Menengok Penyakit Frambusia di Belu (2)

Oleh Ferdinandus Hayong

MENURUT World Health Organization (WHO), Frambusia merupakan salah satu penyakit kelompok marjinal yang sudah dilupakan karena banyak negara telah memberantasnya. Namun dua negara, yaitu Indonesia dan RDTL, masih melaporkan adanya kasus Frambusia. Antara lain di Kabupaten Belu. 

Kesepakatan global menghendaki penyakit ini segera hilang dari muka bumi paling lambat tahun 2015. I Nyoman Kandun, Pengurus Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia mengungkapkan dalam tulisannya bahwa sejarah pemberantasan Frambusia di Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak zaman Belanda pada tahun 1912 dengan pengobatan neo salvarsan penemuan Tuan Ehrlich. 

Saat itu uji coba dilakukan di Rembang, Kediri, dan Banyumas. Hasilnya sangat memuaskan, penderita dapat disembuhkan dengan sekali suntikan saja. Selanjutnya, pada tahun 1914 dimulai upaya yang disebut dengan "Frambusia Bestrejding". 

Pada tahun 1930-an, Dr R Kodijat -- yang pada waktu itu menjabat sebagai Dokares (dokter karesidenan) -- berjasa melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan Program Pemberantasan Frambusia. Masuknya Jepang sampai dengan Clash I dan II (1942-1949), upaya pemberantasan Frambusia berhenti sama sekali. 

Setelah penyerahan kedaulatan, WHO dan Unicef menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk memberantas Frambusia. Upaya pemberantasan dimulai di Yogyakarta dengan pengorganisasian pemikiran Dr. R. Kodijat yang disebut dengan Treponematosis Control Project (TCP). Dalam proyek ini Kodijat bertindak sebagai direktur pertama.

Pada tahun 1952 sistem TCP oleh Prof Soetopo dkk disempurnakan menjadi TCP Simplified (TCPS). Intinya berisi tiga fase, yaitu fase kampanye, fase konsolidasi, dan fase maintenance. Pada fase kampainye dilakukan pemeriksaan terhadap semua penduduk dan penyuntikan semua penderita yang ditemukan. Pada fase konsolidasi hanya dilakukan spot survey dan resurvey. Tujuannya, untuk mengawasi endemisitas Frambusia sambil berusaha menurunkan jumlah penderita. 

Pada fase maintenance upaya dilakukan agar Frambusia tidak kembali lagi. Namun fakta yang terjadi bahwa Frambusia selama ini menjadi ancaman serius di hampir sebagian besar wilayah di Indonesia. 

Di Kabupaten Belu, sesuai hasil survei tim WHO, ditemukan cukup banyak penderita penyakit Frambusia. Secara kuantitatif memang belum banyak kasus yang terjadi, tetapi sesungguhnya penyakit ini tetap menjadi ancaman serius di Belu. 

Kepala Dinas Kesehatan Belu, dr. Lau Fabianus mengakui tingkat penyebaran penyakit Frambusia sesuai dengan hasil survei yang dilakukan belum lama ini. Menurut dia, dari hasil survei tim gabungan di beberapa titik yang dianggap rawan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 4.733 orang warga di 8 kecamatan (24 desa). 

Dari jumlah total tersebut, yang berhasil ditemukan 185 kasus. Sebanyak 135 orang menderita Frambusia kategori menular dan 50 tidak menular. Tim akan terus melakukan survei dengan mendatangi warga untuk melihat dari dekat apakah masih ada warga yang menderita. 

Selain itu, dilakukan follow up kepada pasien yang sudah diobati untuk memastikan tingkat kesembuhannya. Apabila belum belum sembuh, maka pengobatan lanjutan akan dilakukan.

"Belu merupakan daerah pertama yang menggunakan sistem pengendalian penyakit Frambusia secara manual. Kita akan tetap menggunakan metode ini. WHO bahkan sudah janji akan meminta petugas dari Belu untuk ikut ke Sumba Barat, memberikan contoh sistem manual yang kita terapkan di Belu," ujar Fabianus.

Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez menandaskan, Pemerintah Kabupaten Belu komit mengatasi penyakit ini. Pemerintah daerah sangat berkomitmen pada pembangunan sumber daya manusia. Salah satu aspeknya, yaitu kesehatan masyarakat. Persoalan yang menimpa dan diderita masyarakat Kabupaten Belu selalu diupayakan untuk diatasi dan dikendalikan sampai pada tingkat aman, termasuk penyakit Frambusia.

"Pemerintah daerah melalui satuan kerja terkait menyiapkan dukungan dalam bentuk menyiapkan tenaga teknis profesional, menyiapkan fasilitas dan sarana termasuk peralatan pelayanan kesehatan yang tersebar untuk menjangkau seluruh masyarakat hingga ke pelosok-pelosok. 

Menyediakan obat-obatan dan logistik pelayanan yang dibutuhkan, menyediakan biaya operasional dan menyediakan regulasi yang kondusif bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat," tutur Lopez.

Lopez atas nama pemerintah dan masyarakat Belu menyampaikan penghargaan atas dukungan dari WHO, Depkes, Pemerintah Propinsi NTT atas dukungannya terhadap upaya pemberantasan frambusia di Belu. Dukungan ini menstimulir dan memperbesar tekad pemerintah kabupaten untuk menuntaskan persoalan penyakit ini. Niat pemerintah daerah sudah bulat untuk meng-eradikasi penyakit Frambusia dari derita masyarakat. 

Lopez mengakui wilayah Kabupaten Belu bertetangga dengan masyarakat dari kabupaten lain bahkan dengan negara RDTL, memang berpeluang terhadap tingkat penyebaran penyakit ini. Kondisi ini akan dikomunikasikan dengan pemerintah propinsi, pemerintah pusat dan pemerintah RDTL pada berbagai kesempatan agar turut memberikan perhatian terhadap masalah penyakit Frambusia ini. 

Kepada masyarakat Belu, khususnya wilayah selatan, Bupati Lopez mengimbau agar waspada terhadap penyakit Frambusia ini. Semua warga harus sadar dan untuk memerangi penyakit menular ini dengan menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Apalagi penyakit ini rentan menyerang anak-anak di bawah usia 15 tahun yang merupakan generasi masa depan Belu. Untuk itu, semua camat, kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan untuk bergandengan tangan menjaga kesehatan.

"Indikator pembangunan berjalan baik sangat ditentukan oleh derajat kesehatan. Untuk itu, generasi muda perlu dijaga agar tidak menjadi sasaran penyerangan penyakit Frambusia ini. Memang tidak mudah memberantas penyakit ini, tetapi kalau kita semua menyadari dengan terus memberikan pendampingan, maka bukan tidak mungkin permasalahan ini dapat ditekan. Masyarakat jangan masa bodoh terhadap penyakit ini karena dapat mengkibatkan kecacatan menetap," ujar Lopez mewanti-wanti.(habis)

Sumber: Pos Kupang 19 April 2009 halaman 1

Posted in Label: |

0 komentar: