Melihat Inisiasi Menyusui Dini di Sikka (1)


Oleh Ferry Ndoen

LIDAHNYA meliuk-liuk mendekati payudara. Lalu, secara naluriah mulut kecil nan mungil itu terus bergerak menuju sasaran puting susu. Namun upaya itu belum juga berhasil. Tapi perjuangan tak kunjung lelah untuk bisa mendapatkan air susu dari payudara. Lalu, perjuangan terus dilakukan bayi itu untuk mendapatkan air susu dari payudara ibunya. 

Dengan naluri yang tinggi, bayi itu terus bergerak mendekati payudara ibunya sambil menangis, dan mulutnya terus berusaha mendekat ke sasaran daerah puting susu ibunya. Dan..... slappp... ternyata bayi itu berhasil mendapatkan puting susu ibunya.

Perjuangan bayi yang baru lahir dan ingin mendapatkan puting susu ibunya untuk menyusui air susu ibu (ASI) eksklusif dari ibunya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Setelah berhasil, mulut bayi itu secara refleks terus menyedot ASI ibunya sampai ia tertidur pulas.

Itulah pemandangan menarik saat mengamati Maria Neti (28), warga RT 03, RW 01, Lorong Sepe, Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kota Maumere, pertama kali menyusui bayi yang baru dilahirkannya di Polindes Waioti, Kota Maumere, Senin (24/11/2008) pukul 17.35 Wita. Maria melahirkan seorang bayi laki-laki yang ia beri nama Karizeth. 
Ternyata proses pemberian ASI yang dilakukan Maria kepada bayi Karizeth terlebih dulu melalui proses konseling yang dilakukan bidan yang bertugas di polindes saat ia melakukan pemeriksaan rutin kehamilannya di Polindes Waioti. 

Konseling tentang tata cara menyusui bayi secara baik diberikan bidan Elisabeth Huller yang bertugas di Polindes Waioti pasca Maria partus (melahirkan, Red) walau saat itu ia melahirkan anaknya yang ketiga. 

Ternyata, Maria pun belum begitu memahami dengan baik dan benar tata cara memberikan ASI kepada bayinya. Misalnya, posisi bayi dan posisi ibu saat memberikan ASI.

Apa yang digambarkan di atas hanyalah sebuah cuplikan kecil dari sebuah proses program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang saat ini gencar dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka terhadap ibu hamil, dan juga ibu partus, ibu menyusui yang ada di kabupaten itu. 

Tentu apa yang digambarkan di atas akan menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa hanya urusan menyusui saja harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Bahkan, harus dimasukkan dalam sebuah program oleh instansi teknis Dinas Kesehatan dan program itu dinamakan IMD? 

Tentu jawabannya sederhana. Hal ini karena masyarakat kita umumnya masih sangat sederhana/tradisional sehingga banyak hal walaupun sepele, namun belum mengerti dengan baik dan benar terutama tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi berusia 0-6 bulan. 

Bahkan, soal ASI oleh ibu menyusui masih dianggap sepele karena mereka masih menganggap ASI bisa digantikan dengan memberikan air gula kepada bayinya. Bahkan, ASI bisa digantikan dengan air kopi sehingga dada bayi menjadi lebih kuat atau tidak akan kejang/step jika bayi sakit atau panas. Juga, sebagian ibu masih menganggap ASI bisa digantikan dengan susu formula yang dibeli di toko/supermaket.

Ternyata pengertian tentang IMD dan ASI eksklusif masih banyak yang belum diketahui para ibu hamil dan ibu partus di Sikka. Mereka masih mengerti secara parsial (sepenggal) tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi, dan juga bagi ibunya. Hal-hal yang penting dari ASI belum tergambar secara baik dan benar oleh kaum ibu yang ada di wilayah Sikka ini. 
Mereka belum begitu paham apa itu ASI eksklusif, tentang keuntungan menyusui, juga soal keuntungan/manfaat ASI bagi bayi dan ibunya.

Namun dengan adanya intervensi program IMD dan pemberian ASI eksklusif yang dilakukan Pemkab Sikka dengan mendapat dukungan Unicef (lembaga PBB yang menangani masalah anak, Red), maka dalam dua tahun terakhir (sejak tahun 2007) program ini mulai gencar dicanangkan di Sikka. Dengan adanya intervensi tentang program ini, maka ternyata cukup efektif karena ibu-ibu hamil, ibu partus dan ibu menyusui yang ada di Sikka secara bertahap mulai mengerti dan memahami pentingnya ASI eksklusif bagi bayi dan dirinya.

Untuk mendorong program IMD dan pemberian ASI eksklusif, Pemkab Sikka dan Unicef menggelar pelatihan konseling bagi bidan, tenaga gizi dan dokter yang bertugas di puskesmas, pustu, polindes yang ada di wilayah itu. Hal ini dilakukan karena tenaga kesehatan inilah yang langsung berhubungan dengan para ibu hamil dan ibu partus.

Staf Unicef Kupang, Helena Seran Ndolu, diwawancarai Pos Kupang di Hotel Pelita-Maumere, Selasa (25/11/2007) pagi sebelum memantau pelaksanaan program IMD dan pemberian ASI eksklusif terhadap bayi di lima kecamatan di Sikka yang dijadikan model program ini, mengatakan Unicef mendukung program IMD dan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Pasalnya, pemberian ASI eksklusif, selain menjadi hak bayi, ASI juga sangat tinggi kandungan nilai gizi yang sangat dibutuhkan bayi. Nilai kandung gizi ASI ini tidak terdapat dalam makanan pengganti jenis apapun, atau dalam susu formula merk apa pun.

"Kabupaten Sikka kita jadikan model/contoh terkait program IMD dan pemberian ASI eksklusif bayi 0-6 bulan. Model IMD dan ASI eksklusif dilaksanakan pada lima puskesmas di sembilan kecamatan. 

Program model IMD di Propinsi NTT dilaksanakan di Kabupaten Sikka dan Belu. Di Indonesia, program model ini dilakukan di Propinsi NTT (2 kabupaten) dan di Propinsi NTB," jelasnya.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Thomas Ola, yang diwawancarai di ruang kerjanya terkait program IMD dan pemberian ASI eksklusif bayi berusia 0-6 bulan menjelaskan, di Sikka ada 114 konselor ibu menyusui, yakni 102 konselor yang terdiri dari bidan, petugas gizi dan dokter, serta 12 orang pelatih konselor ibu menyusui merangkap konselor. 

"Para konselor ibu menyusui menyebar di 17 puskesmas, 67 polindes dan 65 pustu yang ada di Sikka. Sedangkan Unicef memberikan dukungan program model IMD dan konselor ibu menyusui pada lima puskesmas, yakni di Puskesmas Magepanda, Nele, Kopeta, Beru dan Puskesmas Waipare," jelas Thomas Ola didamping Kepala Seksi Gizi, Telly Gandut, SKM. (bersambung)

Posted in Label: , |

0 komentar: