Bulog Pastikan Mampu Jaga Pangan

Jakarta, Kompas - Bulog memastikan mampu menjaga ketersediaan pangan meski musim paceklik akan dimulai Oktober 2008. Sementara fluktuasi harga beras ke depan bergantung pada kondisi permintaan dan penawaran. Departemen Pertanian memperkirakan produksi beras tahun ini lebih baik daripada tahun lalu.

Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar, Selasa (10/6/2008) di Jakarta, mengungkapkan, Bulog dan jajarannya akan tetap mengupayakan jaminan ketersediaan pangan, khususnya beras, sampai tiga bulan.

Hal ini dilakukan mengingat musim paceklik tahun 2008 dimulai Oktober saat produksi beras jauh di bawah konsumsi beras rata-rata nasional sebulan 2,6 juta ton. Teknisnya, ketersediaan pangan itu selalu disiapkan di gudang-gudang Bulog, baik gudang di Divisi Regional maupun gudang Dolog.

Hingga dua hari lalu ketersediaan beras di Bulog sebanyak 1,8 juta ton. Jumlah itu cukup untuk kebutuhan beras untuk rakyat miskin (raskin) selama enam bulan. Rata-rata penyaluran raskin per bulan 300.000 ton. Diupayakan ketersediaan stok beras ini tetap terjaga sehingga mampu menutup defisit beras pada musim paceklik nanti.

Menurut Mustafa, kemampuan masyarakat mengakses beras sangat dipengaruhi ketersediaan raskin dan fluktuasi harga di pasaran. Sementara fluktuasi harga itu sendiri sangat bergantung pada permintaan dan penawaran.

Selain dipengaruhi permintaan yang bersifat rutin, tinggi rendahnya permintaan beras nasional juga disebabkan spekulasi pedagang dan potensi merembesnya beras ke luar negeri karena pengaruh disparitas harga. Sementara suplai sangat tergantung dari produksi.

Produksi lebih baik

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso memperkirakan produksi beras tahun 2008 akan lebih baik daripada tahun lalu.

Menurut Sutarto, ada empat indikator yang bisa menunjukkan perbaikan produksi. Pertama, realisasi tanam periode Oktober 2007-Mei 2008 mencapai 10,11 juta hektar atau lebih tinggi 81.000 ha (0,81 persen) dibandingkan realisasi tanam periode yang sama tahun 2006/2007.

Kedua, penyaluran pupuk bersubsidi periode Januari-April 2008 mengalami peningkatan. Penyaluran pupuk urea mencapai 1,603 juta ton atau sekitar 119,3 persen dibandingkan tahun 2007 sebanyak 1,344 juta ton.

Penyaluran SP-36 Januari-April 2008 sebanyak 242.593 ton (88,29 persen dibanding realisasi 2007), ZA 247.501 ton (107,17 persen), dan NPK 284.595 ton (170,13 persen).

Ketiga, penyaluran benih bermutu periode Oktober 2007-Maret 2008 mencapai luasan 102.345 ton atau setara luas tanam 4,093 juta hektar. Volume penyaluran benih itu mencapai 53,04 persen dari target. Keempat, luas tanaman padi yang terserang bencana dan hama penyakit berkurang.

Luasan tanaman padi yang terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada musim kemarau April-Mei 2008 memang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata lima tahunan. Namun, pada kenyataannya luas tanaman yang puso lebih kecil karena keberhasilan penanaman kembali (replanting).

Luas tanaman padi yang kekeringan dan kebanjiran Januari- April 2008 hanya 189.704 ha, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama 2007 sebanyak 406.834 ha.

Sebuah ironi

Menanggapi kemungkinan pemerintah mengimpor beras, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo mengatakan, mengimpor beras ketika harga beras di pasar dunia sangat mahal merupakan ironi. "Mengapa Bulog tidak membeli beras produksi dalam negeri saja dengan harga mengikuti harga pasar," katanya.

Menurut Siswono, sikap Menteri Pertanian yang berubah pikiran soal kebijakan impor beras menunjukkan betapa hebatnya lobi-lobi bisnis pedagang beras.

Pendapat senada diungkapkan Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto. Menurut Prabowo, belum lama pemerintah mengumumkan produksi gabah sekitar 57 juta ton atau naik 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. "Namun, tiba-tiba muncul pernyataan pemerintah soal kemungkinan impor. Kalau cukup, mengapa impor?" ujar Prabowo dalam siaran persnya.

Sementara itu, Bulog kesulitan mendapatkan beras sesuai target karena pembelian berasnya dibatasi harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 4.300 per kilogram, sedangkan harga beras di pasaran saat ini mencapai Rp 5.200 per kg.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono menepis pernyataan bahwa dirinya mengatakan, impor beras harus tetap dilakukan meskipun dalam volume kecil.

Ia menegaskan, tidak pernah secara spesifik menyebut beras dalam pernyataannya soal importasi. Namun, kebijakan impor dalam volume kecil yang diungkapkannya bersifat umum, tidak spesifik komoditas beras.

Yang dimaksud impor beras dalam volume kecil, kata Anton, adalah beras spesifik, seperti menir atau beras untuk konsumsi penderita diabetes.

Secara terpisah, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi menegaskan bahwa kegiatan ekspor dan impor beras perlu dipandang sebagai sesuatu yang wajar.

Persoalan kritis dalam kegiatan ekspor dan impor beras, menurut Bayu, terletak pada jenis beras yang diperdagangkan. Indonesia memerlukan impor jenis beras untuk kegunaan khusus yang tidak diproduksi di dalam negeri. (MAS/DAY)

Link
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/11/00461731/bulog.pastikan.mampu.jaga.pangan

Posted in Label: |

0 komentar: