115,99 Ha Tanaman di Sumba Rusak Diterjang Banjir

WAINGAPU, PK -- Banjir yang terjadi selama Desember 2008 menerjang dan merusak 115,99 ha tanaman pangan di Sumba Timur (Sumtim). Tanaman pangan yang rusak pada umumnya yang berada di dataran rendah atau di daerah aliran sungai (DAS).

Berdasarkan laporan dari kecamatan yang masuk ke Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumtim, tanaman pangan yang rusak tersebut terdiri dari tanaman jagung 43,56 ha, padi sawah 72,18 ha dan kacang tanah 0,25 ha. Selain padi, jagung dan kacang tanah, juga tercatat 230 rumpun pisang yang rusak akibat diterjang banjir.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumtim , Ir. Josis Djawa mengatakan itu, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/1/2009). 

Dia mengatakan, data tersebut berdasarkan laporan dari kecamatan. Untuk memastikan kebenaran data tersebut, kata Josis, pihaknya sudah menurunkan tim ke lokasi-lokasi bencana. 

Selain karena banjir, kata Josis, kerusakan tanaman pangan juga disebabkan oleh angin, dimana jagung 404 ha rusak dan padi ladang 71,5 ha rusak.

Josis mengatakan, pihaknya tidak memiliki cadangan benih untuk antisipasi kerusakan lahan akibat bencana alam tersebut. Seluruh stok benih, katanya, sudah habis didistribusikan ke petani. Satu-satunya harapan, lanjut Josis, bantuan benih dari Pemerintah Propinsi NTT. 

"Kami sudah minta bantuan benih jagung ke pemerintah propinsi sebanyak 7,5 ton atau untuk lahan seluas 500 ha, namun belum ada jawaban resmi dari pemerintah propinsi," kata Josis.

Dia mengatakan, daerah-daerah yang dilanda bencana banjir sebagian besar adalah sawah tadah hujan seperti Lewa, Melolo. Sedangkan kacang tanah biasanya pada daerah aliran sungai (DAS). "Khusus untuk kacang tanah, musim tanam kali ini kami bantu bibit 10 ton," kata Josis.

Dikatakan Josis, jika bantuan dari pemerintah propinsi belum ada, pihaknya akan menyiasati dengan bantuan dari APBD II Sumtim. Meski demikian, Josis tetap berharap ada perhatian dari pemerintah propinsi untuk lahan-lahan tanaman pangan yang rusak. (dea)

Pos Kupang 8 Januari 2009 halaman 17
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Mungkinkah Petani Jagung di NTT Sejahtera?

Oleh Damianus Adar

Kandidat Doktor Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

HARAPAN yang tinggi akan peran pertanian dalam memecahkan berbagai masalah kritis yang dihadapi, terutama kemiskinan, apabila rekonstruksi dan restrukturisasi telah dilakukan, kembali dipertanyakan: mungkinkah para petani sejahtera? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pangan dunia serta krisis perekonomian dunia di tahun 2008 membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi para petani Indonesia. 

Kenaikan harga BBM telah meningkatkan biaya produksi barang dan jasa dan menurunkan profit perusahaan (pertanian). Dengan demikian, para perusahaan mengurangi penggunaan input produksi. Hal ini berdampak pada menurunnya produksi barang dan jasa. Dampak selanjutnya adalah permintaan akan barang dan jasa melebihi produksi yang tersedia, sehingga harga-harga meningkat (inflasi) dan pengangguran bertambah. Kenaikan harga-harga ini menurunkan daya beli petani (purchasing power) dan menurunkan kesejahteraan (welfare) mereka.

Kesejahteraan merupakan variabel/indikator yang dipakai di hampir semua disiplin ilmu. Dalam ilmu ekonomi pertanian, variabel itu menempati posisi sentral. Keberhasilan atau kegagalan sesuatu, atau serangkaian, kebijakan tercermin dari arah perubahan indikator kesejahteraan yang digunakan: meningkat atau menurun. Baik-buruknya 'sistem' pengelolaan/pemanfaatan sumberdaya alam akan tercermin pada meningkat atau menurunnya indikator kesejahteraan rakyat. 

Tinggi-rendahnya pendapatan petani, merata-timpangnya distribusi pendapatan petani vs non petani, lestari-terdegradasinya kondisi sumberdaya pertanian mengindikasikan berhasil-gagalnya kebijakan pembangunan pertanian yang telah kita terapkan. Dan, sampai batas tertentu, hal ini mencerminkan kuat-rapuhnya upaya politik yangg telah kita curahkan untuk menempatkan sektor pertanian dan para petani pada tingkatan yang lebih tinggi.

Tulisan ini tentang 'Mungkinkah petani jagung NTT sejahtera' merupakan suatu query terhadap para pembuat kebijakan pembangunan pertanian, penggiat politik pertanian -- jika memang betul-betul ada -- atau akademisi ekonomi pertanian dan politik pengelolaan sumberdaya alam. Secara teoritis, memperhatikan resource endowment yang kita miliki, jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "Ya, mungkin". Secara empiris/praksis, jawabannya barangkali adalah "Ya, mungkin, dan kesejahteraan petani harus kita perjuangkan sekuat tenaga, sekeras pemikiran dan garis kebijakan yang sudah dicanangkan." 

Untuk dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan kesejahteraan petani di era fluktuasi perekonomian yang tidak menentu ini, maka pembangunan pertanian tetap merupakan hal yang penting. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pembangunan pertanian: 1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, 2) pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, 3) besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, 4) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, 5) perannya dalam penyediaan pangan masyarakat, dan 6) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. 

Pembangunan pertanian masa lalu dan bahkan sampai saat ini mempunyai kelemahan antara lain terfokus pada usahatani (on farm), lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Usaha pertanian sebagai suatu sistem (sistem agribisnis) dijalankan secara tersekat-sekat. Struktur sistem agribisnis yang tersekat-sekat ini dicirikan oleh: (1) subsistem agribisnis hulu (produksi dan perdagangan sarana produksi pertanian) dan subsistem agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan perdagangannya) dikuasai oleh pengusaha menengah dan besar yang bukan petani. Petani sepenuhnya hanya bergerak pada subsistem agribisnis penghasil produk primer; (2) Antar subsistem agribisnis tidak ada hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan pasar produk antara yang juga tidak sepenuhnya kompetitif; (3) Adanya asosiasi pengusaha yang bersifat horisontal dan cenderung bersifat sebagai cartel. 

Berbagai asosiasi pengusaha ini dapat ditemui pada subsistem hulu maupun subsistem agribisnis hilir; (4) Agribsinis dilayani oleh paling sedikit lima departemen teknis (pertanian, kehutanan, perindustrian dan perdagangan, tenaga kerja dan transmigrasi, koperasi). Berbagai departemen ini tentunya memiliki visi ataupun mandat yang berlainan sehingga berbagai kebijakan yang ditujukan pada agribisnis belum tentu integratif dan selaras satu dengan lainnya dipandang dari sudut agribisnis sebagai satu sistem.

Kebijakan lain pada usaha pertanian masa lalu adalah tingkat perlindungan pemerintah, kebijakan investasi dan alokasi kredit berdasarkan sektor lebih banyak ditujukan pada sektor industri. Strategi makro pemerintah dalam proses industrialisasi yang secara operasional lebih berorientasi pada sektor industri yang berbasiskan padat modal yang kurang mengakar dan sektor pertanian hanya bertumpu pada sektor beras.

Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan usaha pertanian kita saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan 1) skala kecil, 2) modal terbatas, 3) teknologi sederhana, 4) sangat dipengaruhi musim, 5) wilayah pasarnya lokal, 6) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), 7) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, 8) pasar komoditas pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.

Pembangunan pertanian di masa datang tidak hanya dihadapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik yang mengarah pada era demokratisasi, yakni tuntutan otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Di samping itu, dihadapkan pula pada globalisasi dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi, namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Salah satu kebijakan untuk mengembangkan pertumbuhan daerah NTT saat ini adalah pengembangan jagung. Mudah-mudahan kebijakan ini bukan merupakan politik pro pertanian (pro konglomerat), tetapi lebih merupakan kebijakan yang pro petani. Intervensi pemerintah ini merupakan suatu hal yang benar dan mulia dalam rangka menyelamatkan para petani NTT dari kerawanan pangan dan kemiskinan. Namun, perlu diingat bahwa implementasi dari kebijakan ini pasti mendapat banyak tantangan. 

Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia, dan di NTT khususnya yang mengarah pada globalisasi, maka keberhasilan kebijakan tersebut di masa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok sekaligus. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari domestik, di mana target pelaksanaannya tidak saja dituntut untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di daerah ini. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, di mana pembangunan di sektor pertanian (komoditas, produk dan jenis usaha jagung) diharapkan mampu untuk mengatasi era globilisasi dunia. Kedua tantangan ini sulit untuk dihindari karena merupakan suatu rumusan kebijakan pembangunan nasional yang sudah disepakati di negara ini. 


Tantangan pemberdayaan petani mungkin bisa ditanggapi dengan intervensi pemerintah, yang berkaitan dengan pengembangan jagung untuk kesejahteraan petani, yang berorientasi non-efisiensi. Mengingat para petani NTT adalah merupakan net buyer (konsumen) dan sekaligus net seller (produsen), maka kebijakan harga dan non harga perlu digalakkan secara bersama-sama. Kebijakan pertama dapat dilakukan dengan adanya penetapan harga pembelian pemerintah atau intervensi pemerintah dengan melakukan stabilisasi harga (price stabilization) jagung. Pemerintah dapat melakukan pembelian produk petani pada saat panen raya dan mensuplainya ke pasar pada saat bukan musim panen jagung. Kebijakan kedua dapat dilakukan dengan keputusan stabiliasi pendapatan (income stabilization). 

Jika dicari faktor-faktor penyebab stagnasi produksi pertanian di NTT selama ini, maka jawabannya, mungkin, terletak pada rendahnya kepemilikan teknologi, modal dan sumberdaya petaninya. Wujud-nyata kebijakan non harga untuk mendukung pengembangan jagung di NTT ini adalah dengan melakukan 1) pemberdayaan dalam pemanfaatan sumberdaya; 2) pemberdayaan terhadap penguasaan faktor produksi (teknologi usaha, kredit, benih unggul, pupuk, obat-obatan pertanian, dan irigasi); 3) pengembangan posisi tawar petani (peningkatan aksesibilitas informasi pasar); 4) pemberdayaan kelembagaan petani (penguatan kelompok tani, koperasi tani dan bank pertanian); dan 5) pengembangan infrastruktur/penunjang pertanian menjadi tanggung jawab daerah, terutama dalam hal penekanan biaya produksi dan transportasi pascapanen jagung.

Pendekatan pelaksanaaan secara teknis mungkin bisa diusulkan dengan pendekatan cluster, ketimbang pendekatan agribisnis. Pendekatan cluster dengan memusatkan semua aktivitas (on farm dan off farm) pada suatu wilayah/hamparan daratan memungkinkan adanya efisiensi dari penggabungan berbagai skala usaha yang kecil, yang sudah lama dipraktekkan para petani di NTT ini. Dengan demikian, nilai ekonomis yang tinggi dari skala usaha yang kecil dapat dicapai. 

Dalam menciptakan kemandirian petani jagung, sebaiknya pepatah Cina kuno yang berbunyi "jangan berikan kami ikan tetapi kail" kita ganti dengan pepatah kita sendiri yang berbunyi: "jangan berikan kami ikan dan kail atau perahu tetapi ajari kami bagaimana cara membuat kail dan perahu serta cara memancing dengan tangan kami sendiri." Dengan demikian, jika ikan kami habis dan alat mancing serta perahu kami rusak, maka kami dapat memperbaiki dan membuatnya kembali dengan tenaga dan kemampuan serta keterampilan yang ada di dalam diri kami sendiri. Dengan prinsip ini, kesejahteraan petani jagung NTT akan berlangsung 'selama hayat dikandung badan.' *

Lanjut...

Posted in Label: , , , | 0 komentar

Puskesmas Pasir Panjang Rawat 9 Pasien Diare

KUPANG, PK -- Sembilan pasien penderita diare dan satu pasien gizi buruk komplikasi diare, Senin (12/1/2009), menjalani perawatan medis di Puskesmas Rawat Inap, Kelurahan Pasir Panjang. 

Hal ini disampaikan salah satu petugas medis yang tidak bersedia namanya dikorankan, saat ditemui di puskesmas itu, Senin (12/1/2008). Petugas itu mengatakan, selama pekan pertama Januari 2009, banyak pasien diare, gizi buruk dan pasien yang dicurigai (suspek) deman berdarah dengue (DBD) serta pasien yang positif terserang DBD menjalani perawatan di puskesmas itu.

Namun ketika diminta data jumlah pasien yang terserang tiga jenis panyakit itu, petugas medis itu menolak. "Pak wartawan, kami mohon maaf. Data dapat dikeluarkan bila kami mendapat izin dari kepala puskesmas. Keputusan ini telah menjadi kesepakatan bersama. Kami tidak bisa memberikan data, " kata petugas itu. 

Hal senada dikatakan Kepala Ruangan Perawatan Anak, Zevanya Kamengmau, saat ditemui di puskesmas itu. "Kami tidak bisa memberikan data tanpa izin kepala puskesmas. Kalau ada izin, kami pasti bantu Pak Wartawan," katanya. Kepala Puskesmas, Iviane Luanlaka, ketika hendak ditemui tidak berada di ruang kerjanya. 

Bastian Feoh, kakek penderita gizi buruk, Risal Rihi (1,6 tahun), warga RT 28/RW 07, Kelurahan Lasiana, saat ditemui di ruang perawatan B, Puskesmas Pasir Panjang, kemarin, mengatakan, Risal baru dibawa ke puskesmas. Selama ini dia hanya berobat di Pustu Oesapa. Namun selama berobat di pustu itu, tubuhnya tidak mengalami perubahan. "Selama lima hari sejak sakit, Kamis (8/1/2009), Risal dirawat di rumah. Namun karena kondisi tubuhnya terus memburuk kami membawa dia ke puskesmas. Setelah ditimbang petugas medis, berat badannya hanya enam kilogram," katanya.

Pantauan Pos Kupang di ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSU Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, Senin (12/1/2009), terdapat enam orang anak dan tiga orang dewasa penderita diare yang masih menjalani perawatan. Jeremias Tampani, orangtua pasien diare Yemri Fitriani Naklui, warga RT 16/ RW 08, Desa Retraen, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, saat ditemui di IRD, Senin (12/1/2009), menjelaskan, anaknya terserang diare sejak akhir Desember 2008 lalu. 

"Sejak sakit kami membawa Yemri, berobat di Puskesmas Oekabiti. Yemri juga menjalani rawat inap di Puskesmas Oekabiti, Minggu (4/1/2009). Namun setelah dirawat selama dua hari, Rabu (6/1/2009), atas kesepakatan keluarga Yemri dibawa kembali ke rumah," katanya. (den)

Pos Kupang 13 Januari 2009 halaman 3
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Terserang Diare, 2 Balita Meninggal di RSU Kupang

KUPANG, PK -- Dua anak di bawah lima tahun (balita) yang terserang diare, meninggal pada hari yang sama di RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang, Senin (12/1/2009). Melandri Matheos (satu tahun), warga Kelurahan Oesapa, meninggal di ruang kelas tiga anak pukul 13.15 Wita. Sedangkan Yemri Fitriani Naklui (satu tahun), warga RT 16/RW 08, Dusun IV, Desa Retrain, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, meninggal di ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSU Kupang pukul 16.00 Wita. 

Kedua pasien itu meninggal karena komplikasi diare dan gizi buruk. Sementara Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) merawat 21 pasien diare. 

Salah satu petugas medis ruang kelas tiga anak RSU Kupang yang tidak bersedia namanya dikorankan, menjelaskan, Melandri Matheos menjalani perawatan sejak Sabtu (10/1/2009). Namun setelah menjalani perawatan selama dua hari, Melandri meninggal, Senin (12/1/2009), karena komplikasi penyakit diare dan gizi buruk.

Sementara Yemri Fitriani Naklui tewas Di IRD setelah menjalani perawatan selama enam jam. Naklui menjalani perawatan di IRD, Senin (12/1/2008) sekitar pukul 11.00 Wita. 

Diberitakan sebelumnya, Jeremias Tampani, orangtua pasien diare Yemri Fitriani Naklui, warga RT 16/ RW 08, Dusun IV, Desa Retrain, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, saat ditemui di IRD, Senin (12/1/2008), menjelaskan, anaknya terserang diare sejak akhir Desember 2008 lalu. "Sejak sakit kami membawa Yemri berobat di Puskesmas Oekabiti. Yemri juga menjalani rawat inap di Puskesmas Oekabiti, Minggu (4/1/2009). Namun setelah dirawat selama dua hari, Rabu (6/1/2009), atas kesepakatan keluarga Yemri dibawa kembali ke rumah," katanya.

Tampani menambahkan, setelah berada di rumah, "Kami membawa dia ke tim doa. Namun setelah beberapa kali didoakan, kondisi tubuhnya semakin memburuk. Selama tiga hari, sejak Jumat- Minggu (9-11/2009), Yemri tidak makan dan minum. Karena kondisi tubuhnya terus memburuk, Senin (12/1/2009), kami membawanya ke IRD RSU Kupang."

Kepala Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang, dr. Marthinus Ginting, ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (13/11/2008), menjelaskan, memasuki pekan kedua Januari 2009, rumah sakit itu telah merawat 21 pasien diare. Dari 21 pasien tersebut dua pasien berasal dari Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, sedangkan 19 pasien lainnya berasal dari beberapa kelurahan di Kota Kupang. 

Ginting menambahkan, sampai Selasa (13/1/2009), tidak ada pasien DBD yang dirawat di RSB. "Dari 21 pasien yang dirawat, tidak ada pasien yang meninggal dunia," katanya. (den)

Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Puskesmas Sikumana Paling Banyak Rawat Pasien Diare

KUPANG, PK -- Puskesmas Sikumana di Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang paling banyak merawat pasien diare dibandingkan puskesmas-puskesmas lain di Kota Kupang. Sementara jumlah pasien diare yang dirawat di puskesmas-puskesmas di Kota Kupang sejak awal Januari 2009 sebanyak 159 orang. Sedangkan warga Kota Kupang yang dirawat di RSU Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang karena terserang diare sebanyak 26 orang. 

Kadis Kesehatan Kota Kupang, dr. Dominggus Serambu melalui Kasubdin Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), dr. Skolastika Daro mengatakan hal itu ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (14/1/2009) siang. Menurut Skolastika, data jumlah pasien diare tersebut sesuai laporan dari sepuluh puskesmas yang tersebar di Kota Kupang termasuk puskesmas pembantu. 

"Sesuai data yang kami terima dari puskesmas, pasien diare terbanyak dirawat di Puskesmas Sikumana baru diikuti di puskesmas lainnya. Jumlah pasien diare yang dirawat di Puskesmas Sikumana mencapai 53 orang. Sedangkan puskesmas lainnya di bawah dari jumlah tersebut," kata Skolastika.

Sementara Kadis Kesehatan Kota Kupang, dr. Dominggus Serambu kepada wartawan saat ditemui di Pura Oebanantha- Oeba, Senin (12/1/2009) siang, mengatakan, meski jumlah penderita diare di Kota Kupang cukup banyak namun dibandingkan tahun sebelumnya angka penderita diare ini sudah menurun. "Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah warga penderita diare kami sudah melakukan berbagai upaya antisipasi, terutama sejalan dengan program Kupang Green and Clean (KGC) 2008. Kami juga sudah melakukan program kaporitisasi air kepada warga di kelurahan-kelurahan," kata Serambu.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Puskesmas Sikumana, Kota Kupang, dr. Theresia Rallo, ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (9/1/2009) siang, menjelaskan, selama pekan pertama Januari 2009 Puskesmas Sikumana merawat 17 orang pasien diare dan satu pasien gizi buruk. Dari 17 pasien diare tersebut lima orang di antara menjalani rawat inap sedangkan 11 pasien lainnya menjalani rawat jalan. 

Pasien diare yang menjalani rawat inap ada yang mengalami dehidrasi berat, namun setelah dirawat kondisi tubuhnya membaik. (mar)

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

10 Penyakit Menonjol di TTU

KEFAMENANU, PK-- Selama tahun 2008 warga di sembilan desa dan dua kelurahan di Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terserang 10 penyakit paling menonjol. 

Camat Miomaffo Timur, Drs. Kristoforus Ukat, kepada wartawan di Kefamenanu, Senin (12/1/2009), menyebutkan, 10 penyakit menonjol, yakni infeksi saluran pernapasan (Ispa), gangguan sistem otot, bronkitis, diare, scabies, penyakit lain pada saluran pernafasan atas, infeksi usus, penyakit infeksi kulit, alergi kulit dan penyakit pada saluran kencing.

Data 10 penyakit menonjol itu, kata Ukat, ia himpun dari laporan tertulis pegawai dua puskesmas di kecamatan setempat, yaitu Puskesmas Nunpene dan Puskesmas Bitefa, satu pustu, delapan polindes, dan 24 posyandu. 

Ukat menjelaskan, 10 penyakit menonjol yang sempat tercatat di Puskesmas Nunpene, yaitu Ispa 59 kasus, gangguan sistem otot 146 kasus, bronkitis enam kasus, diare 15 kasus, scabies enam kasus, penyakit lain pada bagian saluran atas pernafasan 96 kasus, infeksi penyakit usus 38 kasus, infeksi kulit 21 kasus, alergi kulit 19 kasus, infeksi saluran kencing empat kasus. "Sedangkan penyakit lain 167 kasus, kematian anak lima kasus, penderita kusta empat kasus, gizi buruk lima kasus.

Di Puskesmas Bitefa, dari rekam medis diperoleh gambaran bahwa sepanjang tahun 2008 terdapat 57 kasus penyakit Ispa, dua kasus bronkhitis, 16 kasus diare, enam kasus penyakit usus, sembilan kasus infeksi kulit, dan tujuh kasus penyakit alergi. "Sedangkan penyakit lainnya 68 kasus, ditambah dua kasus penyakit kusta," paparnya.

Tentang program yang dilakukan pihaknya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mengeliminir 10 kasus penyakit menonjol itu, ia mengatakan pihaknya melakukan enam program. Pertama, upaya promosi dan pengembangan kesehatan seperti penyuluhan dalam setiap tanggal posyandu dalam bulan, pembagian brosur maupun penyuluhan bagi masyarakat.

Kedua, program pengembangan lingkungan sehat, seperti upaya kaporisasi secara rutin pada sumber-sumber air, pemeriksaan rumah sehat dan MCK yang sehat. Ketiga, program pengembangan kesehatan perorangan, difokuskan untuk kesehatan anak-anak sekolah dasar, misalnya cuci tangan pakai sabun di sekolah, pembagian sabun mandi dan sabun cuci bagi masyarakat.


Keempat, program UKM, berupa pembuatan jamban percontohan pada beberapa desa dan kelurahan. Kelima, pencegahan dan pemberantasan penyakit pada balita dan anak seperti pemberian imunisasi, penjaringan pasien TBC, kelambunisasi pada desa/kelurahan endemis penyakit malaria, pemantauan dan penanganan KLB secara terpadu. 

Keenam, program penuntasan masalah gizi dan kesehatan dasar, seperti pemberian makanan tambahan pemulihan bagi bayi dan balita, penyuluhan untuk memanfaatkan pekarangan seperti kebun obat dan sayur mayur. (ade)

Penyakit Menonjol 11 Desa/kelurahan
Desa Bokon
Desa Kaenbaun
Desa Amol
Desa Fatusene
Desa Jak
Desa Tuntun
Desa Tunnoe
Desa Femnasi
Desa Taekas
Kelurahan Bitefa 
Kelurahan Oesena. 

10 Penyakit Menonjol 
Ispa
Gangguan sistem otot
Bronkitis
Diare
Scabies
Penyakit lain pada saluran pernafasan
Infeksi usus
Penyakit infeksi kulit
Alergi kulit
Penyakit saluran kencing

Pos Kupang 16 Januari 2009 halaman 18
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Olive Butuh Penanganan Cepat

Oleh Okto Manehat

HARI Selasa (23/12/2008) pukul 08.00 Wita, suasana ramai terlihat di wilayah Mola, Kelurahan Welai Timur, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Di lokasi itu terlihat banyak kendaraan roda dua dan empat. Umumnya plat merah/dinas yang parkir rapi. 

Tidak jauh dari tempat parkir kendaraan berdiri sebuah tenda mini dipenuhi banyak orang. Mulai dari orang nomor satu di Kabupaten Alor, Bupati Ans Takalapeta, Ketua DPRD Alor, John Blegur, Kadis Kesehatan, Drs. Nikodemus Turwewi, para dokter, bidan, perawat serta masyarakat dan para wartawan. Tenda itu berada di depan sebuah bangunan mewah. Bangunan dengan konstruksi baja ringan, dengan sistem knock down adalah rumah sakit bergerak (mobile hospital). 

Rumah sakit ini dibangun pemerintah pusat pada 10 daerah di Indonesia. Kabupaten Alor adalah satu-satunya daerah di Propinsi NTT yang mendapat rumah sakit/RS Bergerak atau disebut RS Lapangan itu.

Pertemuan bersama masyarakat pada hari itu adalah puncak peresmian pembangunan RS Lapangan yang dilakukan Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta. Selain acara peresmian, masyarakat setempat mendapat pengobatan gratis. Terlihat seorang ibu berusia sekitar 50-an tahun lebih menggendong seorang bayi perempuan yang terus menangis. Bayi itu menjadi fokus perhatian tim medis dan wartawan yang hadir. 


Setiap orang yang melihat bayi itu langsung keluar kata dari mulut "aduh, kasihan". Ungkapan ini manusiawi karena bayi yang baru berusia 8 bulan bernama Olive Nikita Manipada yang digendong ibu itu ternyata tubuhnya tidak sehat. Dia menderita gizi buruk. Oliv terkena gizi buruk akut yang sudah sampai pada tingkat marasmus.

Nyonya Yohana yang menggendong Olive kepada Pos Kupang mengakui kondisi tubuh Olive seperti itu sejak ia lahir. Berat badannya dalam usia hingga 8 bulan cuma 4,2 kg. 

Yohana mengakui ibu kandung Olive telah tiada. Selama ini dirinya sebagai dukun beranak terlatih yang ada di kampung itu yang mengasuh Olive. 

Olive selalu diberikan makanan seperti beras merah, namun karena asupan ASI yang tidak ada sehingga tubuhnya seperti itu. Yohana mengakui, dirinya sering membawa Olive ke posyandu, namun karena berbagai keterbatasan di posyandu sehingga Olive tidak bisa mendapat perhatian lebih.

Ahli Gizi Dinkes Kabupaten Alor, Ari Alfianto, dikonfirmasi Rabu (31/12/2008), mengatakan, dari hasil pengamatannya terhadap kondisi tubuh Olive, maka balita ini dikategorikan menderita marasmus. Hal ini terlihat dari kulitnya mulai ada tanda keriput, matanya cekung, tulang iga kelihatan, rambutnya kurang sehat, jarang dan tampak warnanya kemerah-merahan.

Kondisi Olive ini, kata Ari, harus segera dirujuk di RSUD Kalabahi untuk mendapat penanganan lebih intensif. Di RSUD Kalabahi sudah ada tenaga yang bisa menangani kasus seperti marasmus. Menurut Arif, di rumah sakit Olive akan mendapat perawatan untuk kestabilan tubuh dengan makanan formula 75. Selanjutnya baru masuk tahap transisi untuk membantu berat badannya, kemudian masuk tahap rehabilitasi untuk mengejar berat badan normal. 

Arif menyebutkan, untuk usia seperti Olive seharusnya berat badannya minimal 7 kg. "Bayi itu harus cepat ditangani di rumah sakit agar tidak kena komplikasi. Biasanya bayi dengan kondisi seperti itu kekebalan tubuh berkurang, dan bisa mendatangkan risiko yang lebih berat. Kita akan motivasi untuk dirawat di rumah sakit," tandas Ari. (*)

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Meningkat, Penderita Diare di Sumba Timur

WAINGAPU, PK-- Jumlah penderita diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di Sumba Timur meningkat dalam sebulan terakhir. Sebagian besar penderita adalah anak dan balita.

Pantauan Pos Kupang di dua rumah sakit umum dan klinik yang ada di Sumba Timur beberapa hari terakhir, semua ruangan khususnya ruangan anak dan balita terisi oleh penderita diare dan ISPA.

Di Rumah Sakit Kristen (RSK) Lindimara, peningkatan jumlah pasien hingga dua kali lipat. Kepala Rumah Sakit Lindimara, dr. Rin Tipa, yang dihubungi Pos Kupang per telepon, Sabtu (3/1/2008), mengatakan, dalam sebulan terakhir terjadi peningkatan pasien diare dari sebelumnya enam persen menjadi 38,05 persen, dan sisanya penderita malaria. Sebagian besar penderita diare, kata Rin, adalah balita dan anak-anak. 

Meski demikian, lanjut Rin, sampai saat ini belum ada pasien yang meninggal dunia. Peningkatan jumlah pasien diare juga terjadi di Klinik Imanuel. 

Direktur Klinik Imanuel, dr. Dani, yang ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (3/12/2008) siang, mengatakan, dari 276 pasien rawat inap di klinik tersebut, 60 orang pasien anak. Dari jumlah pasien anak yang ada, lanjutnya, 43 orang penderita diare (muntaber). 

"Jumlah yang ada belum termasuk di poliklinik yang rawat jalan. Meski demikian belum ada yang sampai meninggal dunia meski ada penderita yang datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi dehidrasi berat," kata Dani.

Ia menjelaskan, sebagian besar balita dan anak-anak yang menderita penyakit diare, ISPA dan bronkitis adalah anak-anak yang kekurangan gizi.

Tiga Pasien Gizi Buruk
Pasien anak yang ada, tiga di antaranya penderita gizi buruk. Tiga pasien yang diduga gizi buruk, yakni Kristian Angga Lodu, balita usia 1,5 tahun asal Mauliru yang berat badannya hanya lima kilogram. Suhartitin (1,7) asal Kanatang yang berat badannya hanya enam kilogram, dan Grasia Indri Ate (2,1) asal Kelurahan Kambajawa berat badan sembilan kilogram.

Balita yang menderita gizi buruk ini pada umumnya berasal dari orangtua yang memiliki penghasilan tidak tetap (petani dan nelayan). Emiliana (36), ibunda Kristian yang ditemui, di Klinik Imanuel, Sabtu siang, mengatakan, sejak lahir ia selalu membawa sang buah hati ke posyandu. Pada saat usia delapan bulan, lanjutnya, Kristian pernah diberi bubur kacang hijau di posyandu. Namun setelah itu tidak ada lagi. "Kami ke posyandu, tetapi tidak ada lagi makanan tambahan. Di sana hanya dilakukan penimbangan," kata Emiliana. 

Ia menjelaskan, putra bungsunya dilahirkan di rumah dengan pertolongan dukun terlatih. Awalnya, kata Emiliana, tidak ada masalah. Namun belakangan seiring dengan pendapatan suaminya yang tidak tetap, kondisi kesehatan Kristian mulai menurun. Kristian, tutur Emiliana, pernah dirawat di RSK Lindimara namun kondisinya belum membaik. Sesuai identifikasi dokter, katanya, Kristian saat ini menderita bronkitis.

Hal yang sama juga dialami Suhartitin, balita asal Kanatang.Dalam usia 1,7 tahun, berat badan Suhartitin hanya enam kilogram. Dengan berat badan tersebut, Suhartitin mudah terserang penyakit. Suhartitin dilarikan ke Klinik Imanuel karena menderita diare. Sesuai pengakuan orangtuanya, Suhartitin rutin ke posyandu dan pernah dua kali diberikan asupan makanan tambahan. Namun kondisinya tidak berubah.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Pos Kupang di lapangan, selain yang dirawat di rumah sakit, saat ini ada beberapa penderita gizi buruk di Sumba Timur yang tidak terdeteksi. Satu pasien gizi buruk di Kelurahan Wangga hingga saat ini belum tersentu pemerintah. Juga satu pasien gizi buruk bernama Eliazar Lundawa, bayi dua bulan asal Lewa yang meninggal di Rumah Sakit Umum Umbu Rara Meha pada tanggal 19 Desember 2008.

Di Desa Oebelo dan Tanah Merah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, terjadi kejadian luar biasa (KLB) diare sejak tanggal 22 Desember 2008. Kini telah terjadi peningkatan pasien dari 231 menjadi 246 orang. Korban meninggal tiga orang. Penambahan kasus ini karena warga trauma (Pos Kupang, 3/1/2009). (dea) 

Lanjut...

Balita Gizi Buruk Tolak Masuk Panti Rawat Gizi

KEFAMENANU, PK-- Memasuki bulan Januari 2009, balita penderita gizi buruk di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), tidak ada yang masuk ke Panti Rawat Gizi (TFC) Bitefa di Miomaffo Timur. 

Kasus 'menghilang'-nya balita gizi buruk ini sudah terjadi sejak pekan kedua bulan Desember 2008 lalu. Beberapa balita gizi buruk yang hendak dibawa petugas, ditolak orang tuanya dengan alasan hendak merayakan pesta Natal 2008 dan Tahun Baru 2009.

Demikian Nobertus Ratrigis, petugas Panti Rawat Gizi Bitefa, ketika dihubungi di Kefamenanu, Minggu (4/1/2009) siang. 

"Sekarang di Panti Rawat Gizi tidak ada satu pun balita gizi buruk. Ini sudah terjadi sejak pekan kedua Desember 2008 lalu," jelas Ratrigis. 

Dikatakannya, akhir bulan November 2008 lalu, pihaknya masih merawat 12 balita penderita gizi buruk. Lalu memasuki minggu kedua Desember 2008, para balita sudah sembuh dan mencapai berat badan normal.
Selanjutnya, kata Ratrigis, beberapa petugas dan bidan desa melakukan pelacakan ke sejumlah dusun, desa dan kelurahan. "Kami menemukan beberapa balita penderita gizi buruk. Ketika petugas membujuk untuk membawa balita ke Panti Rawat Gizi, orang tuanya menolak. Alasannya mereka hendak merayakan pesta Natal 2008 dan Tahun Baru 2009 secara bersama-sama di rumah," jelas Ratrigis.

Meski demikian, lanjutnya, petugas tetap melakukan pelacakan dan mendokumentasi identitas dan kondisi target balita. "Nanti pekan ini baru kami melakukan evakuasi balita penderita buruk ke Panti Rawat Gizi. Itu sudah komitmen kami," katanya.

Ditanya tentang dana operasional, Ratrigis mengatakan masih ada dan mencukupi untuk beberapa bulan ke depan. Dana operasional itu untuk membeli makanan, minuman serta pengadaan obat-obatan dan vitamin maupun untuk honor petugas dan perawat. "Tidak ada masalah dengan dana operasional. Semuanya masih ada dan cukup untuk beberapa bulan ke depan," katanya lagi.

Tentang total jumlah penderita gizi buruk yang sempat dirawat di Panti Rawat Gizi Bitefa sepanjang bulan November 2007 hingga November 2008, Ratrigis menyebut 126 balita gizi buruk. Rinciannya 2 balita menderita marasmus-kwashiorkor, 1 balita menderita kwashiorkor, 19 balita menderita marasmus, 56 balita menderita gizi buruk dan 48 balita lainnya menderita gizi kurang.

Catatan Pos Kupang, total balita penderita gizi buruk di Kabupaten TTU sampai November 2008 menjadi 882 balita penderita gizi buruk dari total balita di TTU sebanyak 20.187 balita yang menjalani penimbangan badan di Posyandu.

Jumlah kasus gizi buruk di TTU tahun 2008 menurun drastis jika dibandingkan tahun 2007 lalu. Sejak bulan Januari - Juni 2007, sebanyak 1.178 balita (6,2 persen) dari total 17.782 balita yang ditimbang di posyandu, diindetifikasi mengalami gizi buruk. Sedangkan 6.583 (34,8 persen) balita mengalami gizi kurang, 10.008 (52,9 persen) balita menyandang status gizi baik dan sisanya 13 orang (0,07 persen) balita menyandang status gizi lebih. (ade)

Pos Kupang 6 Januari 2009 halaman 15
Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Tahun 2008, Pasien DBD Terbanyak Di RSU Kupang

KUPANG, PK -- Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah pasien demam berdarah dengue (DBD) yang dirawat di RSU WZ Johannes Kupang selama tahun 2008 sebanyak 296 orang, dua orang diantaranya meninggal. Sedangkan tahun 2006, jumlah pasien DBD yang dirawat 257 pasien, empat orang meninggal. Tahun 2007 dirawat 269 orang pasien DBD, enam orang diantaranya meninggal. 

Demikian berdasarkan data rekam medik yang diperoleh Pos Kupang di RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, Rabu (7/1/2009).

Data ini menyebutkan dua pasien DBD meninggal, masing masing atas nama Asti Mere ( 4 tahun), warga RT 7/RW 03, Kelurahan Oebufu, meninggal Sabtu (1/3/2008). Pasien lainnya, Marleni Koehua, warga Kupang Barat, Kabupaten Kupang, meninggal Minggu (6/4/2008).

Sementara pasien diare yang dirawat selama tahun 2008 sebanyak 706 pasien, enam orang diantaranya meninggal dunia. Enam pasien diare yang meninggal tersebut, antara lain Rambu Keke (4 tahun), warga RT 01/RW 01, Kelurahan Oepura. Berikut, Marion Lay (11 bulan) warga Kelurahan Lasiana, dan Eflin Ndolu (1 bulan) warga Oepoi, Kelurahan Kelapa Lima. Pada tahun 2007 pasien diare yang dirawat sebanyak 532 pasien, 12 diantaranya meninggal dunia.

Pasien gizi buruk dalam kurun waktu tiga tahun terakhir selama tahun 2008 terjadi penurunan jumlah pasien yang dirawat yakni 79 pasien, empat orang diantaranya meninggal dunia.

Sementara tahun 2006 pasien gizi buruk yang dirawat sebanyak 116 orang, 16 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan tahun 2007, ada 110 pasien dirawat, 16 diantaranya meninggal dunia.
Dr. Frans Taolin, Sp.A, yang ditemui di RSU WZ Johannes- Kupang, Rabu (7/1/2008), menjelaskan untuk mencegah DBD sangat diperlukan kesadaran warga akan kebersihan lingkungan rumahnya. 

Menurut Taolin, salah satu sumber penyakit DBD itu berada di lingkungan rumah, seperti di tempat-tempat sampah, tempat genangan air dan tempat penampungan air, antara lain kaleng- kaleng bekas, tempayan, dan drum. 

Upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah melakukan gerakan tiga M Plus (Menutup, Menguras, Mengubur dan menggunakan obat anti nyamuk seperti obat nyamuk bakar atau obat nyamuk cair). Sedangkan mencegah terserang diare yakni menjaga kebersihan makanan dan mencuci tangan sebelum makan.

"Hal sederhana yang harus dilakukan para orangtua adalah memotong kuku jari tangan anaknya yang panjang. Sebab, salah satu sumber penyakit juga bisa berasal dari kotoran yang melekat pada kuku anak-anak. (den) 

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Gizi Buruk di Sumba Timur, Dua Meninggal Dunia

WAINGAPU, PK---Dua dari enam pasien gizi buruk yang dirawat selama sepekan di Rumah Sakit Umum (RSU) Imanuel Matawai, Waingapu, Sumba Timur, meninggal dunia. Pasien pertama, Yustina Ina, meninggal pada awal pekan ini. Sementara Yayan (1,5), balita asal Anakalang, Sumba Tengah, meninggal dunia, Rabu (7/1/2009) pagi.

Ibu kandung Yayan yang ditemui di RSU Imanuel, kemarin siang, mengatakan, anaknya dilarikan ke rumah sakit karena lemas akibat tidak ada nafsu makan. Sebelum dirawat di Rumah Sakit Imanuel, katanya, Yayan sempat dirawat di puskesmas di Sumba Tengah. Namun karena tidak ada perubahan, korban terpaksa dilarikan ke RSU Imanuel, Waingapu.

Direktur RSU Imanuel, dr. Dani, yang ditemui secara terpisah mengaku, korban dibawa ke RSU dalam kondisi kritis. "Ketika dibawa ke sini, pasien sudah dalam kondisi kritis karena dehidrasi berat. Berat badan korban hanya tiga kilogram. Kita sudah berupaya menolong, namun kondisinya sudah sangat berat. Bahkan korban sampai mengeluarkan feses (kotoran) melalui saluran pencernaan atas (refluks)," kata Dani.

Dani mengatakan, 80 persen dari anak-anak dan balita yang dirawat di rumah sakit tersebut adalah anak-anak gizi kurang. Akibat asupan gizi yang sangat rendah, kata Dani, daya tahan tubuh anak melemah dan mudah terjangkit berbagai penyakit.

Sementara itu, Kepala Bansal Anak, Albina Ngindang, mengatakan, dalam sepekan terakhir pihaknya menerima dan merawat enam penderita gizi buruk dengan berbagai penyakit ikutannya. Dari enam pasien tersebut, empat berhasil diselamatkan. Kalau selama satu bulan terakhir, kata Albina, sudah 10 orang pasien gizi buruk yang dirawat di rumah sakit tersebut.

Pasien gizi buruk yang saat ini masih bertahan di RSU Imanuel, yakni Arga Setiawan, balita usia sembilan bulan asal Kambaniru. Putra keenam pasangan Marta Wolo dan Ruben Rohi ini, beratnya hanya empat kg. Menurut Marta, pada bulan sebelumnya berat Arga sempat naik 0,4 ons, namun turun lagi dalam sebulan terakhir.

Marta mengaku, Arga dilahirkan dengan pertolongan dukun terlatih. Namun setelah lahir, ia rutin ke posyandu. Marta yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini mengakui, di posyandu dirinya pernah mendapat bubur kacang hijau. Namun setelah Arga lahir, dirinya dan bayinya tidak pernah lagi mendapat makanan tambahan. "Kita ke posyandu hanya melakukan penimbangan. Setelah itu pulang," katanya.

Sementara RSK Lindimara dalam sebulan terakhir merawat tiga pasien gizi buruk. Direktur RSK Lindimara yang ditemui beberapa hari sebelumnya, mengaku kondisi para korban sudah membaik dan tidak ada yang sampai meninggal duni. (dea) 

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Diare Renggut Tiga Nyawa di Kupang

KUPANG, PK--Dalam rentang waktu dua hari terakhir, tiga pasien diare (muntah berak) meninggal dunia di RSU Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang. Satu korban meninggal, Kamis (8/1/2009), sedangkan dua korban lainnya meninggal, Jumat (9/1/2009).

Korban yang meninggal hari Kamis atas nama Monika Mantero, Warga Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Dua korban yang meninggal kemarin pagi, masing- masing Sonny Haning (1,8 tahun), warga RT 20/RT 05 Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, dan Defita M. Kefi (1,1 tahun), warga Kelurahan Pasir Panjang, Kota Kupang.

Menurut penjelasan Kepala Instalasi Pemulazaran Jenazah (IPJ), RSU Prof Dr. WZ Johannes-Kupang, Yoseph Leu Oemanas, di ruang kerjanya, Jumat (9/1/2009), jenazah Sonny Haning dan Defita M Kefi masuk ke ruang IPJ kemarin pagi sekitar pukul 08.00 Wita. 

Sementara ayah Sonny, Yacob Haning, ditemui di ruang IPJ, kemarin, menjelaskan, anaknya dirawat di Ruang Kenanga Kelas Dua, Rabu (7/1/2009). Anaknya meninggal akibat komplikasi penyakit diare dan gizi buruk.

Seperti Sonny, korban lainnya, Defita M. Kefi (1,1 tahun), juga meninggal di Ruang ICU, Jumat (9/1/2008) pagi, karena komplikasi diare dan gizi buruk. Defita dirawat sejak hari Kamis (8/1/2009).

Dalam catatan Pos Kupang, memasuki tahun 2009 ini, diare dan demam berdarah menyerang banyak warga di sejumlah daerah. RSU Prof. Dr. WZ Johannes menerima banyak pasien diare dan demam berdarah.

Meningkat
Kepala Puskesmas Rawat Inap Kelurahan Sikumana-Kota Kupang, dr. Theresia Rallo, ditemui di ruang kerjanya, Jumat (9/1/2009), menjelaskan, selama pekan pertama Januari 2009, pasien diare meningkat. Dalam sepekan terakhir, Puskesmas Sikumana telah merawat 17 pasien diare dan satu orang pasien gizi buruk. 

Dari 17 pasien diare tersebut, lima orang di antaranya menjalani rawat inap dan satu pasien lainnya, atas nama Alfredo Nabunome (11 bulan), hingga kemarin masih menjalani perawatan. Sedangkan sebelas pasien lainnya, hanya menjalani rawat jalan atau rawat di rumah. 

Rallo menambahkan, pasien diare yang menjalani rawat inap ada yang mengalami dehidrasi berat. Namun setelah dirawat, kondisi tubuhnya membaik dan mereka telah kembali ke rumahnya.

Emerensiana Hani, orangtua Alfredo Nabunome, warga RT 2/RW 3, Kelurahan Belo, di temui di Ruang Perawatan Anak Puskesmas Sikumana, kemarin, menjelaskan, anaknya masuk dan dirawat di puskesmas, Senin (5/1/2009) lalu. "Kami membawa Alfredo ke puskesmas karena sebelumnya pada hari Minggu (4/1/2008), Alferedo terus muntah dan berak. Kondisi badannya sangat lemah karena setelah diberi ASI beberapa saat kemudian dia terus muntah-muntah.

Rallo menambahkan, pihaknya juga menerima satu pasien gizi buruk dengan komplikasi diare atas nama Apriance Mause (3 tahun). "Mause baru hari ini (kemarin--Red) dibawa orangtuanya diperiksa di puskesmas. Dari hasil pemeriksaan, Mause menderita gizi buruk dengan komplikasi diare. Berat badannya hanya delapan kilogram, sementara usianya telah tiga tahun. Artinya antara berat badan dan umur tidak sebanding. Pasien ini langsung dirujuk ke RSU-Johannes," kata Rallo.

Emeritus Mause, orangtua Apriance Mause, warga Desa Nauma, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, ditemui terpisah menjelaskan, dirinya bersama istrinya, Ina Mause, dan anaknya, Apriance, tiba di Kupang sejak Oktober 2008 lalu. "Kami ke Kupang karena selama di Alor, Apriance mengalami sakit dan kondisi tubuhnya semakin kurus. Selama di Kupang, baru hari ini kami membawa Apriance ke Puskesmas. Kami tinggal dengan salah satu keluarga, di RT 26/RW 07, Kelurahan Sikumana," kata Mause.

Siapkan Rp 750 juta
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur menyiapkan dana dari APBD senilai Rp 750 juta untuk penanggulangan gizi buruk di Sumba Timur. Dana itu akan dipakai untuk pemberian makanan tambahan melalui posyandu-posyandu. Sementara itu, jumlah penderita gizi buruk di Sumba Timur sampai akhir tahun 2008 sebanyak 161 orang.

Hal tersebut disampaikan Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, M.Si, ketika ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (8/1/2009). Gidion mengaku, dari hasil deteksi melalui posyandu masih ditemukan ada balita gizi buruk. Namun dari segi jumlah trendnya menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Data penderita gizi buruk ini ditemukan saat penimbangan di posyandu-posyandu," kata Gidion.

Gidion mengungkapkan, setiap tahun pemerintah daerah selalu menyiapkan dana untuk pemberian makanan tambahan di posyandu-posyandu. Karena itu, kata Gidion, jika ada masyarakat yang mengaku tidak pernah lagi mendapat makanan tambahan di posyandu, maka ada yang tidak beres di tingkat posyandu. Karena it, Gidion mengatakan akan melakukan evaluasi terhadap kinerja posyandu.

Dikatakan Gidion, dari pemantauan terhadap perkembangan penanggulangan gizi buruk selama ini memang dilakukan melalui posyandu, yakni melalui penimbangan. "Dari hasil penimbangan bayi dan anak di posyandu itu kita bisa mengetahui berapa anak yang mengalami kekurangan energi protein (KEP) dan berapa anak yang kekurangan energi kronis (KEK). Data tersebut kita padukan dengan data luas tanam, puso, dan luas panen, selanjutnya dipadukan dengan data rumah tangga miskin (RTM) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang ada kemudian diolah oleh tim sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan diserahkan ke bupati," kata Gidion.

Data dari SKPG ini, katanya, akan dipakai sebagai acuan bagi pemerintah untuk mengambil langkah preventif dalam penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang di Sumba Timur. "Data gizi buruk pada Januari 2009 ini kita masih data. Dari data sementara yang masuk ke saya, dua orang meninggal dunia, dua orang masih dirawat di RSU Imanuel dan RSUD Umbu Rara Mega, masing-masing Agra Setiawan usia sembilan bulan berat empat kilo gram asal Kambaniru, Kecamatan Kambera dan Opi Tawurmai asal Mandas, usia 2,1 tahun berat delapan kilogram. (den/dea)

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar

Pemkab TTU Bantu 60 Traktor Tangan

KEFAMENANU, PK -- Menurut rencana dalam tahun 2009 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Timor Tengah Utara (TTU) akan membantu 60 unit traktor tangan (hand tractor) untuk kelompok tani. Sebelumnya tahun 2008 lalu, 42 unit hand tractor telah diserahkan kepada kelompok tani lainnya. 

Bantuan ini dalam rangka pelaksanaan program pengembangan pertanian sebagai pilar utama penggerak pembangunan dengan meninggalkan pola manajemen ketahanan pangan dan beralih kepada pola manajemen kedaulatan pangan.

Pembangunan di TTU menjadikan program pengembangan pertanian sebagai pilar utama penggerak pembangunan sektor lain dengan semboyan: pertanian maju menjadikan pendidikan masyarakat berkualitas, kesehatan masyarakat terjamin, koperasi dan UKM maju dan lingkungan hidup lestari. Dengan semboyan ini, kita ingin berjuang bersama agar perlahan-lahan meninggalkan pola manajemen ketahanan pangan dan beralih ke pola manajemen kedaulatan pangan," jelas Bupati Manek, saat membuka Rapat Kerja Camat di aula Serbaguna Biinmafo, Kamis (9/1/2008).

Dikatakannya, pemerintah daerah setempat sedang mengarahkan perhatian dan tenaga pada upaya kedaulatan pangan. Karena sejak kemerdekaan 63 tahun lalu, bangsa Indonesia hanya berdaulat secara politik akan tetapi belum berdaulat dalam aspek pangan. "Artinya untuk makan kita masih minta-minta yang dalam bahasa Dawan, kurang lebih berarti thaem uem taufesen, mai ha tahat fe tanokan," ucap Gabriel Manek.

Karena itu, melalui pola manajemen kedaulatan pangan, Pemkab TTU hendak berusaha untuk sungguh-sungguh melakukan revitalisasi model pertanian agar secara perlahan terbebas dari belenggu beras miskin, beras OPK serta beras impor lainnya.

"Melalui manajemen kedaulatan pangan, kita berusaha menjadikan upaya diversifikasi pangan sumber karbohidrat non beras sebagai gerakan lokal berkelanjutan dengan lebih bertumpu pada kekuatan sendiri," katanya.

Untuk mendukung ini, lanjutnya, dalam tahun anggaran 2009, Pemkab TTU akan memberikan bantuan 60 unit hand tractor kepada kelompok tani di TTU. "Tahun lalu kita sudah bantu 42 unit traktor tangan. Tahun ini pemerintah akan bantu lagi 60 unit traktor tangan," janjinya.

Dalam bagian lain arahannya, Gabriel anek minta bantuan para anggota Tim Penggerak PKK untuk bersama para bidan desa menggerakkan para ibu hamil dan ibu menyusui untuk memeriksakan diri serta menimbang bayinya ke posyandu.

"Kesadaran ini harus ditumbuhkan untuk menekan angka kasus gizi buruk di TTU. Kampanye pangan sehat dan bergizi harus dimulai oleh anggota Tim Penggerak PKK. Kerjasama ini sangat penting dan strategis," pintanya. (ade)

Pos Kupang 10 Januari 2009 halaman 15
Lanjut...

Posted in Label: | 0 komentar

Satu Lagi Pasien Diare Tewas

KUPANG,PK---Kristiawan Sine (1 tahun), salah seorang pasien diare, Sabtu (10/1/2009), meninggal dunia, sekitar pukul 04.00 Wita, di RSUD Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang. Sine, warga RT 8/RW 3, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, adalah korban tewas keempat dalam tiga hari terakhir akibat diare di Kota Kupang.

Kepala Ruangan Kenanga Kelas II dan Kelas III Anak RSUD Prof. Dr. WZ Johannes, Eka Manafesy, saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (10/1/2009), mengatakan, Sine menjalani perawatan sejak Kamis (8/1/2009) lalu. Sine meninggal karena komplikasi diare dan gizi buruk. Tiga korban tewas sebelumnya adalah Monika Mantero, Sonny Haning dan Defita M. Kefi.

Ditanya tentang jumlah pasien anak penderita diare yang dirawat, Manafessy mengatakan, hingga kemarin jumlah pasien diare yang dirawat sebanyak 30 orang. Sepuluh pasien di antaranya komplikasi diare dan gizi buruk, sedangkan 20 pasien lainnya terserang diare tanpa komplikasi.

Kepala Ruangan Mawar Kelas I Anak, Irena Bilaut, ditemui terpisah menjelaskan, hingga kemarin, hanya satu orang pasien diare yang dirawat di Ruangan Mawar.

Dari pengamatan Pos Kupang di RSU Johannes, saban hari selalu ada pasien diare yang datang berobat. Ada juga pasien lama yang belum sembuh. 

Juliberta Ana Saores, orangtua Richard Parera (1 tahun), pasien komplikasi diare dan gizi buruk, mengatakan, Richard dirawat sejak Selasa (30/12/2008) lalu. Warga RT 10 RW 6, Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang ini kondisinya sangat memrihatinkan. Kulit tangan dan kakinya terlihat mengkerut. Sementara kedua matanya tampak cekung.

Seorang penderita diare lainnya, Rut Sau ( 2 bulan), warga Asam III, Desa Naibonat, Kabupaten Kupang juga menjalani perawatan. Menurut ibunya, Marni Tefnai, Rut dirawat sejak Sabtu (3/1/2009). "Kami membawa dia ke rumah sakit ini karena kondisi tubuhnya terus memburuk. Dia terus muntah-muntah dan berak setelah diberi makan," kata Ny. Marni. (den) 

Tips Mencegah Diare
- Perhatikan kebersihan makanan
- Biasakan minum air yang sudah dimasak
- Cuci tangan sebelum makan
- Jaga kebersihan lingkungan
- Selalu siapkan oralit
- Siapkan juga minuman pencegah diare, seperti jus jambu
- Hubungi dokter/petugas kesehatan terdekat apabila anak/anggota keluarga Anda mengalami gejala diare seperti muntah-muntah, dan buang air besar encer/cair secara terus menerus.
- Segera bawa ke rumah sakit apabila penyakit yang diderita tidak mengalami perubahan setelah dirawat.

Lanjut...

Posted in Label: , | 0 komentar