepada kita. Banyak ide, juga tak sedikit gugatan pada pola pendekatan kita terhadap petani yang membuat petani kita begitu tergantung pada beras. Petani-petani kita menjual jagungnya untuk membeli beras, atau menjual telur ayam kampung dan sayur-mayur untuk membeli mie instan. 

Maka menguatlah gagasan bahwa pangan lokal harus terus dikampanyekan. Kita jangan terlalu tergantung pada beras karena kita punya banyak makanan lokal. 

Dengan kata lain, kita jangan bergantung pada beras yang lebih banyak didatangkan dari luar daerah. Jika lahan kita memungkinkan, mengapa pemenuhan beras harus kita "impor"? Pandangan ini bukan dalam konteks kita tak ingin berinteraksi dengan dunia luar. Justru salah. Kita butuh inovasi-inovasi dari luar untuk memperkaya pemahaman kita. 

Jujur saja, kita punya potensi alam yang menyediakan pangan non beras yang tak kecil. Hanya karena pergeseran-pergeseran pola hidup, kita mulai beralih ke pangan beras. Ubi, pisang dan sayur-sayuran lokal mulai dilupakan. Begitu pula jagung yang cocok tumbuh di daerah ini.

Pangan non beras bukan kali ini diwacanakan. Sudah lama hal ini digalakkan. Hanya gaungnya tak kuat. Lemah dalam konteks cakupan kegiatan dan keterlibatan warga. Hanya diketahui para elit, para pejabat. Karena itu ke depan, kita harapkan diskusi dan sosialisasi diharapkan terus berjalan sampai masyarakat memahaminya. Indikatornya, apakah masyarakat sudah kembali mengonsumsi pangan lokal. 

Kita menyadari bahwa mengubah orientasi memang tak gampang. Setidaknya dalam konteks diskusi, Pos Kupang ini telah dua kali membedah khusus dalam hal pangan. Ini karena peran pangan itu sentral. Manusia bisa hidup jika ia makan. Ia bisa berkreasi bila "kampung tengahnya" sudah diisi. 

Tetapi pola konsumsi pangan yang salah akan menyebabkan banyak persoalan, seperti tingkat inteligensi yang rendah. Itu artinya kita tak bisa berkompetisi. Jika demikian maka kita telah kalah dalam besaing.

Propinsi ini memang sering direndahkan, disepelekan. Kita selalu disebut daerah kering, miskin, kurang gizi dan predikat negatif lainnya. Bathin tersiksa mendengar ungkapan-ungkapan seperti ini. Tapi kita tidak boleh rendah diri. Kita punya banyak kekuatan, juga punya keunggulan lokal, termasuk pangan. 

Warga NTT harus bangga jika kelak menjadi propinsi yang kaya akan hasil jagung, ubi kayu dan kacang-kacangan. Agar daerah ini jangan terus dikasihani dan diremehkan daerah lain karena kita terus lapar, kurang gizi dan mengharap beras dari luar daerah.

Karena itulah kita mendorong semua kekuatan, semua elemen di daerah ini baik perorangan maupun kelompok agar dapat menyadari persoalan-persoalan ini. 

Kita menginginkan perubahan perilaku dan orientasi. Dan, itu kita patut memulainya. Kita yakin, kelak akan menerima pernyataan-pernyataan yang menyejukkan. Jangan ada lagi predikat miskin. Janganlah daerah ini kering kerontang sepanjang masa. Sebaliknya, ia berubah menjadi hijau meski tahap demi tahap. 

Kita juga berharap busung lapar dan gizi buruk dapat hilang dari NTT. Rakyat kita sebenarnya punya makanan alternatif yang banyak. Alam menyediakannya. Hanya saja kita sudah terlalu tergantung pada beras. Seolah-olah ubi, pisang, kacang- kacangan bukan makanan sehingga orang baru mengatakan "sudah makan" kalau yang dimakan itu nasi.

Dari aspek gizi, pangan lokal itu sangat bergizi. Tetapi masyarakat kita justeru begitu "merindukan raskin" (beras bantuan untuk keluarga miskin), padahal mereka memiliki ubi, pisang, sayur mayur, ternak dan lain-lain. Mengapa bisa begitu? Inilah yang menjadi pekerjaan besar saat ini bagi semua kita, semua pemangku kepentingan untuk mengubah cara pandang dan "cara makan" masyarakat kita. Agar kita tak terus menerus dirundung berita kelaparan, gizi kurang atau gizi butruk, hanya karena kita kekurangan beras! *

Pos Kupang 7 Februari 2009 halaman 14 
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar