Produk Pangan Indonesia Ditolak Karena Kotor

Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 33-80 persen atau rata-rata 62 persen produk pangan Indonesia yang ditolak masuk di pasar internasional (AS) karena alasan keamanan pangan, dengan kata lain atas alasan filthy atau kotor.

Direktur Southeast Asian Food & Agricultural Science & Tecnology (Seafast) Center, IPB, Dr Purwiyatno Hariyadi mengatakan, filthy terjadi karena masih kurang atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik dalam proses produksi pangan.

Di sela Konferensi "Investing in Food Quality, Safety and Nutrition" di Jakarta, Selasa, ia menyesalkan hal tersebut bisa terjadi. Karena, menurut dia, prinsip penanganan dan pengolahan yang baik sebenarnya tidak sulit dan tidak memerlukan investasi yang terlalu besar, sementara pengaruhnya bisa meningkatkan perekonomian skala kecil secara signifikan.

Karena itu industri pangan yang didominasi oleh Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) itu, lanjut dia, perlu mendapatkan skema pemberdayaan yang tepat dalam rangka menjamin pangan yang bermutu, aman dan bergizi.

Ia menambahkan bahwa soal kondisi mutu dan keamanan pangan nasional kenyataannya tidak terlalu bagus, dan ditunjukkan oleh data keracunan pangan yang secara kualitatif, menunjukkan rendahnya kondisi sanitasi dan higiene sarana produksi pangan di Indonesia.

Ia mencontohkan, dari data kejadian luar biasa (KLB) yang tercatat sejumlah 610 KLB dari tahun 2001-2006, diketahui bahwa penyebab keracunan utama adalah karena mikroba dan umumnya terjadi pada produk pangan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga dan jasa Boga.

"Banyak UMKM yang sarana produksinya tidak memenuhi ketentuan; sehingga tidak mampu menerapkan GMP (good manufacturing practices) secara konsisten. Bahkan, untuk industri rumah tangga pangan, sebesar 75,91 persen dari total sarana tidak memenuhi ketentuan," katanya.

Karena itu kepada industri rumah tangga pangan itu, ujarnya, perlu difasilitasi agar mampu melengkapi diri dengan sarana dan prasarana dasar sanitasi dan higiene yang diperlukan dalam pelaksanaan proses produksi pangan sesuai dengan kaidah GMP. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/10/28/62-persen-produk-pangan-indonesia-ditolak-
karena-koto r/
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Bank Dunia: Cadangan Pangan Indonesia Kritis

Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memperingatkan bahwa cadangan pangan Indonesia berada dalam titik terendah sehingga bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi sejak awal.

"Cadangan pangan berada di titik terendah itu terjadi di seluruh dunia, saya sudah bilang pada Juni 2007 lalu, itu menjadi warning (peringatan) untuk kita," kata Deputi Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan, cadangan pangan dunia turun hampir separuh yang kemudian menyebabkan kenaikan harga pangan pada saat ini.

Menurut dia, kenaikan harga pangan dunia juga diperparah dengan kondisi pasar keuangan dunia (pasar uang dan pasar modal) yang tidak terlalu menggembirakan karena suku bunga global (khususnya) di AS yang sangat rendah.

Dengan kondisi seperti itu, saat ini banyak sekali investor yang beralih ke pasar komoditas, sehingga yang banyak bergerak adalah "paper market" (bursa berjangka) dari komoditas.

"Ini menurut saya adalah situasi baru yang terjadi dalam 20 tahun terakhir. Ini saya kira harus direspon oleh seluruh pengambil kebijakan di dunia termasuk Indonesia. Kita belum memutuskan apa yang akan kita lakukan untuk meredam dampak negatif dari fluktuasi yang diakibatkan oleh spekulasi dan bergeraknya paper market dari komoditas. Ini yang sedang kita cari bersama-sama," katanya.

Menurut dia, dalam waktu tidak terlalu lama jika harga minyak kelapa sawit (CPO) dan kedelai terus naik maka konsumennya tidak akan kuat membeli.

"Ini yang jadi problem bagi semua, dan saya kira ini akan direspon oleh semua," katanya.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/4/bank-dunia-peringatkan-cadangan-pangan-indonesia-kritis/
Lanjut...

Posted in Label: | 1 komentar

Pakar Pangan dan Petani Perangi Kelaparan

MAUMERE, PK--Menyongsong Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) XVIII tahun 2008 tingkat Propinsi NTT, pakar pangan, pejabat pusat, propinsi, kabupaten/kota se-Propinsi NTT, serta perwakilan petani se-NTT berkumpul di Kota Maumere, Ibu kota Kabupaten Sikka. Pertemuan ini digelar dalam upaya menyamakan persepsi, merumuskan program kerja memerangi kelaparan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan di NTT.

Kegiatan bertemakan "NTT Food Summit 2008, Momentum Membangun Ketahanan Pangan NTT Baru" ini digelar di Aula Hotel Benggoan 3, Maumere tanggal 28-29 Oktober. Puncak HPS tingkat Propinsi NTT tanggal 30 Oktober 2008 akan dilaksanakan di Kecamatan Waigete.

Kegiatan ini buka Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si, dihadiri Kepala Badan Ketahanan Pangan Deptan, Prof. Dr. Ahmad Suryana; Setwapres Karo KLH Bidang Kesra, Dr. Sonya Priyatharsini; Kapus Ketersediaan dan Kerawanan Pangan BKP Deptan, Dr. Ir. Tjuk Eko.

Hadir pula Ketua DPRD NTT, Drs. Mell Adoe, dan sejumlah anggota DPRD se-kabupaten di NTT, para bupati/wakil bupati serta pejabat instansi terkait serta Bupati Sikka, Drs. Sosismus Mitang, dan jajarannya. Juga, sejumlah pengurus NGO nasional, lokal dan internasional; organisasi internasional seperti WFP, FAO, Unicef; lembaga keamanan, pakar pangan dari universitas dan Litbang NTT, serta mantan Gubernur NTT, dr. Ben Mboi.
Menurut Wagub Esthon Foenay, selama ini berbagai kegiatan pertemuan, apresisi, workshop tentang ketahanan pangan dan gizi, baik yang dilaksanakan institusi maupun elemen masyarakat belum maksimal menghasilkan hal yang bermanfaat bagi ketahanan pangan di NTT.

"Sampai sekarang kita masih bergelut dengan masalah ketidaktahanan pangan dan gizi di NTT. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut, maka sebagus apa pun program kegiatan yang dilaksanakan dan berapa pun uang yang disalurkan kepada masyarakat, tetap saja habis tak berbekas," kata Wagub Esthon Foenay.

Diharapkan kegiatan 'Food Summit 2008' dapat dijadikan momen bersejarah untuk menghasilkan rekomendasi dan aksi tindak lanjut bagi peningkatan ketahanan pangan di NTT.
Ia mengajak semua pihak dapat mewujudkan kembali kejayaan NTT melalui diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan lokal, terutama jagung sebagai sumber pangan pokok utama.

Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam kegiatan ini, antara lain, pertama, evaluasi berbagai persoalan ketahanan pangan dan gizi di NTT guna mendapatkan pokok rumusan upaya pemecahannya. Kedua, merumuskan deklarasi 'NTT Food Summit' mencakup keseluruhan aspek ketahanan pangan dan gizi di NTT, serta merumuskan rencana aksi peningkatan ketahanan pangan dan gizi di NTT dengan pemetaan peran dan fungsi pemangku kepentingan baik jangka pendek, menengah dan panjang.

Setwapres Karo KLH Bidang Kesra, Dr. Sonya Priyatharsini, mengakui, selama ini berbagai upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan ketahanan pangan di NTT dalam bentuk dana sudah diberikan, namun belum memperoleh hasil maksimal. Diharapkan kegiatan ini bisa merekomendasikan berbagai program guna meningkatkan ketahanan pangan di NTT.

Hal senada disampaikan mantan Gubernur NTT, Ben Mboi. Ben Mboi mengharapkan agar pertemuan yang dihadiri para pejabat, penentu kebijakan itu bisa mewujudkan peningkatan ketahanan pangan di NTT. (vel)

Pos Kupang 29 Oktober 2008 halaman 16, http://www.pos-kupang.com
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Strategi NTT Atasi Kerawanan Pangan

MAUMERE, SELASA - Kerjasama antara berbagai pihak untuk mengatasi masalah kerawanan di Nusa Tenggara Timur sangat di perlukan agar NTT dapat terbebas dari masalah rawan pangan dan kemiskinan. Demikian kesepahaman para pihak dalam pembukaan acara NTT Food Summit dengan tema Momentum Membangun Ketahanan Pangan NTT Baru, di Maumere, Selasa (28/10).

"Sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut, maka sebagus apapun program yang dilaksanakan dan berapa pun uang yang disalurkan akan habis tidak berbekas," tegas Ir. Easthon Foenay, Wakil Gubernur NTT dalam pembukaan acara pagi tadi seperti dikutip dalam siaran pers ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA. Foenay juga menyampaikan bahwa kejayaan NTT dapat dicapai melalui diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan lokal, terutama jagung sebagai sumber makanan pokok.

Pentingnya kemandirian ditegaskan kembali oleh Ben Mboi, tokoh masyarakat NTT yang juga mantan Gubernur, yang menjadi pembicara utama dalam konferensi ini. "Bicara tentang pangan pangan bukan karena ada padi atau beras raskin yang dibagi-bagikan...rakyat NTT harus punya kecukupan pangan karena kekuatan dirinya sendiri, bukan karena diberi orang."

Mboi, mengingatkan bahwa dengan menyelenggarakan NTT Food Summit berarti pula ada keberanian dari semua pihak, termasuk DPRD untuk serius mengupayakan agar dalam 10 tahun tidak boleh ada lagi orang NTT yang lapar. "Kita harus berani mendeklarasikan perang terhadap kemikinan, yang dilaksanakan secara nyata."

Sebagai kawasan dengan kondisi iklim yang ekstrim dan sangat terancam dengan perubahan iklim, NTT perlu secara hati-hati memilih strategi bagi pertaniannya."Hati-hati kalau nanti mau memilih strategi untuk keluar dari kemiskinan, harus menempuh cara yang tidak konvensional," tambahnya lagi. (ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA)

Selasa, 28 Oktober 2008 23:50 WIB

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/28/23502593/strategi.ntt.atasi.kerawanan.pangan
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Tokoh Agama Berperan Bangun Ketahanan Pangan

MAUMERE, RABU - NTT Food Summit membuka ruang bagi berbagai pihak untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan di NTT. MGr. Petrus Turang, Uskup Kupang, menyambut gembira atas dibukanya ruang bagi berbagai pihak, khususnya kelompok agama dalam pengembangan ketahanan pangan di NTT.

"Siapapun harus punya andil untuk membangun ketahanan pangan, pihak gereja telah memberikan pendampingan untuk pengembangan usaha tani dan pemenuhan pangan dan gizi dengan memperhatikan prinsip keadilan dan martabat untuk hidup dengan layak", jelasnya.

Pentingnya para tokoh keagamaan dan kepercayaan sebagai modal sosial yang berperan penting untuk mengatasi masalah rawan pangan di NTT juga disepakati oleh Dr. Tjuk Eko Hari Basuki, Kepala Pusat Kerawanan dan Ketersediaan Pangan Departemen Pertanian.

"Sangat penting untuk duduk bersama dan memetakan potensi dan manfaat yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengelolaan secara bersama. Terlebih lagi tokoh agama memiliki peran penting di NTT ini." tambah Tjuk.

Tjuk mencontohkan di kawasan Gunung Kidul penanaman sayuran diatas pasir berhasil dilakukan dengan adanya kepercayaan, norma, kerjasama.

Saat ini masyarakat membutuhkan kepastian dari pemerintah untuk mendapatkan hak atas pangan. Turang menegaskan bahwa infra struktur fisik dan sosial harus dikembangkan secara efektif dan benar, agar potensi NTT dapat berkembang dengan optimal.

" Masyarakat membutuhkan dukungan untuk dapat menerapkan kearifan lokal benih lokal, bibit ternak lokal, adat-istiadat dan kepemilikan tanah lokal. Hal ini penting agar desa-desa di NTT tidak ditinggalkan oleh para pemudanya, karena kalau dibiarkan maka desa akan mati." tambahnya lagi

Saat ini di Sumba, dikembangkan keaneka ragaman tanaman dengan melibatkan masyarakat dan dan kelompok keagamaan. Tjuk menyatakan kemandirian pangan NTT perlu didasarkan pada pengembangan pangan lokal yang dimiliki NTT, karena keunggulan lokal punya ketahanan dan kearifannya sendiri-sendiri."Pertanian sudah seharusnya berbiaya rendah karena berdasarkan pada kelimpahan alam sekitarnya". (ALIANSI untuk DESA SEJAHTERA)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/29/14355248/Tokoh.Agama.Berperan.Bangun.Ketaha
nan.Pangan
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar