Mengenal Gejala Gizi Buruk dan Pemecahannya

GIZI merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan.

Berbagai masalah yang timbul akibat Gizi buruk antara lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan, jika Ibu hamil menderita kurang Energi Protein akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak.
Secara umum gizi buruk pada bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah. Dilain pihak anak gizi buruk rentan terhadap penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh.

* Penyebab Gizi Buruk
1. Penyebab tak langsung
Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan, dan menderita penyakit kanker.
2. Penyebab langsung
Ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan Masalah Utama Gizi buruk adalah Kemiskinan, Pendidikan rendah, Ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu, untuk mengastasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor.

* Gejala dan Tanda Gizi Buruk
Ada 3 macam tipe Gizi buruk, yaitu :
1. Tipe Kwashiorkor, dengan tanda-tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
* Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
* Perubahan Status mental
* Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
* Wajah membulat dan sembab
* Pandangan mata sayu
* Pembesaran hati
* Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
2. Tipe Marasmus, dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:
* Tampak sangat kurus
* Wajah seperti orang tua
* Cengeng, rewel
* Kulit keriput
* Perut cekung
3. Tipe Marasmik-Kwashiorkor
Merupakan gabungan beberapa gejala klinik Kwashiorkor - Marasmus.

* Penyakit penyerta/ Penyulit pada Anak Gizi Buruk
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anak yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah:
* ISPA
* Diare persisten
* Cacingan
* Tuberkulosis
* Malaria
* HIV / AIDS
Bagaimana penanganan anak dengan kasus Gizi buruk?
Pemberian makanan secara teratur, bertahap, porsi kecil, sering dan mudah diserap
Makan aneka ragam makanan, beri ASI, makanan mengandung minyak, santan dan lemak, berikan buah-buahan.
Bagaimana cara mengatasi masalah Gizi ?
* Lingkungan harus disehatkan misalnya dengan mengupayakan pekarangan rumah menjadi taman gizi
* Perilaku harus diubah sehingga menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS).
PHBS Bidang Gizi yang harus diperhatikan adalah:
* Makan dengan Gizi seimbang
* Minum tablet besi selama hamil
* Memberi bayi ASI eksklusif
* Mengkonsumsi garam beryodium
* Memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.

* Pemecahan Masalah Gizi
Masalah Gizi buruk, tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Gizi Buruk merupakan dampak dari berbagai macam penyebab. Seperti rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi, adat istiadat (sosial budaya), dan sebagainya. Oleh karena itu, pemecahannyapun harus secara komprehensip.

* Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS ( Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ) dapat merupakan titik pangkal bagi terciptanya lingkungan sehat dan hilangnya pengganggu kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam praktiknya kedua hal tersebut diupayakan melalui perilaku manusia. Lingkungan akan menjadi sehat, jika manusia mau berperilaku hidup bersih dan sehat. Pengganggu kesehatan juga akan dihilangkan jika manusia mau berperilaku untuk mengupayakannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyebab utama timbulnya masalah-masalah Gizi dalam bidang kesehatan adalah masalah perilaku. Misalnya untuk mencegah terjadinya kekurangan Protein pada balita, maka perilaku ibu dalam memberi makan balitanya harus diubah, sehingga menjadi pola makan dengan gizi seimbang. Perilaku keluarga dalam memanfaatkan pekarangan juga harus diubah, sehingga pekarangan menjadi taman gizi.
Strategi Departemen Kesehatan untuk penanganan Gizi Buruk:
* Menggerakan dan memberdayakan Masyarakat untuk hidup Sehat
* Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
* Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
* Meningkatkan pembiayaan kesehatan
Langkah-langkah apakah yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku untuk mengatasi masalah Gizi Buruk?
* Pertemuan dan Pelatihan Penatalaksanaan Gizi buruk untuk puskesmas
* Pelatihan Surveilans Gizi
* Pemberian MP ASI baik berupa bubur maupun biskuit untuk bayi dan balita terutama untuk keluarga miskin ( Berasal dari dana APBN )
* Pemberian susu kepada bayi dan balita untuk Kabupaten/Kota ( APBD )
* Tahun ini (2009), lewat dana BANSOS, dilaksanakan pelacakan Gizi buruk di Kabupaten/Kota.

* Saran
* Mohon perhatian Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menindaklanjuti masalah-masalah Gizi buruk dilapangan.
* Perlu adanya kerjasama Lintas Sektor terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Sosial , Perindustrian, dan Dinas Pendidikan, BAPPEDA, serta sektor-sektor lain yang berkaitan dengan masalah Gizi dalam masyarakat. Bawalah anak Anda ke Posyandu untuk bisa memantau Berat badan anak setiap bulan.*

Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Dampak Anemia pada Ibu Hamil

KONDISI anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, antara lain meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran premature dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir.

Hasil survai menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen,dan pada ibu nifas 45 persen. Sedangkan prevalensi wanita usia subur (WUS) menderita KEK pada tahun 2002 adalah 17,6 persen. Tidak jarang kondisi anemia dan KEK pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan, partus lama, aborsi dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu.

Malnutrisi bukan hanya melemahkan fisik dan membahayakan jiwa ibu, tetapi juga mengancam keselamatan janin. Ibu yang bersikeras hamil dengan status gizi buruk, berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah 2-3 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan status gizi baik, disamping kemungkinan bayi mati sebesar 1.5 kali.

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR.

Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Makanan Lokal Harus Disajikan dalam Keluarga

MAUMERE, PK-- Makanan lokal yang sering hanya disajikan saat ada perlombaan, hendaknya harus disajikan sebagai menu di dalam keluarga. Para ibu diminta selalu membuat menu makanan lokal untuk jadi santapan bersama di dalam rumah.

Demikian harapan Lurah Madawat, Seprianus Nerius saat membuka lomba makanan lokal yang diikuti 10 RW di Kelurahan Madawat, Sabtu (16/1/2010).

Acara ini digelar PKK Kelurahan Madawat diikuti kelompok ibu dari 10 RW di Madawat yang menyajikan aneka makanan lokal bergizi.

Lurah Nerius mengajak semua kaum ibu memulai menu makanan lokal dalam keluarga. "Dulu, ubi hanya dijadikan teman minum kopi pagi, tapi sekarang ubi harus menjadi menu utama dalam keluarga. Saya mengajak kaum ibu memulainya dari dalam rumah masing-masing. Jangan hanya saat lomba baru sajikan makanan lokal bergizi, tapi setelah ini harus dilanjutkan di dalam keluarga," kata Nerius.

Dikatakannya, makanan lokal mempunyai gizi tinggi dan punya nilai ekonomi tinggi. Hendaknya makanan lokal yang ada diolah agar ke depan anak-anak di Madawat tidak terserang gizi buruk.

"Di Madawat ada gizi buruk dan gizi kurang. Mulai sekarang olah makanan lokal agar diberikan kepada anak-anak kita," kata Nerius.

Ketua TP PKK Kelurahan Madawat, Patrisia Seno Dekrasano mengatakan, program PKK di Madawat akan terus dilakukan untuk memberdayakan kaum ibu agar selalu memanfaatkan makanan lokal.

Makanan lokal yang ada hendaknya diolah menjadi makanan bergizi dan harus disajikan jadi menu utama dalam keluarga.

"Lomba ini hanya sebagai perangsang saja agar kaum ibu selalu menyajikan makanan lokal dalam keluarga," kata Patrisia.

Tim juri dalam perlombaan tersebut adalah Ny. Elly Tandjung, Maria Samaredo dan Silvia H. Sabeweo. Mereka menilai menu makanan yang disajikan para ibu dari 10 RW yang menjadi peserta lomba. Aneka makanan lokal disajikan seperti ubi, jagung, ikan dan makanan lokal lain yang diolah menjadi makanan siap saji. Usai penilaian dan pengumuman juara, panitia pelaksana dan peserta mencicipi makanan lokal disajikan dalam suasana kebersamaan. (ris)

Juara Lomba Makanan Lokal di Madawat :
1. Juara I RW 02
2. Juara II RW 09
3. Juara III RW 04
4. Juara IV RW 08

Pos Kupang 18 Januari 2010 halaman 9
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Dinkes Kota Kupang Bagi-bagi Kelambu

UNTUK mencegah penyakit malaria dan DBD, Dinas Kesehatan Kota Kupang membagi 1.000 kelambu kepada ibu hamil dan balita yang ada di Kelurahan Oesapa, Oesapa Barat, Oesapa Selatan dan Kelurahan Lasiana.

Bantuan ini disalurkan atas kerja sama dinas kesehatan dengan LSM pemerhati malaria, Fan Global.

"Pihak Puskesmas Oesapa yang menyalurkan bantuan tersebut kepada masing-masing kelurahan sesuai dengan jumlah ibu hamil dan balita yang ada," kata Rosalia Riberu, perawat, saat ditemui pada acara pembagian kelambu di Puskesmas Oesapa, Selasa (19/1/2010).

Riberu mengatakan, pembagian kelambu untuk keempat kelurahan sudah dilakukan sejak bulan Agustus 2009, namun belum semua.

Menurutnya, para perawat hanya membagikan kelambu kepada mereka yang memenuhi syarat dengan menyerahkan foto copi kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu menuju sehat (KMS) serta kartu keluarga. Dinas menetapkan persyaratan ini untuk menghidari adanya penyusupan dari daerah lain yang ingin mendapatkan kelambu.

Terkait dengan pembagian kelambu, Lurah Oesapa Barat, Vera Suek, S.Sos mengatakan, pihak kelurahan hanya menyampaikan kepada masing-masing RT agar semua ibu hamil dan anak balita dapat mengambil kelambu di kantor lurah. "Kami dari kelurahan hanya memfasilitasi saja," katanya. (mas)


7 DBD, 6 Diare, 5 Gizi Buruk

Saat ini RSU Prof. Dr. WZ Johannes Kupang merawat tujuh pasien demam berdarah dengue (DBD), enam pasien diare dan lima pasien gizi buruk.

Enam dari tujuh pasien DBD dirawat di ruang Kelas II dan III Anak dan satu pasien lainnya dirawat di ruang Kelas I Utama. Enam pasien diare juga menjalani perawatan di ruang Kelas II dan II Anak. Di ruang yang sama juga dirawat lima anak pasien gizi buruk.

Kepala ruangan Kelas II dan II Anak, Marlina Pattypeilohy saat ditemui, Selasa (19/1/2010), merincikan, tujuh pasien DBD dirawat di ruang B4, D4, D6, E1, E4, E6 dan ruang E7. Lima pasien gizi buruk dirawat di ruang B5, D2, G2, G4 dan G6. Sedangkan enam orang pasien diare dirawat di beberapa ruangan Kelas II dan III Anak. Dua dari tujuh pasien DBD adalah Mellani Mau (7 bulan) dan Lodya Malei Mani (9 tahun).

Melkianus Mau, orangtua Mellani Mau, saat ditemui di ruang perawatan, menjelaskan, anaknya mengalami panas tinggi. Beberapa saat kemudian kondisi tubuhnya kembali dingin. "Suhu badan panas dan dingin terus berlangsung hingga beberapa hari. Khawatir dengan suhu tubuhnya yang tidak menentu, kami bawa Melanni ke RSU. Setelah dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium, hasilnya Mellani positif DBD," katanya.

Kondisi yang sama dialami Lodya Malei Mani, sebagaimana dijelaskan Betzeba Atapeda, kakak Lodya Malei Mani. Suhu tubuh Lodya panas dingin sejak dua minggu yang lalu.

"Setelah darahnya diperiksa di laboratorium, hasilnya Lodya positif DBD. Lodya mulai menjalani perawatan, Senin (18/1/2010)," kata Atapeda, warga Kelurahan Batuplat ini.

Susana Haning, orangtua Nita Haning, pasien gizi buruk, menjelaskan, Nita dirawat sejak Sabtu (9/1/2010). Kondisinya membaik sehingga pulang ke rumah di RT 10/RW 3, Kelurahan Oebufu. Setelah berada di rumah selama satu hari, pada Senin (18/1/2010), Nita kembali masuk RSU.

"Nita dirawat kembali karena sesuai hasil pemeriksaan dokter dari perbandingan tinggi dan berat badannya, masuk dalam klasifikasi gizi kurang," kata Susana.
Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh Pos Kupang, sampai dengan Selasa (19/1/2010), RSU Kupang telah merawat 22 pasien DBD, 40 pasien diare dan lima pasien gizi buruk. (den)

Pos Kupang 20 Januari 2010 halaman 17
Lanjut...

Penderita DBD Paling Banyak di RSU Kupang

KUPANG, PK -- Selama Januari 2010, pasien paling banyak dirawat di RSU Kupang adalah penderita demam berdarah dengue (DBD). Urutan kedua ditempati pasien diare, dan ketiga pasien gizi buruk. Umumnya, pasien penderita DBD, diare dan gizi buruk mulai dari anak-anak usia tiga bulan hingga 10 tahun.

Kepala Bagian Program Perencanaan, Pelaporan RSU Kupang, David Mandala, melalui Kasubag Program Perencanaan dan Pelaporan, Vince B Panggula, SKM, menjelaskan hal tersebut kepada Pos Kupang, Rabu (27/1/2010).
Sesuai data rekam medik RSU Kupang, hingga Rabu (27/1/2010), jumlah pasien DBD yang telah dirawat 81 orang, pasien diare 60 orang dan pasien gizi buruk empat orang.

Vince menjelaskan, dari jumlah pasien DBD, yang masih dirawat 13 orang. Pasien ini dirawat di kelas satu anak enam orang dan di kelas dua dan tiga anak tujuh orang. Sementara pasien diare yang masih dirawat 11 orang dan pasien gizi buruk empat orang. Semuanya dirawat di ruang kelas dua dan tiga anak.

Wakil Kepala Bagian Ruang Kelas II dan III Anak, Hadiah Marsi, yang ditemui terpisah membenarkan di kelas II dan III sedang dirawat tujuh pasien DBD, diare dan gizi buruk. Pasien DBD dirawat di ruang D1, D2, D6, D9, E4, E5 dan G5.
Sedangkan pasien diare di ruang B3, C3, D4 dan ruang G1 hingga G7. Sementara pasien gizi buruk dirawat di ruang G2, G3, G4 dan G5.

Modesta Moi, orangtua Maria Mau (10 bulan) pasien suspek DBD, menjelaskan, ia terpaksa membawa anaknya ke RSU Kupang. Selama berobat di Puskesmas Maulafa, kondisi tubuh anaknya masih tetap panas dan dingin. Meski telah mengkonsumsi obat dari puskesmas.

"Saya takut anak saya terserang DBD. Saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan darah. Saya dan anak berdiri di luar ruangan perawatan, karena di dalam ruangan anak saya terus menangis. Mungkin dia kepanasan di dalam ruangan," katanya.

Dr. Maria Simplicia Fernandes, SpA, yang ditemui di ruang perawatan anak, mengatakan, tahun ini ada kecendrungan peningkatan pasien DBD jika dibandingkan tahun lalu. Simplicia menyarankan agar masyarakat terus membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal. Terutama di tempat-tempat sampah dan tempat genangan air. "Di tempat-tempat itu sangat potensial sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk," katanya. (den)

Pemkot Gelar Rapat Koordinasi

KASUS demam berdarah dengue (DBD) di Kota Kupang sejak minggu kedua bulan Oktober 2009 hingga tanggal 27 Januari 2010 mencapai 193 kasus.
Menyikapi meningkatnya kasus tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang menggelar rapat koordinasi antara dinas kesehatan dengan camat dan lurah se-Kota Kupang. Rapat koordinasi itu untuk mendengar laporan dari masing-masing kecamatan dan tindak lanjutnya oleh pihak terkait.

Rapat ini dibuka oleh Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek, di ruang rapat Sasando Lantai III Kantor Walikota Kupang, Kamis (28/1/2010). Rapat ini dihadiri para camat dan lurah serta dokter dan paramedis dari masing-masing puskesmas dan puskesmas pembantu (Pustu) se Kota Kupang. Hadir dalam rapat tersebut Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, dr. Dominggus Sarambu serta stafnya.

Hurek mengatakan, kasus DBD disebabkan oleh faktor fungsi dimensi, yakni faktor pendidikan, ekonomi, kesehatan serta beberapa faktor lainnya. Secara tidak sengaja masyarakat telah menyediakan tempat pengembangbiakan penyakit DBD dengan membuka air pada bak - bak penampungan yang ada di rumah masing- masing.
Hurek menegaskan, hingga saat ini jumlah kasus DBD sangat tinggi, yakni mencapai 193 kasus. Jumlah tersebut harus diwaspadai, karena jika mencapai 250 kasus maka dikategorikan sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Untuk itu, kata Hurek, para camat, lurah dan paramedis masing-masing pustu dan puskesmas harus bekerja keras untuk mengantisipasi dengan program 3M, yakni menguras, menutup serta menguburkan kaleng-kaleng bekas.

"Lurah harus tahu berapa warga yang menderita DBD. Lurah jangan hanya duduk di belakang meja, tetapi harus selalu berada di tengah masyarakat untuk mengidentifikasi semua persoalan yang ada, termasuk DBD dan jangan sempai ada yang meninggal di rumah. Saya instruksikan, jika ada kasus DBD segera dilarikan ke RS untuk mendapatkan pertolongan. Pemerintah menyediakan biaya. Lurah segera berkoordinasi," tegas Hurek.

Hurek mangatakan, beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh masing- masing lurah, antara lain mengidentifikasi dan memastikan penyakit yang mewabah serta media penyebaran untuk kepentingan tindakan antisipasi. Untuk mengetahui sejauhmana tingkat kesiapan paramedis dan peralatan pada masing-masing puskesmas dan pustu yang ada maka para petugas kesehatan harus siaga di tempat untuk memberikan pelayanan.

Selain itu, lurah juga harus berkoordinasi dengan pihak terkait guna melakukan tindakan antisipasi dan jangan sampai ada warga yang meninggal di rumah.
"Lurah jangan menjadi kepala kantor yang hanya duduk di belakang meja menunggu laporan, tapi harus turun langsung melakukan antisipasi," katanya.
Hurek juga meminta para lurah mengarahkan warga untuk membersihkan lingkungan masing-masing dengan kerja bakti bersama guna mengatasi kasus DBD yang kian meningkat. (mas)

Pos Kupang 29 Januari 2010 halaman 17
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar