WFP's School Feeding Program dan `Biskuit Bencana' (1)

Oleh Julianus Akoit

Selama sepekan terakhir, media massa cetak dan elektronik gencar memberitakan kasus biskuit gratis yang dibagikan Care International di Kefamenanu kepada ratusan sekolah dasar (SD) dan Posyandu yang menyebar di 17 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Biskuit gratis ini adalah bagian dari kegiatan WFP's School Feeding Program yang diselenggarakan oleh The United Nations World Food Programme (UN-WFP), yang bermarkas di Roma, Italia. 

Kegiatan ini mendapat dana dari negara donor seperti Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah Australia. Anak dan balita pun senang mendapat biskuit gratis itu, termasuk orangtua si anak. Tapi, tiba-tiba seorang bocah bernama Emanuel Meol (9), murid SD Negeri Nifuboke di Noemuti mengembalikan biskuit tersebut kepada gurunya. "Ada jarum suntik dan anak hekter dalam biskuit. Nyaris tertelan. Saya takut mati," kata Meol beralasan ketika ditanya gurunya. 

PENGAKUAN si bocah Meol ini sontak membuat sekolahnya gempar. Kepala SDN Nifuboke, Ny . Gaudensiana Cornelis, A.Ma.Pd, mengaku kakinya sempat gemetar membayangkan kecelakaan yang nyaris merenggut bocah mungil berkulit gelap itu. 

"Seandainya jarum suntik dan benda-benda asing berbahaya itu sampai tertelan, pasti nyawanya tidak bisa tertolong. Itu berarti saya yang pertama masuk penjara," ujarnya dengan nada suara takut. 

Usai mendapatkan laporan dan melihat langsung bekas jarum suntik menancap dalam lempengan biskuit, Ny. Cornelis memerintahkan guru pengelola bantuan biskuit gratis, Petrus Banu, untuk menyita kembali biskuit yang sudah telanjur dibagikan kepada para murid. Biskuit itu disimpan bersama 40 kardus biskuit lainnya. Masing-masing kardus berisi 90 bungkus biskuit berukuran 50 gram. 

Sejak mengembalikan biskuit itu sampai hari ini, Rabu (8/4/2009) siang, Emanuel Meol, si bocah yang dikenal sangat lincah di kelasnya itu, tidak masuk sekolah. "Dia sakit dan badannya panas tinggi. Kami belum tahu dia sakit apa. Kami takut, jangan-jangan ia menelan benda asing berbahaya itu," tukas Petrus Banu. 

Dikatakannya, dalam satu atau dua hari ke depan, para guru dan teman kelasnya akan mengunjungi Meol di kediamannya, yang berjarak 500 meter dari sekolahnya. 

Kabar kasus bocah Meol dari Nifuboke ini menyebar dengan cepat ke Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU. Para pejabat dan pihak kepolisian ikut gempar karena kasus ini ternyata tidak saja terjadi di Nifuboke, Noemuti. Delapan sekolah dasar di Kecamatan Insana, empat sekolah dasar di Miomaffo Timur dan Miomaffo Barat serta dua sekolah dasar di Insana Utara, juga melaporkan kasus yang sama. Bahkan bukan saja jarum suntik yang menancap dalam lempengan biskuit, tetapi juga lempengan pisau silet yang sudah berkarat, jarum pentul, pecahan beling, anak hekter (stapless), kerikil dan pasir kasar. Lho, kok bisa ya? 
Aneh tapi nyata. Tidak bisa diterima akal sehat, tapi kenyataan terbentang di depan mata. Benda-benda asing yang membahayakan jiwa balita dan anak sekolah itu dapat dilihat sangat jelas oleh mata normal. Bukan terselip di bungkusan biskuit, tetapi menancap di lempengan biskuit itu. "Jika dipatahkan biskuitnya, baru tampak benda asing berbahaya itu nongol keluar," kata Lazarus Tefa, Kepala SDK Kiupukan 1, di Insana. Di sekolahnya, empat muridnya nyaris menelan potongan pisau silet, batang jarum pentul dan serpihan anak hekter. 

Ia mengaku harus meninggalkan kelas selama tiga hari karena dipanggil memberikan keterangan di Markas Polsek Insana di Kiupukan. "Saya lapor temuan kasus biskuit bencana itu kepada polisi. Lalu saya diperiksa selama tiga hari. Awalnya polisi tidak percaya, tetapi setelah melihat langsung benda asing berbahaya menancap di lempengan biskuit itu, baru mereka percaya," papar Tefa. 

Mendengar berita buruk itu, petugas lapangan Care International di Kefamenanu buru-buru membujuk para guru dan murid di sekolah agar bantuan biskuit gratis itu jangan ditolak. "Biskuit itu harus terus dimakan sampai habis. Hanya ketika dibagikan atau dikonsumsi, guru harus mendampingi para murid. Dan ketika makan biskuit itu, harus di dalam kelas serta diawasi para guru. Kami siap bertanggung jawab, jika terjadi sesuatu," kata Amandus Taena, mengutip penjelasan petugas lapangan Care International yang datang membujuk disertai ancaman. 


Kapolres TTU, AKBP Adi Wibowo, S.H, yang ditemui para wartawan di ruang kerjanya, Rabu (8/4/2009) siang, mengaku sangat terkejut setelah melihat barang bukti biskuit bencana tersebut. "Awalnya saya tidak yakin. Saya pikir itu cuma isu murahan dari orang iseng. Tapi setelah saya lihat sendiri dengan mata kepala, saya sangat terkejut. Sebab itu nyata. Ada pisau silet, anak hekter, dan jarum pentul. Bagaimana jika ada anak yang sampai menelan benda-benda asing berbahaya tersebut?" tukas Wibowo sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Ia mengaku, penyidik belum bisa menemukan motif di balik kasus biskuit bencana tersebut. "Juga belum ada tersangka kasus ini. Kami baru sebatas memeriksa beberapa saksi. Bahkan orang-orang Care International dan UN-WFP belum kami panggil untuk diperiksa," kata Wibowo terus-terang. 

Ia mengaku, awalnya kasus ini ditangani pihak penyidik di masing-masing Polsek, namun karena kasus ini termasuk kategori gawat dan meresahkan banyak orang, penyidik Polres TTU mengambil alih penyelidikan. 

Menelisik motif di balik kasus biskuit bencana itu memang sangat sukar. Polisi saja mengaku belum bisa menemukan motif di balik kejahatan kriminil ekonomi itu, yang nyaris merenggut jiwa balita dan anak sekolah dasar di TTU. Bahkan tersangka pun masih gelap. Siapa yang sedang `bermain' dan apa tujuannya, kita belum tahu dengan pasti. Lalu siapa yang harus `disalahkan', yang harus bertanggung jawab? 

Mungkin kita mesti menengok ke belakang sebentar. Untuk bertanya sekadarnya, apa itu kegiatan WFP's School Feeding Program? Jawaban atas pertanyaan ini teramat penting agar kita jangan sampai menuding pihak lain yang tidak bersalah. Ataupun kalau pihak itu bersalah, tudingan itu minimal harus dibuktikan secara logis, bertanggung jawab dan sesuai fakta. 
Sebenarnya kegiatan WFP's School Feeding Program diadakan untuk menyelamatkan anak-anak kurang mampu, yang mengalami kekurangan gizi dan asupan nutrisi dalam tubuhnya. 

UN-WFP menemukan banyak anak usia sekolah dasar, kekurangan gizi dan asupan nutrisi. Di rumah keluarga kurang mampu, kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Kadang anak berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Kondisi ini memang sangat memprihatinkan. 

Kondisi buruk inilah yang hendak diselamatkan oleh UN-WFP dengan meluncurkan kegiatan WFP's School Feeding Program. Anak sekolah pun mendapatkan bantuan makanan bergizi dalam bentuk biskuit berfortifikasi. Ada sejumlah vitamin dan mineral yang terkandung dalam biskuit yang dibagikan gratis itu. "Banyak anak yang kekurangan gizi berhasil diselamatkan," kata Mitra Salima Suryono, Public Information Officer UN-WFP. 

Menurut Mitra, School Meals dari kegiatan itu memiliki empat tujuan utama. Pertama, menyelamatkan keluarga miskin. Kedua, membantu anak sekolah untuk tetap rajin ke sekolah dan membuat mereka terus berkonsentrasi dalam pelajaran sekolahnya. Ketiga, mendorong orangtua untuk mengirim anak-anaknya mengikuti pelajaran di sekolah, terlebih anak perempuan. Keempat, menawarkan dan memberikan bantuan makanan bergizi. 

Dan kegiatan ini bukan saja dilakukan di empat kabupaten di Timor Barat, tetapi juga dilaksanakan di beberapa negara di Afrika, Asia , Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah dan sebagainya. "Kegiatan ini sudah berjalan lama dan memperlihatkan hasil yang sangat signifikan," tandas Mitra. (bersambung) 

Sumber: Pos Kupang 14 April 2009 halaman 1

Posted in Label: , , |

0 komentar: