Busung lapar ditetapkan sebagai KLB

Sabtu, 28 Mei 2005

YOGYAKARTA --Sekitar 8 persen anak balita di Tanah Air, sebenarnya menderita penyakit ini. Menteri Kesehatan RI Dr Siti Fadilah Supari SpJP (K), menyatakan bahwa penyakit busung lapar yang menimpa anak balita di Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini, sebagai peristiwa Kondisi Luar Biasa (KLB) Nasional. Untuk mengatasi penyakit tersebut, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah setempat untuk mengatasi lebih dulu. ''Tapi karena sudah menjadi kondisi luar biasa, pemerintah juga akan membantu mengatasi penyakit itu,'' kata Menkes kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (27/5).
Menkes berada di kota ini dalam rangka membuka acara Muktamar III Assosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) di Yogyakarta, kemarin. Muktamar tersebut dihadiri sekitar 48 utusan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Menkes mengatakan, berkaitan dengan penyakit busung lapar tersebut, pihaknya telah mengirimkan tim tenaga medis untuk membantu penanganan. Mereka akan bertugas beberapa pekan untuk membantu tenaga medis daerah setempat mengatasi KLB Busung Lapar.
Menkes sendiri menyebutkan, kasus bayi yang menderita penyakit busung lapar, sebenarnya terjadi hampir sepanjang tahun. Bahkan menurut catatan Depkes, sekitar 8 persen anak balita di Tanah Air, menderita penyakit ini. ''Khusus di NTB, jumlahnya memang lebih banyak dibanding daerah lain di Indonesia. Mungkin mencapai 10 persen dari jumlah bayi yang ada di daerah itu,'' jelas Menkes. Menkes juga menyebutkan, dalam penanganan masalah kesehatan balita ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan, sebenarnya sudah mengalokasikan anggaran tersendiri. Pada tahun 2005 ini, pemerintah telah menganggarkan dana Rp 150 miliar, khusus untuk pemulihan gizi melalui program makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil.
Namun sayangnya, kata Menkes, pemberian makanan tambahan tersebut tidak bisa mengcover seluruh anak balita di Tanah Air. Bisa karena alasan transportasi atau alasan lainnya.Ditanya tentang penyebab busung lapar, Menkes mengatakan bahwa penyebab utamanya adalah kondisi balita yang kurang gizi. Soal kenapa sampai terjadi kurang gizi, umumnya karena bayi itu berasal dari keluarga yang betul-betul miskin. Tapi bisa juga akibat kekurang-tahuan ibu terhadap kebutuhan gizi anak balitanya. ''Bisa juga akibat sakit berkepanjangan yang tidak kunjung sembuh sehingga balita tersebut menjadi kurang makan,'' tambah Menkes.
Karena itu, masalah penyakit busung lapar ini, sebenarnya bukan hanya persoalan Departemen Kesehatan saja. Tapi menjadi tanggung jawab beberapa departemen terkait, karena penyakit busung lapar biasanya terjadi pada anak-anak balita dari kalangan keluarga tidak mampu. Untuk itulah, Menkes menyebutkan bahwa penanganan kasus busung lapar di NTB dan di daerah lain, harus tangani secara komprehensif dengan melibatkan instansi terkait lainnya. ''Soal bagaimana meningkatkan kehidupan rakyat agar tidak miskin, bagaimana meningkatkan pertanian rakyat, tentunya merupakan urusan departemen lain. Jadi tidak hanya Depkes yang mendapat beban,'' tegas Menkes.
Sementara itu saat menjadi pembicara di Muktamar III AIPKI, Menkes mengatakan, setiap fakultas kedokteran yang didirikan di perguruan tinggi, seharusnya memiliki rumah sakit sendiri. Karena kalau tidak, fakultas kedokteran itu seperti keong yang tidak memiliki rumah. Berkaitan dengan kondisi itu, Menkes mengaku pihaknya sedang berupaya mengembangkan berdirinya rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia. Salah satu langkah yang ditempuh Depkes, adalah dengan meminta Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Dalam Negeri untuk melakukan kerjasama. Namun sayangnya, kata Menkes, harapan kerjasama untuk mendirikan hospital university tersebut, sejauh ini belum mendapat tanggapan memadai dari Depdiknas. ''Saya jadi seperti bertepuk sebelah tangan'', terang Menkes.
Sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=199309&kat_id=6

Posted in Label: |

0 komentar: