Pidra Sumba Timur Adopsi Program Nasional

Oleh Adiana Ahmad

PROGRAM Pidra yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mempercepat pengentasan kemiskinan mendapat sambutan hangat dari pemerintah dan masyarakat Sumba Timur (Sumtim). Pola pemberdayaan dan pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan melalui program ini mampu menyentuh masyarakat marginal yang sebelumnya sulit terjangkau oleh program pembangunan. 

Kehadiran program ini di Sumbtim tahun 2004 lalu di 22 desa, di lima kecamatan, yakni Paberiwai, Matawai Lapawu, Kahaungu Eti, Nggaha Ori Angu dan Haharu, telah melahirkan 211 kelompok tani dengan anggota 3.754 KK miskin. Kelompok yang ada itu telah berhasil mengumpulkan dana Rp 3.167.192.001 yang terdiri dari hibah prestasi Rp 1.507.062.750, usaha kelompok Rp 1.660.129.251,00.

Kehadiran program Pidra juga telah membuka isolasi daerah terpencil melalui pembangunan sarana-prasarana berupa jalan sepanjang 22,2 km, tiga jembatan, perpipaan sepanjang 31,968 km, 17 unit bangunan pelindung mata air, 41 bak penampung air hujan, 21 unit sumur, tiga ruang sekolah, satu pasar desa, lima unit MCK dan lima cek dam/jebakan air. Selain di sektor sarana dan prasarana, progam ini juga menyentuh bidang pengembangan usaha produksi petenakan dan pertanian, pembangunan kebun bibit desa, pengembangan DAS mikro dan konservasi lahan, serta peralatan dan mesin pertanian.


Sejalan dengan intervensi program di sektor tersebut, melalui Pidra, para petani dan keluarga miskin dibekali berbagai keterampilan seperti kursus administrasi dan keuangan kelompok, pengembangan manajemen kelompok, budidaya hortikultura, pengolahan hasil pertanian, vaksinasi petenakan, konservasi tanah dan air, pelatihan relawan, budidaya ternak kecil, budidaya tanaman perkebunan, penguatan administrasi, manajemen pemasaran hasil, dan masih banyak lagi.

Program Pidra telah mampu melahirkan petani handal, dan juga pelaku ekonomi baru meskipun dalam skala kecil. Sayang, program ini harus berakhir Desember 2008. Pemda Sumtim kemudian berupaya agar roh/semangat yang dibangun dan dikembangkan melalui program Pidra tidak hilang bersamaan berakhirnya program tersebut. 

Menyadari program ini pasti akan berakhir, sementara masyarakat masih membutuhkan pendampingan, maka tahun 2005 Badan Bimas Ketahanan Pangan Sumtim melalui dana APBD II setempat merancang program yang modelnya hampir sama denga Pidra. Dimulai dari 32 kelompok di lima desa di Kecamatan Kambata Mapambuhang, Pandawai, dan Haharu, kini Pidra daerah berkembang di sembilan desa dengan 54 kelompok binaan beranggotakan 1.065 Kk miskin. Kelompok binaan Pidra Daerah Sumtim bukan kelompok bekas binaan Pidra nasional tapi kelompok baru yang belum tersentuh.

Sembilan desa yang telah disentuh Pidra Daerah, yakni Maradamundi, Lukuwingir, Waimbidi, Maubokul, Laindeha, Kalamba, Kadahang, Wunga dan Napu. Kelompok tani yang ada melalui swadaya telah mampu mengumpulkan dana Rp 76.575.700,00. Sementara intervensi pemerintah daerah dilakukan melalui pengembangan usaha produksi, peralatan dan mesin pertanian, sarana prasarana, pelatihan teknis dan pelatihan modul.

Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan Sumtim, Ida Bagus Putu Punia, ditemui di ruang kerjanya, Senin (2/3/2009), mengaku pembentukan Pidra Daerah cuma berbekal modal nekad dengan acuan pemikiran kalau progam ini bagus mengapa daerah tidak tindak lanjuti?

Sejak itu, kata Bagus, Pemda Sumtim melalui dana APBD II mengalokasikan dana untuk program ini. Tahun 2005 dialokasikan dana Rp 270 juta, tahun 2006 berkembang menjadi Rp 300 juta, tahun 2007 menjadi Rp 330 juta, tahun 2008 Rp 470 juta, dan tahun 2009 menjadi Rp 870 juta. Dana tersebut selain untuk pendampingan, juga untuk modal kelompok. Modal kelompok bukan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk bantuan ternak sapi dan kambing. Ternak ini menjadi milik kelompok. Hasil penjualannya masuk ke kas kelompok. 
Anggota yang membutuhkan dana segar bisa meminjam dari kas kelompok.

Dampak pelaksanaan Pidra Daerah ini, jelas Bagus, mulai terlihat, antara lain masyarakat mulai menabung. Padahal sebelumnya masyarakat tidak terbiasa menabung. Masyarakat juga sudah mulai mengembangkan usaha dagang melalui kelompok yang memudahkan mereka mendapatkan barang kebutuhan hidup dengan harga terjangkau. 

Pidra Daerah sedikit berbedah dengan Pidra Nasional. Kalau Pidra Nasional target pertumbuhan ekonomi masyarakat binaannya empat tahun, maka Pidra Daerah hanya satu tahun. Enam bulan pemberdayaan, enam bulan pertumbuhan. Salah satu program Pidra Nasional tidak bisa diikuti daerah, yakni pelatihan modul karena biayanya besar. 

Dia mengatakan, yang penting dari program ini adalah membangun kesadaran masyarakat untuk bisa berkelompok. Jika masyarakat sudah memiliki kesadaran dan kemauan untuk berkelompok, maka cukup mudah untuk melakukan intervensi program. Dia mengaku kesadaran berkelompok sudah mulai tumbuh di kelompok binaannya, bahkan saat ini kelompok yang dibentuk melalui Pidra Daerah sudah mampu membuat neraca. (*)

Posted in Label: , |

0 komentar: